Menulis, Cara Cerdas untuk Belajar


Oleh Dr. Ali Mahmudi

Tengoklah sejarah. Kejayaan Islam tidak hanya diraih dengan kegagahan para mujahid di medan perang, melainkan juga oleh kegigihan dan kecerdasan ilmuwan-ilmuwan muslim yang menuangkan pemikiran mereka dalam tulisan-tulisan yang melegenda. Tak salah jika Ali bin Abi Tholib mengungkapkan “ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Dengan tulisan, ilmu-ilmu dapat tersusun rapi dan sistematis sehingga dapat dinikmati orang lintas generasi. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi, yakni Q.S. Al-Alaq, juga berbias pada perintah membaca (iqra’) dan menulis (‘allama bi al-qalam). Perintah membaca dan menulis ini demikian penting karena tanpa kemampuan membaca dan menulis, wahyu Alloh SWT tidak  dapat dipahami dan tak dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.

Meyakini bahwa membaca dan menulis adalah perintah Alloh SWT berimplikasi pada keyakinan lain bahwa mengembangkannya adalah kewajiban. Di sinilah sekolah menemukan peran strategisnya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan ini. Diyakini bahwa setiap anak memiliki potensi untuk membaca dan menulis. Tentu dengan kadar yang berbeda-beda. Sekolah perlu merancang aktivitas akademik yang berimplikasi pada berkembangnya potensi ini.

Terdapat beberapa tujuan dari aktivitas menulis. Salah satunya adalah sebagai sarana berkomunikasi. Selain itu, menulis juga dimaksudkan untuk merangsang pikiran dan menata serta memperjelas pemikiran. Ide-ide yang masih mentah dan belum teratur akan lebih tertata bila dituliskan. Tujuan terakhir inilah yang mendasari munculnya ide bahwa anak dapat belajar melalui aktivitas menulis. Dengan kata lain, aktivitas menulis dapat dipandang sebagai strategi belajar. Aktivitas menulis tidak hanya dimaksudkan untuk membentuk kemampuan menulis itu sendiri, melainkan dipandang sebagai cara untuk membelajarkan anak. Bagaimana caranya? Secara singkat tulisan ini akan menguraikan hal itu.

Seyogyanya kita tidak memandang bahwa aktivitas menulis hanya dilakukan pada pelajaran mata pelajaran tertentu, seperti bahasa. Perlu diyakini bahwa aktivitas menulis dapat dilakukan pada semua mata pelajaran dan pada setiap tahap pembelajaran. Bahkan aktivitas menulis dapat dilakukan pada semua jenjang sekolah. Aktivitas menulis dapat dilakukan secara sederhana. Misalnya, di akhir kegiatan pembelajaran, cukup 5 menit saja, dengan kalimat sendiri, anak dimita untuk menuliskan hal-hal penting yang telah mereka pelajari hari itu. Tulisan dapat pula terkait aspek emosional yang mereka rasakan, senang atau tidak, terkait kegiatan pembelajaran yang telah mereka ikuti.

Bentuk lain dari aktivitas menulis adalah sebagai berikut.
§  Tulislah sebuah surat untuk temanmu yang tidak masuk hari ini, sehingga teman itu juga dapat memahami apa yang kamu pelajari hari ini.
§  Ingat kembali apa yang telah kamu pelajari hari ini. Selanjutnya lengkapilah kalimat berikut.
-       Sekarang saya mengetahui bahwa ….
-       Saya belum memahami bahwa ….
-       Saya menyadari pentingnya pelajaran ini, yaitu ….

Dalam pelajaran agama, sesekali anak dapat diminta untuk menuliskan doa dengan kalimat mereka sendiri. Hal demikian akan melatih anak menuliskan secara runtut hal-hal yang sangat diingini untuk dikabulkan sekaligus membantu anak memahami betul doa-doa mereka. Sementara dalam pelajaran matematika atau bahasa, guru dapat menyajikan gambar, grafik, tabel, atau narasi berita yang diperoleh dari surat kabar. Selanjutnya anak diminta untuk menuliskan secara bebas kalimat-kalimat yang mendeskripsikan atau menjelaskan gambar, grafik, tabel, atau narasi berita tersebut.

Aktivitas menulis juga dapat berujud tugas lintas pelajaran sebagai tugas akhir pekan. Anak diminta menulis terkait suatu tema yang diberikan. Tema-tema itu hendaknya sudah dikenal oleh anak. Anak diminta untuk menyediakan buku tersendiri untuk aktvitas menulis tersebut. 

Aktivitas menulis yang dilakukan secara berkelanjutan dapat membantu siswa mengkoordinasikan informasi dan pengetahuan yang dimiliki anak sehingga menjadi pengetahuan yang utuh dan tertata. Menurut penelitian Possamentier (1985), anak yang menuliskan pengetahuan yang baru dipelajarinya mempunyai ingatan yang jauh lebih tepat. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa menulis adalah cara cerdas untuk belajar. Aktivitas menulis juga mendorong anak berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif diindikasikan oleh kemampuan anak untuk mengemukakan ide yang bersifat unik, baru, dan berbeda. Aktivitas menulis juga memungkinkan guru untuk mengetahui tingkat pemahaman anak terhadap materi yang telah dipelajari. Hal ini dapat dijadikan dasar bagi guru untuk mengklarifikasi dengan segera adanya ketidakpahaman yang mungkin muncul pada diri anak.

Aktivitas menulis perlu dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Bagaimanapun juga, anak memerlukan waktu untuk merasa nyaman untuk menuliskan apa yang mereka pikirkan. Pada tahap awal, anak tidak perlu dituntut secara ketat untuk memperhatikan aspek tata bahasa. Menuntut kesempurnaan tulisan anak adalah cara berpikir yang tidak baik dan dapat mematikan kreativitas anak. Namun, tentu saja, tetap perlu memberikan komentar secara bijak terhadap tulisan anak. Guru dapat memotivasi anak dengan cara memberikan komentar atau catatan positif atau membacakan tulisan anak yang menarik di kelas.

Demikianlah, aktivitas menulis perlu dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan, sehingga berbagai manfaat sebagaimana diuraikan di atas dapat mewujud nyata. Aktivitas menulis yang tidak hanya dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan menulis itu sendiri, melainkan menulis untuk belajar. Ya, menulis adalah cara cerdas untuk belajar.


Dr. Ali Mahmudi, Dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. 
foto https://perempuannya.files.wordpress.com/2008/11/pict02623.jpg
Powered by Blogger.
close