Keterampilan Bertanya kepada Anak


Oleh : Irwan Nuryana Kurniawan, M.Psi.

Salah satu keuntungan terbesar yang kita miliki dari mendengarkan dan mencoba untuk memahami apa yang disampaikan anak-anak adalah kita memiliki kesempatan memahami dan menjawab  dengan lebih baik pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak-anak kepada kita.

Biasanya, anak-anak prasekolah akan mengajukan pertanyaan tentang topik-topik yang ”mudah” dan seringkali tidak menuntut jawaban yang detail yang seringkali kebanyakan orangtua ragu untuk menjawabnya.

Sebagai sebuah contoh, ketika seorang anak taman kanak-kanak bertanya kepada ibunya, ”Aku berasal dari mana?”. Sebagaimana kebanyakan orangtua yang  beranggapan bahwa anak-anak usia demikian sudah cukup umur untuk memahami sebuah percakapan awal  tentang ”burung dan lebah”, maka sang ibu dengan antusias menjelaskan siklus kehidupan binatang tersebut kepada anaknya, termasuk penjelasan detail tentang ”telur-telur” induknya dan sejenisnya. Ketika sang ibu selesai bercerita, sang anak merasa heran mendengarkan jawaban panjang lebar ibunya karena baru saja di sekolah dia mendengarkan anak perempuan teman sekelas yang baru pindahan ke sekolahnya mengatakan  bahwa dia berasal dari Cianjur ketika ditanya guru dari mana asalnya.

Jadi, jika kita merasa tidak yakin  dengan apa sebenarnya maksud dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak-anak, kita bisa mencoba untuk mengajukan sejumlah pertanyaan untuk mendapatkan kejelasan. Biasanya dengan melakukan seperti ini akan memberi kita pemahaman yang lebih baik apa yang sebenarnya ingin anak-anak ketahui, juga memberikan waktu bagi kita untuk merumuskan dengan lebih baik jawabannya.  Proses seperti ini juga akan membantu anak-anak untuk merasa lebih didengarkan dan lebih percaya diri terhadap kemampuannya untuk berkomunikasi efektif dengan Anda dan mungkin juga dengan orang lain. Proses seperti Ini juga menjadi sangat penting ketika berhubungan dengan topik-topik yang berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan bagi anak maupun orangtua seperti seksualitas, alkohol atau obat-obatan.

Jika anak-anak mengajukan sebuah pertanyaan kepada kita dan kita sedikit pun tidak memiliki gambaran apa jawabannya, maka kita bisa membantu melatih keterampilan penyelesaian masalah anak-anak kita dengan cara mengajukan kembali pertanyaan seperti,” Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan hal tersebut. Menurutmu bagaimana?”

Insyaallah sialog seperti ini kemungkinan akan berlanjut dan sangat membantu kita mendapatkan jawaban yang tepat atas pertanyaan yang diajukan anak-anak. Atau mungkin saja kita pada akhirnya menyimpulkan bahwa tidak ada seorang pun di antara kita yang tahu jawabab atas pertanyaan tadi. Proses seperti ini juga menjadi sangat penting bagi anak-anak karena mengajarkan kepada anak-anak bahwa tidak sempurna itu sesuatu yang OK dan tidak perlu tahu jawaban setiap saat. Proses ini, meskipun tidak memungkinkan bagi para orangtua untuk selalu mengetahui jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan anak mereka, tetap memberi kesempatan kepada para orangtua untuk mendorong rasa ingin tahu anak-anak mereka dengan mendengarkan, memahami, dan tidak menghakimi.

Ketika anak-anak membawa sebuah topik yang sensitif, terutama jika topik tersebut merupaka sesuatu yang berada di luar jangkauan pengetahuan kita,  cobalah untuk mengajukan sejumlah pertanyaan sehingga memberi kita sedikit waktu untuk menyesuaikan terhadap topik tersebut dan untuk memastikan bahwa kita  memahami pertanyaan-pertanyaan mereka. Ini juga menjadi penting bagi anak-anak untuk mengetahui bahwa kita akan mendengarkannya, tanpa menjadi marah atau berteriak. Tanggapan negatif atau menghakimi terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak-anak sebelum kita benar-benar mengetahui semua informasinya  merupakan cara terbaik untuk memastikan bahwa anak-anak tidak akan pernah mau membawa topik-topik sensitif itu lagi kepada orangtuanya.

Karena kita akan memiliki percakapan secara reguler di setiap akhir hari, minggu, dan bulan, sekarang kita tidak perlu khawatir lagi bahwa anak-anak akan belajar bahwa mereka gagal atau mereka merasa diabaikan. Ketika kita membiasakan keterampilan bertanya ini sejak anak-anak prasekolah dan berlanjut hingga mereka remaja, maka kita akan menemukan bahwa kita menjadi terbiasa (tidak mudah terpancing emosi lagi) mendengarkan topik-topik  yang menimbulkan ketidaknyamanan dan karena keterampilan mendengarkan kita menunjukkan perbaikan, merek juga akan memperbaiki kemampuannya untuk berkomunikasi dengan kita tentang masalah-masalah yang lebih penting.


Irwan Nuryana Kurniawan, Pimpinan Redaksi Majalah Fahma | Dosen Psikologi Universitas Islam Indonesia
foto https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNADTLd_p5UqlMW_nAQEFAWZIm0Ucr0s2ofF9_Dxy2jWLmFKGqOilEVqLxAjLVvy6hGkiAiOI_hb3-aQZdgL7M5wwEQWd9sFCH-huGdSv86lj0Z6D74ZiHjdZ4nKURkMtT9v3rxXZ8z_A/s1600/foto+muslimsandtheworld+com.jpg
Powered by Blogger.
close