Cerdas di Rumah : Kiat Pendidik Sukses
Oleh : Nur Imam Mahdi
Waktu kosong merupakan gejala penyakit yang harus segera
kita cegah sebelum benar-benar menjadi penyakit. Jangan sampai waktu kita
terbuang sia-sia. Kalau orang Barat punya semboyan time is money, orang Arab punya semboyan al waktu kasayyif, kalau orang Indonesia kira-kira apa ya? Nah
bicara tentang waktu kosong tadi terkadang naluri kita muncul. Kira-kira
sesuatu apa yang bisa kita lakukan dan juga bermanfaat bagi diri kita?
Berangkat dari kesulitan ekonomi, akhirnya saya memilih
untuk mengajar di TK Arif Rahman Hakim, Maguwoharjo, Yogyakarta dengan tujuan
mencari pengalaman dan biaya tambahan untuk kuliah. Sungguh sangat sedih, sebab
awalnya yang muncul dalam benak saya hanyalah uang. Saya juga tidak menyalahkan
diri sendiri, orangtua, bahkan Tuhan. Tapi saya juga berterimakasih karena
dengan hidup keterbelakangan ekonomi membuat otak, otot dan jiwa spiritual saya
bergerak.
Dengan izin kepala sekolah yang akrab dikenal dengan Ayah
Widi, beruntung saya diperbolehkan untuk tinggal bersama di lembaga Arif Rahman
Hakim. Di sini selama 4 bulan saya menggeluti dunia anak. Tak lepas dari itu
semua, banyak kegiatan yang harus saya lakukan. Di antaranya bersih-bersih dari
dalam hingga luar lingkungan TK, mengajar TK B dan kuliah, Khusus hari Ahad, saya
fokuskan mengikuti kajian Ahad di Asrama An- Nahl yang memang sebelumnya saya
sudah tinggal di sana.
Alhamdulillah, saya juga
tidak menyangka bisa mengajar seperti ini padahal sebelumnya saya belum pernah
berkecimpung di dunia anak. Mungkin ini sebagai pijakan awal untuk melangkah
sebagai orang hebat. Ya, saya pernah mendengar kata-kata ini dari salah seorang
aktivis SPA (Silaturahim Pecinta Anak), dan ini sangat perlu untuk kita
tanamkan pada diri kita dan orang lain khususnya untuk para pendidik. Jika kita
ingin semangat dalam hidup, kita harus menanamkan tiga jiwa pekerja ini pada
diri kita. yakni,
Pertama, kerja keras. Kerja
keras merupakan wujud semangat kita untuk mencapai sesuatu yang sangat kita
inginkan. Kerja keras merupakan sebuah perjuangan, dan sesuatu yang didapat
dengan perjuangan itu akan terasa lebih manis dari pada gula dan lebih enak
dari pada sate.
Kedua, kerja cerdas. Walaupun
kita tipe pekerja keras, namun jika tidak diimbangi dengan kerja cerdas, hasilnya
akan kurang atau tidak efisien. Pertama
kali saya mengajar, anak-anak lebih suka dibimbing ustadz/ah yang lain
daripada saya. Saya bingung sampai-sampai kebingungan itu saya bawa sampai rumah
setelah tiga kali seperti itu. Akhirnya ketemu juga solusinya. Ternyata anak
itu juga ingin sosok gurunya itu aktif dan mengerti mereka, bukan hanya
transfer ilmu. Di sini kita dituntut cerdas dalam menghadapi berbagai situasi,
baik dalam penyampaian ataupun pendekatan. Besoknya lagi saya mencoba untuk
lebih aktif. Ternyata mereka merasa senang sekali. Itulah wujud dari kerja
cerdas, kita bisa merencanakan, membuat, dan melaksanakan model atau cara kita
mengajar dan akhirnya anak akan mudah dan senang dengan ilmu yang kita berikan.
Ketiga, kerja ikhlas. Ikhlas
merupakan elemen pertama kita jika kita mengerjakan sesuatu. Tanpa dilandasi
dengan ikhlas, sudah tentu apa yang kita lakukan hanya hampa. Kita sulit
menerima sesuatu jika sesuatu itu kurang sesuai dengan kita. Kita menjadi
kurang semangat, kita gampang mengeluh.
Banyak dampak negatif yang lainnya yang jika kita tidak mengamalkan rasa
ikhlas tersebut. Hal inilah yang membuat
saya tambah semangat dalam menjalani hidup terutama rutinitas saya sebagai guru
Taman Kanak- Kanak. Karena tiga jiwa pekerja ini sudah saya terapkan. Intinya
bagi pendidik pemula yang baru mengajar atau belum berpengalaman dalam mengajar
harus memperhatikan tiga jiwa pekerja yang sudah saya uraikan.
Sebenarnya kalau kita
menyadari memang benar adanya, kunci sukses pendidik dalam mengajarkan
pembelajaran terletak pada tiga pilar, yakni kerja keras, kerja cerdas, dan
kerja ikhlas. Jadi ketiga ini tidak bisa ditinggalkan oleh para pendidik.
Nur Imam Mahdi, Mahasiswa
STPI Bina Insan Mulia Yogyakarta
Admin @emthorif
Post a Comment