Kecerdasan Linguistik pada Anak
Oleh Zakya Nur Azizah
“Bunda, kenapa
bebek kakinya dua? Kok burung bisa terbang? Kok ikannya di air?” Celotehan anak
seperti itu kadangkala sering membuat kita sebagai orangtua kewalahan dalam
menjawab. Bahkan banyak di antara kita yang kesal kemudian menjawab sekenanya.
Padahal sebenarnya kekritisan anak seperti ini merupakan salah satu tanda bahwa
dia memiliki kecerdasan linguistik yang baik. Kecerdasan linguistik sangat
berkaitan erat dengan kecerdasan kognitif anak. Berarti ketika anak “cerewet”,
kecerdasan kognitif nya berkembang
dengan baik.
Proses bertanya
merupakan fitrah bagi kehidupan seorang anak. Hal ini dikarenakan pada masa
pertumbuhannya, sel-sel neuron otak anak tidak begitu saja menelan setiap
informasi. Dia selalu mempertanyakan sebelum disimpan lekat dalam file
memorinya.
Anak yang banyak
bertanya sebetulnya karena ia memiliki segudang rasa keingintahuan tinggi akan
berbagai hal. Pada masa ini perkembangan otaknya sangat pesat. Anak merasakan
haus akan informasi dan pengetahuan. Makanya tidaklah mengherankan bila anak
sering bertanya ini dan itu. Bersyukurlah kita ketika anaknya melewati masa
bertanya. Masa ini hanya terjadi sekali seumur hidup. Bahkan menurut para ahli,
jika anak kita kurang suka bertanya, maka orangtua harus memancing supaya anak
banyak bertanya.
Pastinya, dengan
banyak bertanya bisa membuat anak lebih pintar. Sebab, ketika anak melihat
sesuatu, otaknya pun berproses sehingga muncullah keingintahuan, yang lalu
keluar dalam bentuk pertanyaan. Kemudian, otak akan menerima
informasi–informasi baru yang akan memperkaya pengetahuannya. Perbendaharaan
kata yang dimilikinya pun bertambah. Ini akan mendukung peningkatan
kecerdasannya.
Sebagai orangtua
yang merupakan madrasah utama dan pertama bagi anak, sangat penting untuk
memberikan stimulasi positif supaya perkembangan linguistik anak bisa optimal.
Bagaimana melakukannya? Berikut ini beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam
mengembangkan kecerdasan linguistik anak.
Pertama, sediakan bermacam media literasi untuk anak. Media literasi seperti koran, buku anak, iklan, kertas, pensil, dan
semacamnya harus disediakan di tempat yang bisa diakses oleh anak yang sedang
belajar. Misalnya meja belajar anak atau rak buku pendek yang bisa diakses
anak. Ketersediaan media literasi ini bisa mengembangkan kesadaran awal
literasi, terutama dalam aspek tertulis (print). Menurut Larrick (1988)
berbagai alat dan bahan untuk membaca dan menulis akan memperkuat perkembangan
literasi dini. Anak akan terbiasa berinteraksi dengan media literasi dan
bereksplorasi dengannya.
Kedua, mendemonstrasikan beragam kegiatan literasi
dan libatkan anak untuk mengalaminya. Anak belajar dari
keteladanan. Jika orangtua terbiasa membaca dan menulis, maka anak akan
mencontoh hal tersebut. Karena itu, pada saat orangtua melakukan kegiatan
literasi baik membaca atau menulis, libatkan anak dalam kegiatan tersebut.. Hal
ini kadangkala jarang dilakukan orangtua karena biasanya mereka tidak mau diganggu
ketika membaca atau menulis. Jika memang ada hal penting yang harus segera
diselesaikan, dan tidak ingin mendapat gangguan, lakukan aktifitas tersebut di
malam hari dan sediakan waktu luang khusus untuk kegiatan literasi dengan anak.
Perkembangan anak tidak kalah pentingnya dengan masalah pekerjaan.
Ketiga, melibatkan
anak dalam interaksi literasi. Salah satu ciri
keluarga yang baik adalah keluarga yang literat yang di dalamnya terjadinya
diskusi tentang apa yang anggota keluarga lihat, lakukan, dan alami termasuk
berbagai buku yang mereka baca, musik yang mereka dengar, atau film yang mereka
lihat. Ketika orangtua membicarakan pengalaman sehari-hari, disarankan
melibatkan anak dalamnya. Atau, ketika orangtua dan anak anak yang sedang membaca
dongeng sebelum tidur, orangtua mungkin dapat menceritakannya dari beragam
aspek dongeng yang berbeda misalnya mengangkat aspek latar, alur cerita, dan
penokohan tanpa menggunakan istilah literasi yang abstrak. Interaksi literasi
inii akan mempercepat dan meningkatkan pembelajaran dan apresisasi literasi
anak.
Zakya Nur
Azizah, Ibu rumah tangga, Tinggal di Yogya
Post a Comment