Kajian Utama : Bahagia Menyambut Ramadhan
Oleh : M. Edy Susilo, M.Si.
Ramadhan
insya Allah sebentar lagi tiba. Berbahagialah
kita yang menanti-nantikan dan menyambut Ramadhan.
Mengapa kita harus berbahagia?
Ada beberapa
alasan. Pertama, setiap ibadah sejatinya memerlukan persiapan dan perencanaan
yang matang. Persiapan itu bersifat ruhaniyah maupun jasmaniyah. Para jamaah calon haji, misalnya, pada
umumnya mempersiapkan diri sebaik-baiknya beberapa bulan atau beberapa tahun
sebelumnya. Contoh yang lain mengenai pentingnya persiapan ibadah, pernahkan kita—para
laki-laki—karena
sesuatu hal terlambat mengikuti ibadah sholat Jum’at?
Kekusyukan beribadah akan berbeda dengan jamaah lain yang lebih seksama
mempersiapkan ibadahnya, kendati saat itu kita masih bisa mengikuti khutbah dan
sholat Jumat. Berkaitan dengan ibadah Ramadan, apa yang akan kita nikmati dan
kita raih di bulan tersebut akan sangat tergantung dengan bagaimana kita
mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum bulan mulia itu datang.
Kedua, bulan
Ramadhan memang memiliki keistimewaan yang
luar biasa. Ketika membaca khutbah Rasulullah menyambut Ramadhan,
kita merasakan bahwa Ramadhan adalah bukti
kasih sayang Allah yang amat besar kepada manusia yang lemah. “Sungguh
telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan
maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari
yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam
demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama. Inilah bulan ketika kamu diundang
menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi
tasbih, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabb-mu dengan niat yang tulus dan hati
yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca
Kitab-Nya”.
Ketiga, meniti hari demi hari selama
hidup di alam fana ini kadang membuat kita merasa lelah secara batiniah. Ibarat
hand phone yang dipakai terus menerus
kita perlu di-charge. Kita perlu
beristirahat. Ramadhan adalah
waktu yang tepat untuk mengisi baterei jiwa kita. Setelah pengisian selesai,
kita siap melanjutkan perjalanan kembali dengan energi yang lebih besar.
Menyambut Ramadhan dalam
rumah juga perlu dimulai dari para orangtua yang dengan antusias menyambut
bulan ini. Sebelum Ramadan datang, orangtua perlu untuk menceritakan
keutamaan-keutamaan Ramadhan atau
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di bulan mulia ini. Hal ini penting
untuk disampaikan kepada anak-anak supaya mereka memiliki pemahaman yang benar
mengenai Ramadhan.
Anak-anak kadang keliru menangkap dan mengartikan informasi yang berseliweran
mengenai Ramadhan.
Misalnya, Ramadhan dianggap
sebagai bulan yang penuh beban; Ramadhan mengakibatkan sakit maag (karena
banyak iklan obat sakit maag yang gencar ditayangkan selama bulan Ramadhan).
Orangtua juga perlu menceritakan
pengalaman-pengalaman masa kecil yang menarik, unik dan indah selama bulan
Ramadhan. Dengan
menempatkan diri kita pada posisi anak, maka diharapkan mereka akan tertarik
untuk beribadah Ramadhan. Namun,
tentunya tahapan dalam melaksanakan ibadah Ramadhan perlu disesuaikan dengan usia
anak. Mengkondisikan anak untuk beribadah Ramadhan bisa diibaratkan sebagai sebuah
“investasi” di mana ketika mereka tumbuh dewasa, ketaatan untuk menjalankan
ibadah telah terbentuk.
Selanjutnya, kita perlu
menyampaikan bahwa ibadah Ramadhan bukan hanya memberi efek individual saja, tetapi
juga harus berdampak ibadah sosial. Selain puasa, mengkaji Al Qur’an atau shalat
tarawih, kita diingatkan untuk bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin,
memuliakanlah orangtua, menyayangi yang muda, menyambungkan tali persaudaraan, menjaga
lidah, dan mengasihi anak-anak yatim.
Ketika kelak kita keluar dari bulan
Ramadhan, bukan
bararti seluruh kebaikan itu kita tinggalkan. Justru di sebelas bulan kemudian
itulah akan menjadi semacam “buah” dari ibadah Ramadhan kita.
Seperti halnya para haji yang kemabrurannya akan dilihat bukan hanya dari
ibadah tanah suci,
melainkan justru dari perilaku mereka setelah kembali ke tempat tinggal
masing-masing. Wallahu a’lam bishowab
M. Edy Susilo, M.Si. Dosen
Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta | Redaktur Majalah Fahma
foto http://smaluqmanalhakim.com/
Post a Comment