Kolom Prof In : Pengawasan dan Kebersamaan dengan Anak
Oleh : Prof.
Dr. Ir. Indarto, D.E.A.
Pada
saat memberikan sambutan di forum pengajian dosen di kampus kami, Ketua Forum,
yang juga salah satu pimpinan universitas, menceritakan bahwa beberapa hari
sebelumnya, beliau bersama
para pimpinan bidang kemahasiswaan berbagai perguruan tinggi, telah diundang
oleh Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi di Jakarta.
Dalam
pertemuan tersebut diungkapkan bahwa saat ini, generasi muda kita sedang menghadapi
berbagai ancaman yang luar biasa, salah satunya adalah narkoba. Mendengar
berita ini, saya langsung teringat akan cerita tentang seorang ibu rumah tangga
yang sangat terpukul, hampir putus asa. Ketika suatu hari ada petugas polisi
datang ke rumah untuk mencari putranya, yang baru kelas dua SMP, karena terlibat
dalam jaringan peredaran narkoba.
Kedua
orangtuanya tidak habis pikir, anaknya yang termasuk masih kecil, sudah
terlibat kegiatan itu. Padahal selama ini, mereka sudah berusaha menyekolahkan
putranya di sebuah SD Islam berbiaya sangat mahal, dan SMP-nya pun juga sebuah sekolah
milik yayasan keagamaan. Bahkan setiap berangkat ke sekolah, si ibu mengantarnya
sendiri. Namun, mengapa masih bisa terpengaruh dan bahkan sudah terlibat ke
jaringan penjualan barang haram. Ternyata, upaya untuk menjaga putranya itu
masih ada kelemahannya, yaitu setelah selesai sekolah, si ibu membiarkan kalau anaknya
tidak langsung pulang. Kesempatan itulah yang menyebabkan putranya terlibat
dalam peredaran narkoba.
Mendengar
cerita itu, saya dan istri sangat bersyukur. Alhamdulillah, Allah Ta’ala telah
mengizinkan saya dan istri waktu
itu untuk bersepakat agar berusaha mengawasi anak-anak dengan kebersamaan dan
kehati-hatian. Anak sulung laki-laki, ketika di sekolah dasar kami ikutkan
antar jemput pada jasa angkutan yang pengemudinya kami kenal dengan baik. Bahkan
hubungan ini kami pelihara secara khusus. Kami selalu mengalokasikan waktu
untuk bersilaturahim ke rumah beliau, karena dia merupakan wakil orangtua untuk
mengawasi anak saat berangkat dan pulang sekolah. Ini sangat kami rasakan,
karena di antara
para langganan antar jemput, anak kami mendapatkan perhatian (bukan pelayanan)
yang sangat baik.
Setelah lulus SD, ternyata lokasi
SMP Muhammadiyah-nya di luar jalur antar jemput, sehingga saya lakukan sendiri untuk mengantar sekalian
pergi ke kantor. Istri berangkatnya agak siang karena harus menyelesaikan
pekerjaan rumah. Sedangkan pulangnya bergantian dengan istri, siapa yang
berkesempatan. Hal ini berlangsung sampai dia masuk di SMA Muhammadiyah.
Sebetulnya, menjelang naik ke kelas
dua, dia pernah minta izin
untuk berangkat dan pulang naik sepeda motor. Namun kami tidak memperbolehkan,
karena usianya belum genap 17
tahun, berarti belum berhak mendapatkan SIM
atau Surat Izin
Mengemudi. Saya dan
istri sepakat untuk memberikan contoh baik pada si anak untuk mematuhi
peraturan lalu-lintas, dengan tidak mengendarai sepeda motor di jalan raya
tanpa SIM.
Satu
hal yang saat itu membuat kami bersyukur adalah tidak adanya protes dari si
anak, meskipun hampir semua teman-temannya yang rumahnya jauh naik sepeda
motor. Apakah ini dikarenakan dia pernah sekolah dan mengalami hidup di
Perancis, negara yang masyarakatnya sangat patuh dalam menjalankan peraturan
lalu lintas, atau mungkin karena dia tidak berani membantah keputusan
orangtuanya. Namun yang kami ingat, dulu saat di sana, dia pernah memprotes
keras ibunya pada saat menyeberang jalan tidak melewati zebra-cross dan juga saat berjalan di atas rumput di sebuah taman.
Konsekuensi dari la rangan untuk tidak naik sepeda motor sendiri tersebut,
membuat kami harus tetap mengantar dan menjemput dia. Berangkat pagi sekali, sebelum
sampai kantor kami menurunkan dia di sekolah, dan saat pulang menjemputnya.
Kami harus mengatur waktu dan jalur, karena terhadap ketiga anak, kami
perlakukan hal yang sama. Namun, baru saat ini kami menyadari, apa yang dulu
kami anggap sebagai kewajiban semata, dan mungkin orang lain melihatnya sebagai
sebuah “kerepotan”.
Sekarang kami merasakannya
sebagai sebuah anugerah. Karena waktu itu Allah Ta’Ala telah mengizinkan kami melewati
waktu kebersamaan dan pengawasan yang lebih lama bersama anak-anak.
Prof.
Dr. Ir. Indarto, D.E.A. Guru Besar
Universitas Gajah Mada, Pimpinan Umum Majalah Fahma
foto http://fajar.co.id/wp-content/uploads/2015/02/sekolah.jpg
Post a Comment