Sesuai Tahap dan Kebutuhan
Oleh : Bagus
Priyosembodo
Pendidikan dan
pengajaran terhadap anak dilangsungkan dalam rangka mendewasakannya dalam
kebaikan. Pemberian ajaran padanya dilakukan secara bertahap. Begitulah cara
baiknya. Anak akan mendapat madharat apabila harus menanggung beban yang belum
sepadan dengan kemampuannya.
Dr. Saad Riyadh menukilkan hadits Muadz dalam
menjelaskan jiwa dalam bimbingan Rasulullah untuk menunjukkan pentingnya
pengasuhan jiwa dalam bimbingan penerapan aturan Allah ini.
Ketika Rasulullah mengutus Mu’adz bin Jabal
ke Yaman, untuk mendakwahi ahlul kitab. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas,
bahwa Nabi mengutus Mu'adz ke Yaman. Pesan beliau kepada Mu'adz: "Serulah
mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan
Allah. Jika mereka mematuhi hal itu maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah
mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu setiap sehari semalam. Jika mereka
mematuhi hal itu maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat
kepada mereka yang dipungut dari mereka yang kaya untuk dibagikan kepada mereka
yang miskin". Apabila mereka mematuhi seruanmu itu maka tariklah zakat
mereka tersebut dan setelah itu peliharalah keselamatan harta mereka.”(HR.
Bukhari dalam kitabul zakat).
Dengan gamblang hadits tuntunan Rasul
itu menjelaskan bahwa berbagai kewajiban dari Allah Ta’ala itu membutuhkan pentahapan dalam penyampaiannya. Bersebab
manusia membutuhkan hal itu. Lazimnya, mereka tidak mampu menanggung bebanan
sekaligus. Jiwa dan pikiran mereka memerlukan tingkatan demi tingkatan. Dakwah
dan pengajaran yang Rasul tuntunkan mengingatkan kepada kita untuk tidak
mengabaikan pengasuhan jiwa dan pikiran ini. Meskipun terhadap orang dewasa,
apalagi terhadap anak anak. Semangat yang besar dalam mewujudkan kebaikan sama
sekali tidak boleh mengabaikan kaidah ini.
Dalam semangatnya untuk menjadikan anak
berprestasi, guru dan orangtua mestilah memegang teguhi kesabaran dan
keikhlasan dalam membersamai anak bergiat proses belajar.
Kesabaran amat dibutuhkan dalam
perjalanan belajar. Ketiadaannya akan menghalangi kesempurnaan belajar. Bahkan
bisa mematikannya. Kita lihat sebagian anak penuntut ilmu mempunyai semangat
membara di awal masanya. Kemudian meredup didera kebosanan. Berbagai sebab
turut menghasilkan keadaan ini. Di antaranya adalah metode menuntut ilmu yang
tidak tepat, pembelajaran yang tidak berjenjang, dan tidak memprioritaskan
penguatan kaidah dasar.
Semestinya, seseorang mengambil ilmu
sedikit demi sedikit sesuai dengan kadar kemampuannya. Ia menaiki tangga. Tapak demi tapak menanjak
ke atas. Sesiapa yang tergesa gesa hendak mencapai puncak, apalagi tanpa
kewaspadaan, ia bisa gagal mencapai puncak karena terjatuh.
Para ulama sering menjelaskan : “Barangsiapa
yang tidak menguasai materi-materi ushul (pokok/dasar), dia tidak akan
memperoleh hasil”. Ketergesaan yang mengabaikan penguatan dasar
hanyalah membangun hal yang rapuh. Mudah runtuh. Mungkin akan segera tampak
indah menjulang tapi tidak berumur panjang.
Demikian juga kita dapati nasehat para
ulama yang amat berharga, “Barangsiapa yang mempelajari ilmu
langsung sekaligus dalam jumlah yang banyak, akan banyak pula ilmu yang hilang” (Hilyatu
tholibil ‘ilmi, Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid)
Itulah beberapa penyakit penting yang
mesti dipahami dan diwaspadai agar perjalanan panjang anak dalam menuntut ilmu
tidak menjadi layu sebelum berkembang. Menjaga semangat belajar dan menempanya
agar tak mudah patah. Hal ini bisa jadi lebih penting daripada sekedar berlari
kencang untuk menyelesaikan materi pelajaran yang banyak atau segera menjadi
sosok membanggakan. Buat apa mendapat tepuk tangan riuh rendah untuk seratus
meter pertama dan sesudah itu kehabisan tenaga. Padahal jarak nan ditempuh
masih lima ribu meter jauhnya.
Lalu sabar dan seksama membangun pondasi
yang kokoh. Tidak gegabah dan ceroboh melewati fase ini. Ada cukup banyak orangtua
dan pengajar yang kurang perhitungan dalam menjejali anak dengan materi yang
berlimpah. Atau mengerjakan kesalahan dengan ragam yang berbeda, yakni
melakukan rancangan pengajaran yang baik dengan cara tidak seksama.
Bagus Priyosembodo, Penulis Kajian Utama Majalah
Fahma.
Admin : @emthorif
Foto : Google
Post a Comment