Kajian Utama : Adab Bagi Pengajar
Oleh
R. Bagus Priyosembodo
Kebaikan
pada majelis ilmu amat dipengaruhi adab yang diterapkan. Baik oleh murid maupun
oleh guru. Pengabaian adab akan mengurangi kebaikan dalam majelis ilmu. Ada
seperangkat adab bagi para penyampai ilmu. Baik adab berangkat dari tempat
tinggal, sikap batin dalam diri, maupun adab ketika di dalam kelas.
Tatkala
hendak mengajar, guru sebaiknya bersuci dari hadats dan junub, membersihkan
diri, memakai wewangian, serta mengenakan pakaian baik yang ia miliki dan
patut. Amal ini bermaksud untuk memuliakan ilmu dan mengagungkan syari'at. Bahkan
keterjagaan kebaikan tidak hanya ditentukan oleh amalan di dalam majelis ilmu.
Saat guru berangkat dari tempat tinggalnya akan menjadi bagian awal kebaikan
ilmu.
Saat
keluar rumah, guru hendaknya membaca doa yang diriwayatkan dari Rasulullah,
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tersesat atau disesatkan; dari
tergelincir atau digelincirkan; dari menzhalimi atau dizhalimi; dari melakukan
kebodohan atau dibodohi orang lain; agung perlindungan-Mu dan mulia
sanjungan-Mu; dan tiada Ilah selain Engkau."
Doa
ini mengingatkan sedari mula untuk berhati hati hingga tidak menyesatkan,
menggelincirkan, menzhalimi, dan membodohi orang lain dalam berhubungan.
Terutama majelis belajar mengajar.
Setiba
di majelis ilmu hendaknya ia duduk dengan tenang, anggun, tawadhu', khusyu',
dengan bersila atau cara duduk lain yang pantas dan sopan. Cara duduk pengajar
yang jelek dan tidak patut memburukkan majelis.
Guru
hendaklah membagi perhatian dan menghadapkan wajah secara sewajarnya kepada
seluruh hadirin sesuai kebutuhan. Hendaknya ia memberikan motivasi dan dorongan
kepada orang yang berbicara, bertanya atau berdiskusi dengannya dalam suatu
persoalan dengan cara memberi perhatian lebih dan menghadap ke arahnya, meskipun
dia seorang anak kecil dan lemah. Jika guru memalingkan wajah dan berlagak
seperti orang yang pongah maka akan mengesankan kesombongan pada dirinya.
Guru
tidaklah mengeraskan suara melebihi yang diperlukan. Tidak pula melirihkan
sehingga tidak bisa terfahami maksud pembicaraan yang disampaikan. Suara yang
dikeraskan berlebihan akan menjelekkan kesan pembawaan guru dan akan
mempercepat capek. Suara yang terlalu lirih kan menyulitkan murid.
Hendaklah
guru tidak berbicara sambung-menyambung terlalu cepat, namun berbicaralah
dengan intonasi tenang, sistematis dan perlahan. Tampak lebih wibawa
bermanfaat. Ia sendiri dan pendengarnya punya kesempatan untuk berpikir.
Diriwayatkan bahwa cara berbicara Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa alaihi wasallam adalah bagian demi bagian,
sehingga pendengarnya dapat memahami apa yang beliau maksud. Terkadang beliau
mengulangi kalimatnya sampai tiga kali, dengan tujuan agar dapat dimengerti.
Seorang
guru menjaga majelis pelajarannya dari kegaduhan, sebab kegaduhan itu merusak.
Juga menjaga dari suara-suara keras tidak terkendali serta arah pembicaraan
yang simpang-siur. Semua hal ini menghambat penyampaian ilmu.
Sebagian
murid perlu ditegur guru. Karena berlaku yang melampaui batas, kurang ajar
(suu'ul adab), atau enggan menerima kebenaran setelah tampak nyata. Dia
berteriak-teriak tanpa ada perlunya, bersikap meninggikan diri di hadapan orang
lain yang lebih utama darinya. Juga murid yang bertindak mengganggu majelis
dengan berbicara sendiri dengan temannya, atau tertawa-tawa, atau melecehkan
salah seorang hadirin. Dalam menegur ini hendaklah menggunakan cara yang tidak
menimbulkan mafsadah yang lebih besar.
Bersikap
adil dan tidak pilih kasih dalam membahas pelajaran dan berbicara merupakan hal
penting. Ketidakadilan akan menyakitkan serta memicu kebencian. Hendaklah guru
bersedia mendengarkan pertanyaan dari arah datangnya meskipun berasal dari anak
kecil. Jangan merasa enggan untuk mendengar pertanyaan itu karena akan
menyebabkan lepasnya faedah yang lebih besar. Terkadang pengajar perlu membantu
orang yang bertanya. Sebagian mereka berkesulitan mengungkapkan secara fokus
tentang pokok permasalahannya. Sulit memilih kata kata yang tepat. Baik karena
malu atau keterbatasan pemikiran. Jika
maksud utama dari penanya sudah dapat ditangkap, maka betapa baik guru
membantunya untuk mengungkap isi pikirannya, memperjelas maksud pertanyaannya
dan menolak pandangan orang lain yang keliru terhadapnya.
Seorang
penyampai ilmu tidaklah gegabah menyelenggarakan suatu pengajaran jika ia tidak
memiliki keahlian dalam bidang tersebut. Ia akan terjatuh dalam kesalahan
karena tidak menguasai. Ia akan mempermalukan dirinya. Tindakan berbicara
sembarangan juga dipandang sebagai mempermainkan agama dan memperlakukan orang lain dengan tidak pantas.
R.
Bagus Priyosembodo, Ustadz
dan Penulis Kajian Utama Majalah Fahma | Twitter @orangawam1
Foto Murid SDIT Hidayatullah Yogyakarta saat halaqah taklim
Post a Comment