Membelajarkan Kecerdasan Sosial
Oleh Dr. Ali
Mahmudi
Pada suatu
kegiatan pembelajaran, seorang anak berkata kepada guru, ”Bu guru, saya tidak
memahami bagian ini ....” Guru itu tidak serta merta memberikan penjelasan
kepada anak itu, melainkan berkata kepada anak-anak lainnya, ”Anak-anak, teman
kalian ini mengalami kesulitan memahami materi. Ada yang bersedia membantu?”
Pada kesempatan lain, guru itu juga berkata ”Anak-anak sekalian. Faiz, teman
kalian, hari ini tidak masuk karena sakit. Yuk, kita doakan bersama-sama.” Dua
ilustrasi itu secara sederhana menggambarkan bagaimana guru membudayakan
kesadaran pada diri anak untuk berempati dan peduli pada kesulitan orang lain.
Kesadaran demikian merupakan indikator kecerdasan sosial yang sangat penting
dimiliki anak.
Apa itu
kecerdasan sosial? Secara sederhana, kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan
tersebut di antaranya meliputi kepekaan terhadap kebutuhan orang lain,
kesadaran berempati atau merasakan kesulitan orang lain, dan kemampuan
menempatkan diri pada situasi sosial tertentu. Kecerdasan sosial juga mencakup
kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, berbagi ide, bernegosiasi, bertindak
secara bertanggung jawab, dan sebagainya.
Setiap
manusia memiliki potensi kecerdasan sosial. Secara naluriah, setiap manusia
memerlukan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mendorong manusia untuk mengembangkan potensi
kecerdasan sosial yang dimiliki, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S Al-Hujuraat:
13, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala
menciptakan manusia dengan beragam bangsa dan suku agar saling mengenal, saling
berinteraksi. Di sisi lain, Allah Subhanahu
wa Ta’ala mencela manusia yang tidak mengembangkan kecerdasan sosialnya,
yakni abai terhadap kesulitan orang lain, seperti anak yatim dan orang miskin
(Q.S. Al-Ma’un: 1 – 7). Bahkan
dalam ayat-ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkategorikan manusia demikian sebagai
pendusta agama.
Seberapa
pentingkah anak-anak perlu memiliki kecerdasan sosial? Allah Subhanahu
wa Ta’ala
menciptakan manusia sebagai pribadi yang utuh dengan berbagai potensi
kecerdasan, termasuk kecerdasan sosial. Pengabaian terhadap salah satu jenis
kecerdasan, misalnya kecerdasan sosial, akan menjadikan anak menjadi pribadi
yang timpang. Mungkin, rendahnya kecerdasan sosial akan berdampak pada
terciptanya generasi yang cerdas secara kognitif, tetapi sangat abai terhadap
berbagai masalah sosial. Rendahnya kecerdasan sosial juga berdampak pada
terciptanya generasi yang lebih mengedepankan bahasa kekerasan dalam
menyelesaikan masalah daripada menggunakan bahasa yang santun dan beretika.
Mungkin juga, rendahnya kecerdasan sosial akan berdampak pada terciptanya
generasi yang egois, abai terhadap hak-hak orang lain, dan rela melakukan
apapun asalkan tujuan tercapai meskipun harus menodai kehormatan orang lain.
Jadi, seberapa pentingkah kecerdasan sosial bagi anak? Untuk menjawab
pertanyaan ini, mari kita sadari bahwa kesuksesan tidak hanya dimiliki oleh
orang-orang yang jenius. Bahkan tidak sedikit orang-orang jenius yang memiliki
kehidupan pribadi dan sosial yang memprihatinkan. Sebaliknya, tidak sedikit
pula orang-orang yang berkemampuan biasa, tetapi memiliki kehidupan yang
sukses.
Di
manakah anak-anak mengembangkan kecerdasan sosial? Tempat yang pertama dan
utama tentu saja adalah keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang
harmonis dan tercukupi kebutuhan psikisnya cenderung lebih mudah mengembangkan
kecerdasan sosialnya. Tempat berikutnya yang berpotensi untuk mengembangkan
kecerdasan sosial anak adalah sekolah. Sekolah hendaknya diposisikan sebagai
sebagai miniatur masyarakat dan laboratorium sosial, tempat di mana anak dapat
mengembangkan kecerdasan sosialnya. Sekolah hendaknya tidak menjadi tempat yang mengasingkan anak dengan
realitas sosial. Di sekolah, anak perlu mempelajari berbagai keterampilan
sosial untuk mempersiapkan mereka untuk berperan optimal dalam kehidupan
bermasyarakat.
Bagaimana
cara membelajarkan kecerdasan sosial anak di sekolah? Pembelajaran kecerdasan
sosial tidak harus dilakukan melalui mata pelajaran tersendiri, melainkan dapat
terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran berbagai mata pelajaran sebagaimana
diilustrasikan di awal tulisan ini. Kegiatan diskusi dapat pula dipandang
sebagai cara yang efektif untuk membelajarkan kecerdasan sosial. Melalui
kegiatan diskusi, anak dapat saling belajar dari sesamanya. Mereka dapat saling
mengembangkan berbagai keterampilan sosial, seperti kesediaan berbagi,
kesediaan menerima ide teman, kepedulian terhadap masalah yang dihadapi teman,
berargumentasi sebelum kesepakatan diterima, dan sebagainya.
Mari kita
sadari bahwa anak-anak juga akan belajar dengan cara mengamati dan meniru
perilaku orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, selain melalui kegiatan
pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, memberikan contoh nyata bagaimana
berperilaku santun dan beretika dalam berinteraksi akan menjadi cara yang
efektif untuk membelajarkan kecerdasan sosial kepada anak. Bagaimana
orang-orang dewasa di sekitar anak, termasuk orang tua dan guru, dalam bertutur
kata dan berperilaku akan sangat menentukan kecerdasan sosial anak.
Demikianlah,
menumbuhkan kecerdasan sosial anak demikian penting dilakukan. Upaya ini perlu
dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan yang melibatkan berbagai pihak,
terutama keluarga dan sekolah. Kita berharap, upaya ini berbuah pada
terbentuknya generasi yang utuh, cerdas, cendekia, dan bernurani.
Dr. Ali Mahmudi, Dosen Ilmu Matematika Universitas Negeri
Yogyakarta.
Post a Comment