Kajian Utama : Berlibur ke Perpustakaan
Oleh : Dr. Subhan
Afifi, M.Si.
Seorang ibu keluar menggandeng anak balitanya dengan
wajah ceria dari sebuah gedung yang menjulang ke langit. Tampak mereka sedang
“berdiskusi” tentang sesuatu yang baru mereka “baca”. Di dalam gedung itu, ada sebuah
ruangan besar yang asri nan nyaman. Anak-anak bisa “jungkir balik” di situ,
atau melahap aneka buku bergizi senikmat mereka mengunyah pizza. Para orangtua
pun tampak serius dengan buku-buku dan sumber bacaan digital. Jelas tertulis di
depan pintu masuknya “Children and Parenting”. Ya, saya sedang berada di
Central Library, milik sebuah negeri yang mungil: Singapura. Ruang bacaan untuk
orangtua dan anak-anak memang didesain khusus di lantai dasar. Lantai-lantai
berikutnya, saya lupa jumlahnya, diperuntukkan untuk buku-buku berdasarkan
jenis ilmu.
Saya terkesan, betapa mereka sangat menghargai buku dan
para pencinta buku. Tengoklah bagaimana para petugasnya melayani para
pengunjung dengan ramah dan sigap. Ketika saya ke lantai 8, tempat buku-buku
ilmu sosial berada, petugas jaga dengan sigap menanyakan buku apa yang saya
cari. Setelah menyodorkan judul buku dan pengarang yang saya peroleh dari
komputer katalog, petugas pria bermata sipit itu dengan senyum mengembang
mengantar saya ke rak tempat buku yang saya cari berada. Di lantai 11, saya
mencari sebuah buku berjudul “Future Television”, petugasnya meminta saya
menunggu 10 menit. “Buku ini, ada di lantai yang lain, akan saya ambilkan,”
katanya. Tepat 10 menit, petugas datang dengan buku berwarna cerah. “Apakah buku
ini yang Anda cari ?” katanya dalam bahasa Inggris berlogat China. Olala,
rupanya buku itu adalah buku fiksi ilmiah anak-anak. Saya kira buku teks
tentang televisi, pantas saja dia harus turun ke lantai buku khusus anak-anak
untuk mengambilkan buku yang saya cari.
Saya jadi teringat 4 orang permata hati saya yang sedang
“gila” membaca. Andai saja mereka berkesempatan mengunjungi perpustakaan yang
mencerdaskan itu. (InsyaAllah ya Nak.. suatu saat!). Saya jadi sedih kalau
membandingkan kondisi Central Library Singapore itu dengan suasana perpustakaan
nasional atau perpustakaan daerah kita yang berdebu. Duh..
Banyak sebenarnya yang bisa dilakukan semua pihak untuk
mengejar ketertinggalan kita di dunia pustaka. Perpustakaan nasional, daerah
atau yang dimiliki perguruan tinggi sudah saatnya direformasi menjadi pusat
ilmu senyaman pusat-pusat perbelanjaan. Anak-anak (dan para orangtua) perlu
diberikan ruang khusus. Selain itu, tempat-tempat publik dapat dimanfaatkan
untuk mengembangkan minat baca. Yogyakarta misalnya, saat ini telah memiliki
sarana transportasi publik yang cukup nyaman: TransJogja. Lengkap dengan halte
bus yang representatif. Andai saja di setiap halte bus itu disediakan “Pojok
Pintar” berupa perpustakaan mini, tentu para calon penumpang yang menunggu bus
tak akan menghabiskan waktunya begitu saja. Membaca akan menjadi budaya.
Pemerintah daerah dengan dukungan sponsor sangat bisa mewujudkannya.
Dalam skala yang lebih kecil, kita bisa berbuat lebih
banyak dengan perpustakaan-perpustakaan sekolah kita. Tak masalah rasanya, jika
gedung sekolah terlihat sederhana, tetapi koleksi buku-buku perpustakaan
bertambah setiap bulan. Ruangan dan fasilitasnya dibuat paling lengkap dan
nyaman. Perpustakaan sudah selayaknya mendapat prioritas nomor satu. Para
petugas perpustakaan juga bukan ala kadarnya tetapi pustakawan profesional yang
benar-benar cinta buku.
Beruntung kami menemukan sebuah perpustakaan umum
yang nyaman di Yogya bagian utara. Tak jauh dari tempat tinggal kami. Ketika
kami sekeluarga mengunjunginya, kami semua langsung merasa betah. Koleksi
bacaannya cukup lengkap dan terseleksi. Gedung dan ruang bacaannya yang didesain
nyaman dengan suasana alam yang menyegarkan, membuat anak-anak kami sulit
diajak pulang. Rasanya waktu berlalu begitu cepat di situ. Nuha, anak ketiga
kami yang waktu itu belum bisa membaca, membawa buku cerita setumpuk untuk ummi-nya.
Minta dibacakan, sampai sang ummi terkantuk-kantuk. Perpustakaan itu bukan
milik pemerintah, atau dibangun oleh tokoh nasional yang banyak uang. Tapi
didedikasikan oleh seorang Jepang yang ingin anak bangsa ini maju. Namanya
Natsuko Shioya. Nyamannya suasana perpustakaan itu membuat saya dan istri tak
lagi bingung merencanakan liburan anak-anak.
Dr. Subhan Afifi, M.Si., Kepala
Program Pendidikan Fakultas Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta | Redaktur Ahli Majalah Fahma
Admin @emthorif
foto http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/images/preview/20130412_Rachel_Maryam_dan_Gerobak_Perpustakaan_RK_1329.jpg
Post a Comment