Menanamkan Kesabaran dan Perjuangan untuk Memperoleh Sesuatu
Oleh : Ahmad Baihaqi
Menangis selalu jadi senjata
andalan anak saat keinginannya tidak dituruti. Orangtua mana yang tega
mendengar anaknya menangis? Apalagi jika tangisannya semakin keras, ditambah
raungan, teriakan, hingga berguling-guling di lantai. Hati pun menjadi luluh
seketika.
Menghadapi anak-anak yang
menangis atau marah, orangtua harus tetap tenang. Anak-anak sangat fokus pada
ekspresi wajah, nada suara dan bahasa tubuh. Jika mereka marah atau khawatir,
mereka hampir tidak mendengar kata-kata kita. Jangan berteriak atau
membentaknya, karena mereka berhenti untuk mendengarkan dan tidak merasa takut.
Jadi, orangtua harus tenang dan tegas. Tatap matanya, tunjukkan kalau kita
tidak menyukai apa yang dia lakukan. Mintalah padanya dengan baik, untuk
berhenti melakukan hal tidak baik.
Jika orangtua memiliki peraturan
baik di rumah maupun di luar rumah, usahakan selalu menerapkannya. Bila
sewaktu-waktu orangtua membiarkannya, anak-anak malah bingung dan beranggapan
tidak masalah jika melanggar peraturan. Konsistensi sangat penting agar anak tidak
membuat orangtua menurutinya.
Orangtua memang harus memuji anak saat
mereka melakukan hal baik dan memberikan hukuman jika anak melanggar
peraturan. Hal ini untuk menunjukkan pada anak setiap hal memiliki konsekuensi. Jangan segan untuk memberikan
hadiah atau sekadar pujian, jika anak mendapat nilai bagus atau membantu
mengerjakan pekerjaan rumah.
Sayang anak tidak berarti mengabulkan semua
keinginan atau permintaannya. Ada kalanya orangtua perlu mengatakan “tidak”
kepada si kecil. Hal ini bukan tanpa alasan. Terbiasa dituruti semua
permintaannya, bisa menyebabkan si kecil tumbuh menjadi pribadi yang manja dan
keras kepala. Sebagian anak, akibat pemanjaan yang berlebihan, akhirnya tumbuh
dengan daya juang yang rendah, dan memiliki daya tahan terhadap stres yang
rendah pula.
Akibatnya, ia menjadi mudah
tertekan saat keinginannya tidak tercapai, merasa orangtuanya tidak lagi peduli
dan menyayanginya seperti dulu (ketika keinginannya dituruti!). Nah, untuk
itulah, sejak dini, anak harus
diajarkan bahwa segala sesuatu yang kita inginkan, meski hal yang berguna
sekalipun, seringkali membutuhkan kesabaran dan perjuangan untuk
mendapatkannya. Bagaimana caranya?
Pertama,
ajarkan anak belajar membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Tak
mudah bagi anak, terutama balita, untuk memahami apa itu keinginan dan
kebutuhan. Pengaruh teman, sering kali membuatnya meminta sesuatu yang
nampak menarik baginya. Anda perlu menjelaskan apa saja yang masuk dalam
kategori keinginan atau kebutuhan. Misalnya, “Adik butuh pensil, kan, untuk
menulis? Nanti Mama belikan, ya. Tapi, kalau Adik minta pensil dengan hiasan
boneka di atasnya, itu namanya keinginan. Mama tidak bisa memberikan pensil
seperti itu sekarang, karena harganya lebih mahal dibanding pensil biasa.”
Kedua,
berikan alasan mengapa kita tidak memenuhi keinginannya. Katakan
padanya bahwa sikap kita ini didasari oleh perasaan sayang dan bertanggung jawab
terhadapnya. Misalnya, “Mama bisa saja membelikanmu pensil boneka. Tapi nanti
teman-teman di kelas kamu pasti juga ingin punya pensil bagus seperti itu.
Kasihan, kan, kalau mereka menangis dan merengek minta dibelikan pensil itu
juga kepada mamanya?” Anda sekaligus mengajarkannya untuk menjadi anak
yang berempati pada sesamanya.
Ketiga,
membuat daftar prioritas. Dalam satu periode tertentu, ada
kalanya kita diperkenankan untuk berkata “ya”, misalnya sebulan sekali, sehabis
pembagian rapor, atau setelah ia mengerjakan tugas tertentu. Meski begitu,
tetap harus ada aturannya. Kita bisa mengajak si kecil membuat skala
prioritas keinginan. Minta ia menyebutkan apa saja keinginannya, urutkan mulai
dari yang paling diinginkan sampai yang paling tidak diinginkan. Dari daftar
itu, kita dan si kecil bisa berkompromi mengenai keinginan mana yang bisa ia
dapatkan dalam waktu dekat ini.
Ahmad
Baihaqi, Pemerhati
dunia anak
Post a Comment