Melatih Anak Mengerjakan Tugas Rumah
Oleh : Suhartono
Anak berusia balita umumnya belum
mengerti soal tanggung jawab kemandirian di keluarga. Karena itu, mengajaknya
mengerjakan pekerjaan rumah tangga memang tidak mudah. Bagaimana mengasahnya?
Seperti yang diungkapkan seorang ahli
perkembangan anak dan penulis buku, Jim Fay yang setuju dengan pentingnya
mengajak anak untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Alasannya, di samping
kedekatan secara fisik dan emosional, cinta dan kasih sayang, juga untuk
menjaga kebugaran tubuh. Semua itu diperlukan bagi mereka karena termasuk
kebutuhan dasar manusia. Jika anak tidak pernah bergerak sama sekali, maka
kebutuhan dasar dia tidak akan terpenuhi.
Anak-anak perlu merasa seolah-olah menjadi
gigi penggerak di sebuah roda. Mereka tidak akan merasa seperti itu jika mereka
tidak mengerjakan tugas rumah dan memberikan kontribusi kepada keluarga.
Dalam buku Raising Compassionate, Courageous Children in a Violent World,
Janice Cohn PhD mengutip penelitian yang menunjukkan bahwa membantu tugas orang
lain tidak hanya membantu seseorang meningkatkan harga diri, namun juga
mengembangkan keterampilan akademik dan sosial. Di samping itu juga mengurangi
risiko depresi dan gangguan kecemasan.
Elizabeth Pantley, penulis delapan buku tentang kepengasuhan, termasuk yang berjudul Kid Cooperation: How to Stop Yelling, Nagging, and Pleading and Get Kids to Cooperate, mengidentifikasi banyak lagi manfaat saat anak-anak melakukan pekerjaan rumah tangga. Di antaranya, cara terbaik untuk membangun rasa kompetensi, membantu anak memahami apa yang perlu dilakukan untuk menjalankan rumah tangga kelak, membangun kebiasaan dan sikap yang baik tentang pekerjaan, mengajarkan keterampilan di dunia nyata, pelajaran berharga tentang kehidupan, serta meringankan transisi anak ke masa dewasa.
Elizabeth Pantley, penulis delapan buku tentang kepengasuhan, termasuk yang berjudul Kid Cooperation: How to Stop Yelling, Nagging, and Pleading and Get Kids to Cooperate, mengidentifikasi banyak lagi manfaat saat anak-anak melakukan pekerjaan rumah tangga. Di antaranya, cara terbaik untuk membangun rasa kompetensi, membantu anak memahami apa yang perlu dilakukan untuk menjalankan rumah tangga kelak, membangun kebiasaan dan sikap yang baik tentang pekerjaan, mengajarkan keterampilan di dunia nyata, pelajaran berharga tentang kehidupan, serta meringankan transisi anak ke masa dewasa.
Seorang profesor psikologi selama 32
tahun di University of Maryland, Amerika Serikat, Mclntire, menyaksikan sendiri
secara langsung bagaimana kurangnya tanggung jawab seorang anak bisa
memengaruhi perilaku mereka saat menjadi mahasiswa. Sebagai dekan, salah satu
tugasnya adalah mewawancarai siswa yang telah memutuskan untuk meninggalkan
kuliah (dropout).
Ternyata, diketahui mereka yang tinggal
di rumah dan semua biaya kuliah dibayar oleh orangtua adalah salah satu
kelompok yang berisiko paling tinggi untuk drop
out. Mclntire berpendapat bahwa mereka tidak ada ruginya putus kuliah. Bagi
mereka, pepatah “tidak ada yang berani, tidak akan mendapat hasilnya,”
tampaknya berubah menjadi “tidak ada investasi, tidak akan ada yang hilang.”
Selama ini banyak kesalah-pahaman
terkait meminta anak mengerjakan tugas rumah tangga. Mungkin banyak dari
orangtua yang mencoba menyuruh anak, tetapi kebanyakan ditolak daripada yang
dijalankan. Atau bahkan orangtua telah yakin apakah anak telah siap untuk
menjalankan tugas rumah tangga. Orangtua sebaiknya dapat belajar dari kesalahan
orangtua lain.
Mclntire menuturkan, orangtua jangan
bersikeras mendapatkan kesempurnaan pada awal anak mengerjakan tugas. Orangtua
dapat langsung menghentikannya melakukan pekerjaan rumah tangga apabila dia
sudah merasa kesulitan. Atau mengambil alih pekerjaan ketika misalnya bintik
kotor masih tertinggal pada cermin atau gelas di meja makan. Sebenarnya
anak-anak dapat melakukan banyak tugas di usia dini. Misalnya membawa pakaian
kotor ke ember atau membereskan mainan yang baru saja digunakannya.
Untuk
memudahkan pembagian tugas rumah tangga, coba buat daftar tugas bagi setiap
anggota keluarga. Letakkan di tempat strategis yang mudah dilihat oleh setiap
orang. Pastikan setiap anggota keluarga punya tugas yang sesuai
dengan usia mereka. Lengkapi
daftar tersebut dengan tenggat waktu, misalnya, menyiram tanaman: pukul 16.00 –
17.00. Kalau perlu buat dua daftar untuk tugas harian dan daftar lain untuk
tugas mingguan. Ingatkan juga soal tenggat waktu dengan bijaksana.
Saat
memberi tugas, sampaikan dengan kalimat yang spesifik. Misalnya, “Bereskan
kamar!” bisa diartikan dengan berbagai cara. Lebih baik katakan, “Rapikan
baju-baju di lemari!”, “Kembalikan buku-buku di rak!”, “Susun bantal, guling,
dan selimut dengan rapi!”, “Masukkan semua mainan ke kotak mainan!” Saat pertama kali memberi tugas, beri si kecil contoh untuk
melakukannya langkah demi langkah. Lalu, biarkan ia mulai membantu. Bila ia
sudah bisa, biarkan ia lakukan sendiri.
*)
Suhartono, Pemerhati
dunia anak, Yogyakarta
sumber foto : https://kisahbelajar.files.wordpress.com
Post a Comment