Kolom Prof. In : Tidak Selalu Menuruti Kemauan Anak
Oleh : Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A.
Pada suatu malam, setelah melaksanakan sholat Isya berjamaah
di masjid dekat rumah, beberapa jamaah tidak terus pulang, ngobrol di halaman
masjid. Dimulai dari obrolan ringan, akhirnya sampai pada pengalaman mendidik
anak.
Salah seorang tetangga bercerita, bagaimana dia harus
menahan gejolak perasaan kasihan, dalam rangka mempertahankan kedisiplinan. Pada
suatu sore, bapak ini bersama putra sulung dan putri bungsunya yang masih kelas satu di sebuah SDIT,
pergi ke supermarket. Ketika berada di kasir untuk membayar barang
belanjaannya, si bungsu minta dibelikan permen yang terpajang dekat kasir.
Permintaan ini tidak dikabulkan, karena sebelumnya bapak tersebut pernah pesan
pada putrinya, bahwa dia tidak boleh makan permen itu
karena di dalamnya mengandung zat-zat yang belum jelas
kemanfaatannya, bahkan cenderung berbahaya, terutama bagi anak-anak. Karena
permintaannya ditolak, putrinya ini merengek-rengek, yang berlanjut dengan tangisan.
Sehingga orang-orang di sekitar kasir tersebut memperhatikan semua, bahkan ada
yang ikut membujuk bapak tadi untuk memenuhi permintaan anaknya agar tangisnya segera
berhenti.
Menghadapi tangisan ini, reaksi setiap orangtua akan
berbeda. Ada orangtua yang langsung membelikan, karena tidak tega melihat
anaknya menangis, atau karena tidak ingin dipermalukan di hadapan orang lain,
meskipun sebetulnya hati kecilnya keberatan. Ada orangtua yang tetap tidak mengijinkan,
dalam rangka menegakkan kedisiplinan karena pernah diberitahu. Orangtua jenis ini
tidak ingin, “aturan” yang sudah ditanamkan, dilanggar hanya gara-gara tangisan.
Tetangga ini ternyata termasuk tipe yang terakhir, tidak
ingin anaknya mendikte orangtua untuk merubah keputusan. Kalau sekali, dua kali dituruti,
maka seterusnya akan sulit diatasi. Bahkan, bapak itu menyuruh putra sulungnya untuk
mengambil foto dengan menggunakan handphone,
adegan adiknya yang sedang menangis dengan latar belakang kasir. Tujuannya agar
kelak bisa menjadi sebuah kenangan yang mengesankan ketika adiknya sudah dewasa.
Saya berkata dalam hati, ada saja ide bapak ini. Mudah-mudahan, setelah 16 tahun kemudian, ketika
si adik ini sudah lulus dari Fakultas Kedokteran, foto tersebut akan menjadi
kenangan yang indah.
Setelah proses pembayaran selesai, ternyata tangisnya juga
sudah mereda. Lalu si bapak menggandeng putra-putrinya menuju ke tempat
penjualan mainan. Beliau bilang pada putrinya “Nah, sekarang adik saya beri
kesempatan untuk memilih mainan yang disenangi, tetapi harganya tidak boleh
lebih dari ..(beliau menyebut jumlah rupiahnya)”. Akhirnya dengan senyuman dan
ucapan terima kasih yang ditujukan kepada ayahnya, si adik minta gandeng kakaknya
keluar dari supermarket. Saya termasuk yang setuju dengan tindakan bapak tadi, tetap
tegar tidak merubah peraturan atau larangan hanya karena tangisan si anak,
namun kemudian juga membelikan mainan sebagai sebuah penghargaan (reward).
Saya juga teringat pengalaman kami, ketika anak sulung
laki-laki yang waktu itu kelas 2 SMU minta dibelikan handphone, yang akan dipakai untuk kontak dengan teman-temannya ketika
ada tugas yang akan dikomunikasikan. Kami tidak langsung mengizinkan, karena antara saya
dan istri sudah ada kesepakatan bahwa dalam memenuhi permintaan anak, harus
didasari oleh fungsi dan kegunaannya. Selain menghindari gaya hidup boros, juga
untuk memberikan edukasi agar kelak, ketika mereka sudah berkeluarga tidak
sembarangan membelanjakan uangnya untuk membeli sesuatu yang sebetulnya tidak
dibutuhkan.
Untuk sedikit mengulur waktu dan memberikan pengalaman
pada dia, bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu harus ada usaha, meskipun minta
ke orangtuanya sendiri, maka saya suruh dia membuat proposal. Mulanya dia agak
berkeberatan, namun karena dia memang membutuhkan alat komunikasi tersebut,
maka akhirnya dia membuat juga.
Setelah beberapa tahun berlalu, dia bersyukur, untung
dulu pernah disuruh membuat proposal, sehingga ketika dia menjadi pengurus
Himpunan Mahasiswa, tidak pernah kesulitan lagi dalam menyiapkan proposal penggalangan
dana untuk berbagai kegiatan. Wallahu
a’lam.
Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A., Guru Besar UGM dan Dosen Fakultas Tekni Mesin
UGM | Pimpinan Umum Majalah Fahma
Post a Comment