Unggah-Ungguh yang Terlupakan
Oleh : Atiek Setyowati,
S.Si.
“Hai, Andi!
Kok tidak permisi dulu,” ucap salah satu anak yang sedang berdiskusi bersama
teman-temannya.
“Iya, Bu Guru
kan selalu mengingatkan kalau melewati orang harus permisi dulu!”
sahut teman lainnya.
“Ya! Ya! Maaf,”
jawab Andi.
Kejadian di atas
mungkin sering kita jumpai di sekolah, di rumah atau di tempat-tempat lainnya
bukan? Sebuah kenyataan yang sangat miris karena unggah-ungguh (sopan santun)
sudah mulai luntur dari anak-anak sekarang.
Sikap unggah-ungguh
(sopan santun) dan tata krama (etika) sebagai bentuk kearifan masyarakat sepertinya
sudah mulai terkikis. Anak –anak sekarang cenderung kurang peduli terhadap
kesantunan dan etika. Contohnya makan dan minum sambil berjalan, bertemu bapak
dan ibu guru tidak menyapa, tidak terbiasa mengucapkan terima kasih, tidak
membiasakan diri meminta maaf jika bersalah, kebiasaan salam dan cium tangan
dengan orang yang lebih tua mulai hilang, kebiasaan mengucapkan permisi jika
lewat di depan orang mulai jarang diterapkan, bertutur bahasa yang halus dan
tidak mengumpat juga mulai terkikis.
Munculnya
kejadian-kejadian tersebut di kalangan anak-anak bahkan remaja saat ini bisa
disebabkan karena banyak faktor. Salah satunya adalah di lingkungan keluarga.
Pendidikan dalam keluarga yang kurang menekankan unggah-ungguh (sopan santun)
dan tata krama kepada anak-anaknya. Hal ini bisa disebabkan karena faktor
rendahnya pendidikan dan pengalaman orangtua, kesibukan orangtua sehingga tidak
sempat memperhatikan pendidikan sopan santun dan etika. Atau orangtua kurang
memandang pentingnya sopan santun serta etika dan hanya mengutamakan pendidikan
akademis saja.
Faktor
masyarakat di sekitar lingkungan tempat tinggal juga memiliki andil dalam
membentuk sikap anak. Di lingkungan yang padat penduduknya biasanya masyarakat
kurang memperhatikan kesantunan dan etika anak, sering memberikan contoh yang
tidak baik dengan bicara kasar, mengumpat, bergunjing dan sebagainya.
Pendidikan di sekolah juga memiliki andil dalam penanaman sikap siswa. Guru
berperan sebagai pengajar sekaligus pendidik. Namun ada hal yang mulai
terlewatkan dari peran guru terhadap siswanya, yaitu terkadang lupa untuk
menyentuh sisi kesantunan dan etika dalam perilaku siswa. Hal ini menyebabkan
siswa kurang menunjukkan perilaku santun dan beretika yang merupakan nilai luhur
dan baik yang dijunjung masyarakat. Kepedulian guru menyentuh sisi tersebut
dalam setiap pembelajaran dan meneladani dalam sikap maupun perbuatan guru itu
sendiri merupakan cara yang dapat ditempuh untuk menjadikan peserta didik sebagai
insan yang cerdas dan terampil (hard skills) serta santun dan beretika (soft
skills).
Untuk itu, agar
tercipta anak-anak yang santun dan beretika dibutuhkan keseimbangan antara
pendidikan di rumah, masyarakat dan sekolah. Hal yang paling utama adalah
pendidikan di rumah, orangtua sangat berperan penting dalam mendidik
anak-anaknya untuk berlaku sopan dan santun..
Upaya yang
perlu dilakukan orangtua adalah dengan mulai membiasakan kata “tolong”saat
meminta bantuan anak anda, “terima kasih” saat dia sudah membantu anda.
atau “maaf” saat anda berbuat salah kepadanya. Jangan merasa malu karena
harus mengucapkan kata-kata tersebut. anak belajar mencontoh dari apa yang
orangtuanya lakukan. Bila kita sudah membiasakannya sejak dini mereka dengan
sendirinya akan menggunakan kata-kata tersebut. Jika kebiasaan itu sudah
membudaya, orangtua harus tetap memantau
dan mengawasinya dengan cara:
Tips mengajarkan unggah-ungguh
Selalu ingatkan dia untuk bersikap sopan. Misalnya saat berkunjung
ke rumah saudara atau teman, biasakan si anak juga menyapa. Dengan begitu, anak
akan belajar menempatkan diri dan menjadi tahu kapan dia harus menyapa orang
yang lebih tua.
Perbanyak pujian. Berikan pujian verbal saat dia bersikap sopan kepada
temannya. dari sini anak akan merasa dihargai karena telah melakukan hal yang
benar.
Jangan permalukan dia saat dia melakukan kesalahan. Jika anak
melakukan kesalahan, janganlah langsung memarahinya di depan banyak orang. Akan
tetapi beritahu dia dengan lembut agar dia dapat meminta maaf dan menyadari
kesalahannya.
Selalu berikan waktu dan kesempatan. kita tidak bisa membuat anak
menjadi sopan dalam sekejap. penanaman sikap sopan membutuhkan waktu dan
proses.
Memelihara hubungan orang tua dan anak yang baik. Berkomunikasi dan
setia mendampingi anak agar senantiasa bersikap baik. Di waktu senggang ajaklah
anak bermain, membaca cerita agar anak belajar berinteraksi dengan orang lain.
Jika peran orangtua sudah baik dengan anak, maka dengan sendirinya
ketika anak di sekolah maupun di lingkungan rumahnya akan baik juga. Orangtua,guru
dan masyarakat adalah teladan bagi mereka.
Atiek
Setyowati, S.Si., Guru SDIT Salsabila 3 Banguntapan, Bantul
foto https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9OEDtfBjJL5HhGMphZJfnhmHiNpaeXO9BB6RAs72HXlyvATqNQOvGrM3WXU3JTOchRjz1mnneUy7ep4iLMd29Fla9Bt7MoL1pQHSHAzNzg6VzQ11h59QfB_RRA6PItIIyCAgGWpuPrs0U/s320/164879_144235108968672_136360586422791_246904_7636375_n.jpg
Post a Comment