Mengajak Anak Mau dan Berani Berkeringat
Murid SDIT Hidayatullah Yogyakarta Kegiatan Entrepreneurship |
Oleh Herwin Nur
Lumpuh
Sosial
Wajar kalau orang tua bangga jika
teman main anaknya di jalanan segudang. Tidak peduli siapa atau bahkan tidak
sekedar yang sebaya. Orang tua merasa anaknya mampu berinteraksi sosial, bisa
menjalin hubungan antar anak di lingkungan sosialnya. Semakin bangga kalau
kawan yang bertandang ke rumahnya berlimpah. Jangan diartikan jika anak kita
menjadi anak rumahan, tidak dikenal di lingkungan tempat tinggalnya, bukan
masuk kategori anak gaul, menjadi lumpuh sosial.
Anak yang dibiarkan bergaul di pasar
bebas dunia remaja, walau di lingkungan tempat tinggal yang mudah dikontrol,
dikendalikan dan diawasi, tetapi jika tanpa dibekali ilmu dan pengetahuan,
ibarat membiarkan anak terjun bebas. Anak bebas gaul bukannya tanpa dampak, bukannya
tanpa efek sosial, terlebih yang punya geng anak. Waktu sibuk di luar rumah
mendominasi tumbuh kembangnya anak, membentuk karakter anak sejak dini berdasarkan
norma jalanan. Tak terasa anak dicekoki aturan main anak jalanan.
Jangan kaget dan heran, saat di rumah,
adab anak terhadap orang tuanya, anak tanpa risi dan sungkan menggunakan bahasa
gaul, bahasa jalanan. Anak menerapkan norma jalanan di rumahnya. Menganggap
orang tua sebagai temannya. Ironis, orang tua, terlebih yang suami isteri
kerja, menganggap kedemokratisan anak menjadi hal yang wajar. Pulang kerja
orang tua maunya istirahat, tidak mau direpoti urusan anak. Di hari libur,
orang tua inginnya istirahat. Total jenderal, seolah tak ada waktu luang untuk
berinteraksi dengan anak.
Pekerjaan
Rumah
Dibangunkan pagi berulang kali, anak
malah marah-marah. Begitu bangun, tambah marah karena Pekerjaan Rumah (PR) dari
sekolahan belum dikerjakan. Semalam sibuk menikmati acara, adegan dan atraksi
yang ditayangkan media penyiaran televisi. Atau pulang main malam hari, orang
tua sudah tidur, tanpa pikir panjang anak langsung masuk kamar tidur.
Kejadian yang mendasar ini karena
menyangkut pembentukan karakter anak, nyaris tipikal terjadi di setiap rumah
tangga. Khususnya di perumahan yang dihuni oleh kaum pendatang yang mengadu
nasib di ibu kota negara maupun ibu kota provinsi dan kota besar lainnya. Regenerasi sudah terjadi di perumahan, namun seolah terjadi perulangan yaitu
orang tua saat melaksanakan kewajiban orang tua terhadap anaknya berdasarkan
pengalaman. Apa yang dialami sampai menjadi orang tua, diterapkan kepada
anaknya. Semacam copas dalam kehidupan rumah tangga atau berkeluarga.
Perubahan yang dilakukan, lebih ke
arah agar anak tidak bikin masalah di rumah, anak dibiarkan tidak gagap
teknologi. Anak yang belum paham atau mengenal calistung (baca, tulis, hitung)
sudah diberi mainan berbasis teknologi. Anak sudah tidak buta alat teknologi
informasi dan komunikasi sejak dini. Orang tua membiarkan anaknya yang masih di
bawah umur mengendarai motor. Gaya anak mengendarai motor di jalan lingkungan
perumahan, bukan hal yang layak diacungi jempol.
Masalah
Bangsa
Di luar lingkungan perumahan yang kami
huni, yang tidak mau disebut sebagai penduduk asli, ternyata ada kejadian
perpaduan lemah sosial dan pekerjaan rumah. Anak SMP mengancam bapaknya jika
tidak dibelikan motor tidak mau sekolah, mau mogok sekolah. Uang muka motor
terjangkau, namun angsuran yang menjadi kendala.
Salah satu keluarga di pribumi,
anaknya mampu meraih ijazah S1. Karena lokasi tempat kerja yang jauh dari rumah
orang tuanya, akhirnya sang anak pilih duduk manis di rumah. Mengikuti anjuran
teman mainnya sejak kecil, butuh dan minta modal ke orang tuanya. Mau buka
usaha. Sudah ciri etnis ybs, terpaksa jual tanah. Pengorbanan orang tua belum
terbalaskan oleh anaknya. Tetap menganggur.
Jika ditarik benang merahnya, ternyata
jika anak tidak diajak bekerja sejak dini ada dampaknya. Biasakan anak di rumah
bekerja untuk kepentingan diri sendiri, misal merapikan tempat tidur, menyapu
kamar, mencuci baju, mencuci pring gelas bekas pakai. Inisiatif dan kreatifitas
anak terpicu dan terpacu sejak dini dengan berkontribusi mengerjakan urusan
rumah tangga.
Mungkin ada sebagian orang tua yang kasihan dan lebih membiarkan
anak tumbuh alami. Anak terbiasa disuapi, sudah bermodal ijazah S1 saja masih menunggu
perintah, bahkan tidak mau berkeringat. Tidak mau bersusah payah. Jika kondisi
ini melanda dan menjadi penyakit generasi muda, jangan salahkan bunda
mengandung.
Post a Comment