Kajian Utama : Mengembangkan Kreativitas dengan Membangun Kepribadian Islami
Oleh : Galih
Setiawan
Kreativitas adalah
sebuah bagian penting dalam proses pendidikan anak. Semua anak
yang lahir di dunia pasti mempunyai sisi kreativitas, tapi dalam kadar
yang berbeda. Tinggi rendahnya kreativitas anak dipengaruhi oleh dua hal,
yaitu faktor genetik (bawaan lahir) dan faktor lingkungan. Kreativitas ini akan
tumbuh secara optimal jika kedua faktor dipadukan secara baik. Seperti
perkembangan kepribadian, perkembangan kreativitas anak terkait erat dengan
pola asuh. Hubungan yang dekat antara orangtua dengan anak memberikan dasar
bagaimana dan sejauh mana anak dapat mengembangkan kreativitasnya. Pengasuhan
yang dilandasi oleh hubungan yang hangat, nyaman, dan mendukung akan menghasilkan
keleluasaan pada anak untuk mengembangkan dirinya, termasuk juga
mengembangkan kreativitas.
Karena itu,
mengembangkan kreativitas anak tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh upaya
keras, berkesinambungan, serta kesabaran ekstra untuk melalui tahap demi
tahap,sesuai perkembangan kemampuan berpikir anak. Tentu saja kita tidak
sekedar ingin membentuk anak yang bukan hanya sekedar kreatif, namun juga
berkepribadian Islami.
Orangtua dapat
membangun kepribadian Islam pada anak yang tercermin dari pola pikir dan
pola sikap anak yang Islami. Orangtua yang paham akan senantiasa merangsang
aktivitas berpikir dan bersikap anak sesuai dengan standar Islam. Menstimulasi
aktivitas berpikir dilakukan dengan cara menstimulasi unsur-unsur/komponen berpikir
(indera, fakta, informasi dan otak). Aktivitas bersikap adalah aktivitas dalam
rangka pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri (beragama, mempertahankan
diri dan melestarikan jenis).
Menurut Hilman
Rosyad dalam sebuah makalahnya di situs academia.edu, orangtua dapat
menstimulasi alat indera anak dengan cara melatih semua alat indera sedini
mungkin. Ajak anak mengamati, mendengarkan berbagai suara, meraba berbagai tekstur
benda, mencium berbagai bau dan mengecap berbagai rasa. Menstimulasi
otak dilakukan dengan cara memberi nutrisi yang halal dan bergizi yang
diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak sejak dalam kandungan serta
banyak menghadirkan fakta daninformasi yang dapat diserap oleh anak.
Menstimulasi
informasi diarahkan untuk meyakini adanya Pencipta melalui fakta-fakta
penciptaan alam.
Orangtua
juga bisa membacakan cerita, mengajari anak untuk selalu mengaitkan fakta baru
dengan informasi yang sudah diberikan,serta menghindarkan anak dari fakta dan
informasi yang merusak dengan cara menseleksi tayangan TV, buku dan majalah. Perlu dipahami oleh orangtua, bahwa anak
memahami standar secara bertahap seiring dengan kesempurnaan akalnya. Anak usia
dini belum sempurna akalnya. Namun, orangtua tetap perlu mengenalkan
standar-standar kepada anak secara berulang-ulang tanpa memaksa anak untuk
melakukannya. Biasakan pula mengenalkan dalil kepada anak. Orangtua juga
hendaknya senantiasa menghadirkan keteladanan yang baik pada anak di mana saja
mereka berada.
Orangtua
yang paham tidak akan menuntut anaknya untuk sama dengan anak lainnya. Kita dapat
membentuk kepribadian anak kita, tetapi bukan untuk menyamakan karakter mereka.
Umar ra., Abu Bakar ra. dan sebagainya tidak memiliki karakter yang sama
meskipun masing-masing mereka merupakan pribadi-pribadi yang Islami. Keunikan mereka
justru menjadikan mereka ibarat bintang-bintang yang gemerlapan di
langit,terangnya bintang yang satu tidak memudarkan terangnya bintang yang
lain. Begitu pula halnya dalam hal kreativitas mereka. Setiap sahabat adalah
insan kreatif. Masing-masing memiliki kreativitas sendiri-sendiri. Salman
al-Farisi adalah penggagas Perang Parit, Umar bin Khaththab adalah penggagas
ketertiban lalu-lintas, Abu Bakar ash-Shiddiq adalah penggagas tegaknya sistem
ekonomi Islam, Khalid bin Walid adalah penggagas strategi perang modern dan
masih banyak lagi sederet kreativitas para sahabat.
Yang
menjadi masalah sekarang, para orangtua sering kurang bersungguh-sungguh
untuk mengembangkan kreativitas anak. Anak dipaksa untuk mengikuti apa
yang menjadi trend sekarang. Seolah-olah para orangtua lebih suka jika anak
menjadi fotokopi orang lain ketimbang dia tumbuh sebagai suatu pribadi yang
utuh. Karena kepribadian menentukan kreativitas, seorang muslim pada hakikatnya
memiliki potensi kreatif lebih besar dibandingkan dengan umat-umat lainnya.
Post a Comment