Pembelajaran Matematika sebagai Wahana Pendidikan Nilai
Oleh
: Dr. Ali Mahmudi
Tujuan
pendidikan kita menghendaki agar manusia yang dihasilkan melalui sistem
pendidikan kita adalah manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia serta cerdas
dan terampil. Semestinya tujuan ini dijabarkan menjadi tujuan yang lebih
spesifik dan dipraktikkan dalam pembelajaran. Sayangnya, kadang hal ini hanya
merupakan retorika belaka daripada menjadi doktrin yang harus diwujudkan. Sering,
tujuan pembelajaran yang spesifik dan praktik pembelajaran lepas dari fungsinya
sebagai penunjang terwujudnya tujuan pendidikan yang lebih umum. Sering pula,
praktik pembelajaran hanya menyentuh domain kognitif demi mencapai tujuan
pembelajaran yang bersifat material, yakni pengembangan kecerdasan, tetapi
kurang memperhatikan domain afektif demi mencapai tujuan pembelajaran yang
bersifat formal, yakni pembentukan akhlak.
Pendidikan
berbasis kemuliaan akhlak penting diwujudkan untuk menghadang lajunya proses
degradasi moral yang mengancam keutuhan jiwa anak. Pendidikan demikian sering
disebut sebagai pendidikan nilai yang merujuk pada internalisasi nilai-nilai
moral yang bersifat universal, seperti jujur, bertanggung jawab, konsisten,
amanah, setia pada janji, cermat, bijaksana, santun, dan sebagainya. Selama
ini, disadari atau tidak, pendidikan nilai hanya dibebankan pada mata pelajaran
tertentu, seperti Pendidikan Agama atau Budi Pekerti. Pandangan demikian muncul
sebagai akibat dari proses sekularisasi ilmu yang mendikotomikan antara ilmu
agama dan ilmu umum.
Para
guru mata pelajaran umum hendaknya menyadari bahwa menjadi tanggung jawabnya
pula untuk mengembangkan pendidikan nilai. Kesadaran ini perlu didukung oleh
kemampuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai dalam praktik pembelajaran. Dalam
hal ini, guru harus menguasai substansi keilmuan mereka dan memahami
nilai-nilai moral serta memahami dalam konteks apa keduanya dikaitkan.
Pemahaman dan penggunaan konteks demikian sangat diperlukan agar proses integrasi
berjalan alamiah, mengalir, tidak kaku, dan tidak mengada-ada.
Setiap
mata pelajaran berpotensi sebagai wahana pendidikan nilai. Misalnya, matematika
dengan berbagai karakteristiknya, berpotensi untuk membentuk anak yang
berkarakter cermat, kritis, logis, peka, taat azas, sistematis, menghargai
keberagaman, dan konsisten dalam bersikap, serta mampu menempatkan diri sebagai
makhluk yang beradab. Sebagai ilustrasi, dalam pembelajaran topik pengukuran,
sebelum siswa mengenal satuan pengukuran baku, mereka dapat diminta untuk
melakukan pengukuran suatu objek dengan menggunakan satuan tak baku. Diharapkan
siswa akan menemukan fakta bahwa hasil pengukuran mereka berbeda-beda, meskipun
objek yang diukur sama. Hal demikian dapat dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari
bahwa kriteria atau aturan yang berbeda akan memberikan hasil penilaian yang
berbeda pula. Sebagaimana dalam pengukuran yang memerlukan satuan baku, maka
dalam kehidupan sehari-hari juga diperlukan seperangkat hukum atau aturan baku
yang disepakati untuk menilai sesuatu. Dalam konteks lebih khusus, dapat
dipahami bahwa aturan paling baku yang digunakan untuk menilai segala sesuatu
adalah hukum Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunah Rasul.
Topik
pecahan dapat digunakan untuk membelajarkan nilai kebahagiaan dan kemuliaan.
Kita dapat menganalogikan nilai suatu pecahan dengan kebahagiaan atau kemuliaan
seseorang dan menganalogikan penyebut pecahan itu dengan kesombongan dan
kecenderungan pada nafsu duniawi. Sebagaimana besarnya nilai pecahan yang
berbanding terbalik dengan besarnya penyebut pecahan itu, maka kebahagiaan atau
kemuliaan seseorang juga berbanding terbalik dengan kesombongan dan
kecenderungannya pada nafsu duniawi. Kebahagiaan dan kemuliaan seseorang akan
sejajar dengan kerendahdiriannya di hadapan dzat yang Maha Agung, Alloh SWT.
Dalam
matematika, kita dapat mendeskripsikan suatu konsep dengan beragam definisi.
Misalnya, persegi dapat didefinisikan sebagai segiempat yang berukuran sisi
sama dan berukuran sudut sama. Persegi dapat pula didefinisikan sebagai
persegipanjang yang berukuran sisi sama. Dapat pula, persegi didefinisikan
sebagai belah ketupat yang salah satu sudutnya siku-siku. Selain itu, dapat
pula persegi didefinisikan sebagai jajargenjang yang salah satu sudutnya siku-siku
dan berukuran sisi sama. Fakta demikian dapat digunakan sebagai wahana untuk
membelajarkan pentingnya menghargai keberagaman. Diharapkan siswa menyadari
bahwa terdapat beragam cara untuk menyatakan suatu kebenaran.
Demikianlah,
matematika mempunyai beragam potensi nilai yang perlu dieksplorasi dan
diintegrasikan dalam praktik pembelajaran. Pembelajaran demikian berpotensi
menjadi pembelajaran yang lebih kaya, hidup, dan bermakna terlebih jika
didukung oleh iklim pembelajaran yang mendukung. Iklim pembelajaran yang
mendukung tersebut dapat berujud hubungan dialogis yang harmonis antara guru
dan siswa, penggunaan tutur kata yang santun, serta keteladanan perilaku.
Pendidikan nilai perlu dilakukan secara konsisten sehingga dapat menjadikan
anak sebagai probadi utuh yang tidak hanya cerdas melainkan juga berkepribadian
mulia.
Dr. Ali Mahmudi, Dosen di Prodi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
Admin @emthorif
foto https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUlbq2XGV-vaclgfb1NVXgcURAW0-AqPMW-UfHDC8rrlW5gtR0c99-hM_mNz3H0AzweMhAWRIHQ8tVqHOXdkr4PVqNx7FVp-8XfYh-ODLwvpJq0USLvP1YyrdVRTl-x5CulnUv8L8HhXs/s1600/IMG_9490.JPG
Post a Comment