Kolom Prof In : Mendidik Lewat Dunia Nyata
Oleh
: Prof. Dr. Ir.Indarto, D.E.A.
Seperti
biasanya, setelah selesai silaturahim ke saudara-saudara, sebelum pulang ke
Yogya kami mampir di warung sate kambing yang cukup terkenal di Solo. Karena
saya dan istri sudah harus mulai menjaga asupan makan, maka kami hanya pesan
sate daging, berbeda dengan anak perempuan bungsu, dia pesan sate kambing
buntel, daging kambing dicacah yang dibungkus dengan lemak.
Pada
saat menunggu pesanan, tiba-tiba ada sebuah kendaraan roda empat berhenti di
depan warung dan dari pintu belakang turun seorang anak laki-laki usia SMA
sambil menjinjing sebuah keranjang, lalu kendaraan tadi pelan-pelan beranjak
pergi. Pemuda yang berpakaian rapi ini masuk ke dalam warung, tidak langsung
mencari tempat duduk, namun justru mendatangi meja kami, setelah dekat dia
membungkuk hormat. Saya pikir dia akan menanyakan sesuatu, ternyata kalimat
yang keluar adalah “Ibu, bolehkan saya menawarkan kue yang kami buat sendiri”.
“Kue ini saya buat dengan bunda tadi pagi, jadi masih baru”. Dia juga
menyebutkan harga dari masing-masing paket kue tersebut.
Mendengar
kalimat itu, kami bertiga saling berpandangan, seolah saling minta
pertimbangan, kue yang ditawarkan itu perlu dibeli atau tidak, karena selain di
rumah masih terdapat banyak kue, juga harga yang ditawarkan relatif mahal. Namun
kalau hanya dengan berpandang-pandangan, kami tidak akan bisa memutuskan, maka akhirnya
kami saling berkomunikasi dalam bahasa Perancis, agar anak laki-laki tadi tidak
mengerti apa yang kami bicarakan. Keputusan dari diskusi singkat ini, dengan
berbagai pertimbangan akhirnya kami akan tetap membeli.
Sebetulnya,
keputusan membeli itu bukannya kami ingin merasakan kuenya, tetapi justru yang ingin
kami ketahui lebih banyak adalah tentang motivasi pemuda tadi menjajakan kue. Karena
agak janggal seorang pemuda santun, berpakaian rapi, turun dari kendaraan,
tanpa rasa malu yang berlebihan, mendatangi kami hanya untuk berjualan kue. Kami
menanyakan banyak hal ke dia, mulai dari tempat tinggalnya, jumlah saudaranya,
sekolahnya, sampai pekerjaan orangtuanya. Ternyata apa yang dia lakukan itu
bukan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan, tetapi lebih kepada sebuah bentuk
proses edukasi dari orangtuanya.
Setelah
anak muda tadi pindah ke meja yang lain, kami saling berpandangan lagi, sepakat
untuk mengatakan bahwa orangtuanya telah menggunakan cara hebat dalam
memperkenalkan dunia nyata kepada anaknya. Kami termasuk yang setuju dengan
prinsip kedua orangtuanya, mendidik dengan memperkenalkan langsung dalam persoalan
hidup.
Dengan
edukasi seperti itu, si anak akan mempunyai pengalaman berhadapan dengan orang dari
berbagai karakter. Bagaimana dia harus bereaksi ketika berhadapan dengan orang yang
dengan kasarnya menolak untuk membeli. Bagaimana dia harus berterimakasih pada
orang-orang yang dengan sopannya mengatakan bahwa mereka akan membeli di lain
kesempatan. Bagaimana dia harus mempertanggung jawabkan kepada orangtua bila
tidak satupun kuenya laku.
Selain
itu si anak juga akan merasakan dan bahkan mengalami sendiri bagaimana susahnya
orang mencari rejeki, sehingga kelak dia akan bisa hidup berhemat. Kalau si
anak tadi seorang perempuan, maka kelak dia akan menghormati
suaminya yang bekerja membanting tulang mencari nafkah untuk keluarganya. Dia
tidak akan protes kepada suaminya ketika pulang tanpa membawa uang.
Selain
itu, dia juga mempunyai pengalaman untuk mengerjakan tugas selain pelajaran
sekolah. Dia harus pandai-pandai membagi waktu untuk belajar, membuat kue,
memasarkannya, membuat laporan hasil penjualan dan sebagainya. Dengan berbagai
pekerjaan dan tanggung jawab tersebut maka si anak akhirnya akan mempunyai keterampilan dalam
manajemen waktu.
Dalam
perjalanan pulang, kami masih mendiskusikan cara orangtua pemuda tadi mendidik.
Alhamdulillah, meskipun kami tidak
menggunakan cara yang sama, namun prinsip tidak berbeda, kami sudah merasakan
hasilnya. Anak-anak kami, mereka semua bertiga, atas kehendak Allah Ta’ala dalam waktu singkat bisa
mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidangnya dan mereka diterima oleh
lingkungan barunya dengan baik, bahkan ketiganya disenangi oleh atasannya. Wallahu A’lam Bishawab.
*)
Prof. Dr. Ir.Indarto, D.E.A. Guru
Besar UGM Yogyakarta | Pimpinan Umum Majalah Fahma
Admin
@emthorif
foto http://media.vivanews.com/thumbs2/2009/10/20/78216_anak_anak_menjual_cobek_300_225.jpg
Post a Comment