Memahami Perkembangan Emosi Bayi (Usia 0 – 1 tahun)
Oleh : Dr. Hepi Wahyuningsih
Pada waktu bayi lahir, kehidupan emosional bayi belum terlihat jelas. Bayi
yang baru lahir hanya baru dapat menunjukkan ketertarikan pada stimulasi yang
menarik (misalnya mencari-cari suara ibu) atau menarik diri dari stimulus yang
tidak menyenangkan (misalnya menangis ketika mendengar suara keras). Beberapa
bulan setelah lahir, kehidupan emosional bayi mulai terlihat jelas. Emosi bayi
ini terlihat jelas dari ekspresi wajah bayi. Emosi yang terlihat pada beberapa
bulan setelah bayi lahir sering disebut emosi dasar. Ada empat emosi dasar yang
mulai terlihat pada bayi, yaitu: gembira/senang, marah, sedih, dan takut.
Emosi kegembiraan mulai terlihat ketika bayi berusia sekitar 2 bulan. Bayi mulai melakukan apa
yang disebut dengan social smile, yaitu tersenyum ketika bayi melihat
wajah manusia. Emosi ini sangat berguna untuk mempererat hubungan bayi dengan
pengasuh. Ketika bayi tersenyum pada pengasuh, pengasuh akan membalas dengan
senyuman. Setelah membalas senyuman bayi, pengasuh biasanya kemudian akan
mengajak bicara bayi, bayi membalas dengan ocehan. Hubungan timbal balik inilah
yang mempererat hubungan bayi dengan pengasuh. Pada usia sekitar 3 atau 4
bulan, bayi mulai tertawa bahkan mungkin sampai terbahak-bahak. Kurang lebih
umur satu tahun bayi sudah memiliki beberapa jenis senyuman. Emosi gembira bayi
selain berfungsi untuk mempererat hubungan bayi dengan pengasuh, juga berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan bayi. Ketika bayi sedang senang/gembira, adalah
waktu yang tepat untuk memberikan stimulasi/mengajari bayi.
Emosi dasar yang terlihat kemudian adalah emosi marah, emosi ini mulai
terlihat jelas saat bayi berumur kurang lebih 4 bulan. Emosi marah ini muncul
seiring dengan bertambahnya kemampuan motorik dan kemampuan berpikir anak. Jadi
bersyukurlah orangtua ketika bayinya mulai menunjukkan emosi marah karena ini
pertanda kemampuan berpikirnya bertambah. Emosi marah ini memiliki fungsi untuk
melindungi diri dan menghadapi rintangan. Emosi marah yang muncul menunjukkan kondisi
bayi sedang dalam keadaan tertekan. Oleh karena itu, emosi marah pada bayi
perlu dikelola/direspon oleh orangtua untuk menghilangkan rasa tertekan bayi
dan sekaligus mengajari bayi untuk mengelola emosi marahnya.
Emosi sedih mulai muncul pada usia kurang
lebih 6 bulan. Emosi sedih merupakan respon bayi trehadap rasa sakit, respon
terhadap hilangnya sebuah obyek, dan respon terhadap perpisahan dengan
pengasuh. Umumnya terjadi ketika hubungan bayi dengan pengasuh terputus.
Misalnya bayi menangis meski hanya ditinggal sebentar oleh ibunya. Kesedihan
yang terlalu lama pada bayi dapat menimbulkan depresi pada bayi. Misalnya bayi
yang ditinggal ibunya pergi merantau dalam waktu yang lama atau seperti kasus
anaknya ibu Prita yang terpaksa harus terpisah dari Bu Prita karena Bu Prita di
penjara.
Emosi takut merupakan emosi dasar yang muncul belakangan. Emosi takut pada
bayi berfungsi untuk melindungi bayi dari bahaya, misal bahaya karena merangkak
ataupun berjalan. Bersamaan dengan munculnya emosi takut ini, pada bayi muncul
kecemasan terhadap orang asing yang sering disebut stranger anxiety.
Anak mulai menunjukkan rasa takut pada orang yang tidak dikenalnya. Rasa takut
pada orang yang tidak dikenal juga melindungi bayi dari bahaya. Intensitas
ketakutan ini bervariasi tergantung dari temperamen bayi. Bayi yang memiliki
temperamen mudah akan menunjukkan sedikit rasa takut pada orang asing,
sedangkan bayi yang memiliki temperamen sulit akan menunjukkan rasa takut yang
besar pada orang asing. Intensitas takut pada orang asing juga dipengaruhi oleh
pengalaman pertama bayi dengan orang asing. Jika pengalaman pertama bertemu
orang asing menyenangkan, biasanya intensitas ketakutan pada orang asing
menjadi rendah.
Ketika bayi berusia antara 7 – 10 bulan ia juga mulai mampu mengenali emosi
orang lain. Bayi mampu memasangkan antara suara dengan ekspresi wajah. Kemampuan
ini kemudian digunakan oleh bayi untuk merespon suatu situasi. Bayi
mengandalkan reaksi emosional orang yang dipercaya untuk memutuskan bagaimana
merespon dalam suatu situasi. Oleh karena itu, bagaimana pengasuh bereaksi
terhadap suatu situasi akan sangat berpengaruh pada bagaimana bayi bereaksi
terhadap suatu peristiwa. Jika pengasuh adalah seorang yang pencemas, dia akan
mengajari bayi untuk menjadi pencemas juga. Sebaliknya, jika pengasuh adalah
orang yang tenang dalam bereaksi terhadap suatu peristiwa, maka bayi juga
belajar untuk tenang dalam mereaksi sesuatu. Allohu’alam bi shawab.
Dr. Hepi Wahyuningsih, Dosen Psikologi Universitas Islam Indonesia
foto https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGcOnrM3Vtw6MAhSBEdlMYG50PYfRdfvtuD1FG95oRvI52tA-6jlHY8F2drD8iwydboJQbXRf3ocCB1522gp8mTdE5vcAlwxEoBk8eDM4SLNddfRN3QvQxieBxyMBXE5ILhTYb4E0WYwEw/s1600/perkembangan+bayi.jpg
Post a Comment