Mengenalkan Rasa Kecewa Pada Anak Sejak Dini
oleh : Herwin Nur
Kewajiban
Orang Tua
Apakah mitos atau fakta, jika perilaku ibu hamil saat mengelola
rasa ngidam, jika tidak dituruti atau diwujudkan, akan berdampak pada
pembentukan karakter bayi dalam kandungan. Artinya, ada benang merah, terjadi
korelasi antara ngidam sang ibu dengan cikal bakal karakter dan watak,
khususnya rasa kecewa, yang menurun pada anak. Embrio rasa kecewa diawali dan
ditentukan sang ibu yang tentunya bertimbal balik dengan peran sang ayah.
Peribahasa ‘bukan salah bunda mengandung’ harus
dicermati dengan cerdas, jangan ditafsirkan karakter anak sudah dicetak dari sono-nya.
Bahkan sebagai pengingat betapa faktor didik/ajar anak tidak bisa seperti air
mengalir, sesuai perjalanan waktu atau kondisi pahitnya : tergantung nasib.
Walau ‘sumber air’ menentukan kadar dan kualitas anak. Agar terasa lebih
gayeng, kita ingat makna peribahasa ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’, bukan
sekedar menggantungkan watak turunan atau menerima nasib tanpa melakukan
perubahan.
Kita sadari bahwa karakter anak merupakan resultan,
bahkan hasil sinerjitas babat, bibit, bobot, dan bebet ayah ibunya. Kewajiban
orang tua, dimulai saat mereka belum sebagai orang tua. Proses bertemunya jodoh
memang didominasi ikhtiar perjuangan cinta lelaki mencari calon ibu untuk
anaknya. Kaum Hawa tidak sekedar memposisikan diri, mematut diri, serta duduk
yang manis karena berstatus sebagai ‘bunga’, yang siap dikerubungi, dikelilingi
dan diperebutkan ‘para kumbang’.
Aspek utama lanjutan yang harus dilakukan orang tua dalam
menerapkan faktor didik/ajar anak setelah lahir, adalah memanfaatkan indera
yang sudah dipunyai anak, sekaligus memberi asupan kepada hati. Kita mengacu
[QS An Nahl (16) : 78] : “Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.”
Langkah
Bijak
Jadi, orang tua wajib menyiapkan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pembekalan sampai pendayagunaan ‘pendengaran, penglihatan dan hati’ anak. Ayat di atas, sebagai acuan dalam menerapkan pasal
didik/ajar. Ternyata
rasa kecewa anak bisa kita amati sejak lahir.
Tumbuh kembangnya rasa kecewa berjalan
paralel. Di satu sisi, sebagai awal munculnya rasa kecewa yaitu ketika rasa
haus tidak segera direspon ibunya, sang bayi mengeluarkan sinyal tangis. Di
sisi lain, bayi punya bakat untuk melakukan sesuatu, punya keinginan untuk
berbuat bagi dirinya sebagai tanda ‘pendengaran, penglihatan dan hati’ mulai berfungsi. Bayi
dengan keterbatasan pengetahuannya, tidak bisa melakukan yang diinginkannya,
muncul rasa kecewa. Bayi bisa merasa jika yang menyapa sekedar basa-basi, atau
yang mendatangi hanya formalitas atau bahkan tidak bersahabat.
Radar bayi masih peka. Saat tidur lelap
tampak tersenyum, diartikan sedang dialog atau melihat sesuatu. Bayi mampu
mendeteksi suasana lingkungannya. Daya respon bayi ke hawa atau aura orang
didekatnya sangat canggih. Bahkan ketika ibunya memberi ASI dengan setengah
hati, mata masih berat atau tidak niat, apalagi sambil ngedumel, bayi merasa
tidak nyaman.
Cara orang tua mengenalkan rasa kecewa
dimulai saat calon ibu sedang ngidam, sejak kelahiran sampai masa pemberian
ASI, hingga saat golden age anak. Teknik jitu dengan berkomunikasi. Anak
jangan ditipu dengan rayuan, jangan dialihkan perhatiannya, bahkan jangan
dicari kambing hitamnya jika anak tak terpenuhi keinginannya atau gagal
melakukan sesuatu. Paparkan fakta, jelaskan langkah yang selayaknya dilakukan
anak, tentunya dengan bahasa anak.
Herwin Nur, Pemerhati Dunia Anak
Post a Comment