Parenting : Apa Yang Diharapkan dari Anak Kita?
Oleh Mohammad Fauzil Adhim
Setiap anak lahir dalam keadaan baik. Jujur merupakan salah satu kebaikan. Maka tugas orangtua dan guru bukan menumbuhkan kejujuran, sebab anak memang lahir dalam keadaan jujur. Tidak ada anak yang pandai berbohong semenjak bayi. Tugas pendidiklah (guru maupun orangtua) untuk menjaga sekaligus mengokohkan kejujuran dalam diri anak di kehidupan sehari-hari. Tanpa kejujuran, anak tidak akan memiliki integritas pribadi.
Saya termasuk orangtua yang sangat keras terhadap masalah ini. Saya menghindari hukuman fisik, tetapi untuk masalah kejujuran, saya dapat bersikap keras kepada anak. Salah seorang anak saya pernah berbohong kepada saya. Ini terjadi ketika dia masih SD. Dia berbohong karena tahu apa dilakukannya itu salah dan dia bermaksud menutupinya dengan kesalahan berikutnya, yakni berbohong. Ketika itu, saya bersikap keras kepadanya, meskipun sesudah dia mengakui kesalahannya, saya memeluk dia.
Jadi, ketika anak melakukan kesalahan, jangan memberi hukuman berlapis-lapis. Kehangatan tetap diperlukan, termasuk untuk meneguhkan semangatnya berubah dan menginsyafi kesalahan.
Saya teringat dengan peristiwa ketika Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam mengeluarkan kurma zakat dari mulut cucunya, sebab keluarga Nabi diharamkan memakan harta zakat. Ini sikap sangat tegas dari seorang kakek kepada cucunya. Dan kakeknya adalah sebaik-baik pemberi petunjuk, yakni Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam yang beliau tidaklah bertindak dengan hawa nafsu. Tindakan yang cenderung keras untuk masalah tersebut, hikmahnya menjadikan anak menghindari syubhat. Jangankan yang haram, syubhat pun dihindari dan dijauhi sejauh-jauhnya.
Kasusnya memang sangat berbeda. Tetapi saya mengambil sikap keras untuk ketidakjujuran yang dilakukan anak saya, sebab ini induk perbuatan dosa. Dari aspek yang lain, kejujuran --lebih-lebih di masa kecil-- sangat penting bagi terbentuknya kompetensi personal, yakni kecakapan mengelola dirinya. Ini berpengaruh besar terhadap karakter.
Jika kejujuran sudah tidak ada, maka mudah baginya untuk lepas tanggung-jawab dan tidak mau mengambil resiko kesalahannya sendiri. Hilangnya kejujuran juga memudahkan anak untuk melempar tanggung-jawab, mengorbankan teman, lalu melakukan kesalahan-kesalahan berikutnya. Boleh jadi sebuah kesalahan, termasuk yang cukup fatal, awalnya anak melakukan secara tidak sengaja. Tetapi jujur dan tanggung-jawab tetap penting. Boleh jadi anak memang tidak sengaja melakukan kesalahan. Tetapi membiarkan anak mengelak dengan melakukan ketidakjujuran, ini justru berakibat fatal.
Mengabaikan ketidakjujurannya disebabkan anak melakukan kesalahan tidak sengaja, justru mengajarkan anak untuk merusak kepribadiannya. Boleh jadi anak memang tidak sengaja melakukan kesalahan, tetapi jangan menguatkan ketidakjujurannya dengan mengabaikan. Ini membahayakan kepribadiannya di masa yang akan datang maupun imannya. Bahkan motivasi otonom (autonomy motivation) pun, yakni kemampuan anak memotivasi diri sendiri, sangat dipengaruhi oleh kejujurannya. Tentu saja, jujur merupakan salah satu komponen penting motivasi otonom. Ada komponen lain yang juga berperan.
Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku | Twitter @kupinang | FB Mohammad Fauzil Adhim
Post a Comment