Parenting : Ajari Mereka Belanjakan Harta (bagian II)


Oleh : Mohammad Fauzil Adhim


Ada tiga hal penting yang mempengaruhi kemampuan anak men-tasharruf-kan harta sesuai tuntunan, yakni ilmu, keterampilan yang didapatkan dari latihan, serta adanya orientasi yang benar terhadap harta. Selain melatih mereka untuk menahan diri –di banyak sekolah berasrama menerapkan pembatasan kepemilikan uang per hari atau per pekan—penting juga untuk sering mengajak mereka berdialog sehingga mereka mampu merasakan dan menghayati prioritas belanja. Pendamping asrama perlu meluangkan waktu untuk mengajak anak berbicara tentang barang-barang atau makanan yang mereka beli.

Dengan demikian, mereka bukan hanya memiliki ilmu tentang bagaimana men-tasharruf-kan harta dengan benar, melainkan juga memiliki pengalaman menakar nilai penting apa yang telah mereka belanjakan dan yang akan mereka belanjakan. Dialog ini bermanfaat untuk menjadikan mereka berpikir dan merasakan apa yang mereka pikirkan.

Ilmu tentang hak dan kewajiban terhadap harta akan menjadikan mereka mengerti. Tetapi sikap yang baik dan kepekaan dalam menggunakan harta secara tepat hanya akan tumbuh melalui latihan, pendampingan dan pengalaman. Sebagaimana kemampuan memimpin dan menyelesaikan masalah. Kita dapat membaca teorinya melalui berbagai buku. Tetapi untuk menghasilkan kepekaan dan kecakapan memimpin maupun menyelesaikan masalah, perlu pengalaman dan benturan-benturan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada berbagai kemudahan, kecuali jika kita tidak bersabar menghadapi, tidak pula mengilmui.

Jika anak tidak disibukkan oleh urusan konsumtif, maka hatinya akan lebih tenang dalam belajar. Jika anak tidak sibuk bersaing penampilan maupun benda yang ia miliki di hadapan teman-temannya, maka perhatiannya terhadap ilmu akan tercurah lebih besar. Orientasi studi akan terjaga dan mereka tidak banyak menghabis-habiskan waktu, tenaga dan uang untuk hal yang tidak penting.

Kita perlu bimbing anak-anak agar memiliki konsumerisme (kemampuan membelanjakan harta menurut pertimbangan yang sehat dan tepat). Bukan konsumtivisme, yakni kecenderungan untuk menuruti apa saja yang menjadi keinginannya.

Terkait tanggung-jawab terhadap harta, para pendidik harus secara berkesinambungan mengingatkan, mengajarkan dan mengajak murid untuk menghayati sabda Nabi tentang empat perkara yang kelak akan ditanyakan di Yaumil-Qiyamah. ”Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba (menuju batas shiratal mustaqim) sehingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan, hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia habiskan, dan badannya untuk apa ia gunakan.” (HR. Tirmidzi dan Ad-Darimi).

Ada satu hal yang harus senantiasa kita ingatkan agar mereka memiliki kehati-hatian yang tinggi. Kita perlu terus-menerus menumbuhkan rasa takut pada diri mereka tentang hari akhir ketika mereka harus mampu mempertanggung-jawabkan darimana ia memperoleh harta dan kemana ia membelanjakan hartanya. Dua-duanya harus benar. Membelanjakan harta untuk perkara yang benar, tetapi mendapatkannya dari sumber yang haram, maka tak ada yang layak baginya kecuali api neraka. Begitu pun sebaliknya, meski halal sumbernya dan bersih caranya, tetapi ia tetap berkewajiban untuk membelanjakan harta di jalan yang benar, untuk tujuan yang benar. Dan ini, harus kita mulai dari sekolah, meski tentu saja orangtua tetap bertanggung-jawab penuh.

Hari ini, kewajiban menanamkan kehati-hatian dalam masalah halal-haram terasa semakin mendesak. Rasanya, apa yang disabdakan oleh Rasulullah tentang keadaan manusia di akhir zaman telah nampak nyata di sekeliling kita. Rasulullah mengingatkan kita: ”Nanti akan datang suatu masa, di masa itu manusia tidak peduli dari mana harta itu ia peroleh, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram.” (HR Al-Bukhari).

Sekarang ini, manusia memuji-muji kekayaan dan seakan-akan ia menjadi ukuran kesuksesan. Telah banyak manusia dan bahkan lembaga Islam yang tak lagi peduli. Maka kalau anak-anak itu tidak kita bekali, bagaimana mereka akan mampu menghadapi fitnah di zamannya. Padahal, bukankah fitnah bagi ummat ini adalah harta? Rasulullah bersabda, ”Bagi tiap-tiap umat itu fitnah dan sesungguhnya fitnah umatku adalah harta.” (HR At-Tirmidzi dan Hakim).

Maka, mengajari mereka membelanjakan harta dengan benar sesuai haknya menurut syari’at, selain sebagai bagian penting dari proses pembentukan adab, juga merupakan bekal berharga dalam mengantarkan mereka menjadi manusia dewasa masa depan. Kemampuan men-tasharruf-kan harta sangat penting bagi proses ta’dib bersebab lurusnya mereka dalam urusan harta, berpengaruh pada sikap mereka terhadap ilmu dan dien. Wallahu a’lam bish-shawab.

*) Mohammad Fauzil Adhim | Penulis buku Segenggam Iman Anak Kita | twitter @kupinang 
Powered by Blogger.
close