Kisah Cerdas : Cambuk dan Hakim


Oleh: Dra. Asnurul Hidayati

Muhammad bin Waasi’ mempunyai hubungan dengan gubernur atau wali Basrah, Bilal bin Abi Burdah. Pada suatu hari Muhammad bin Waasi’ datang kepada gubernur ini dengan mengenakan jubah dari kain yang kasar. Beliau ditanya, ”Mengapa anda mengenakan pakaian sekasar ini, wahai Abu Abdillah?” Beliau pura-pura tidak mendengar dan tak berkomentar sepatah katapun sehingga wali Basrah itu kembali bertanya.

Bilal: ”Mengapa anda tidak menjawab pertanyaan saya wahai Abu Abdillah?”

Muhammad: “Aku tidak suka mengatakan bahwa beginilah zuhud, karena berarti aku membanggakan diri. Dan aku tidak rela mengatakannya sebagai kefakiran, karena itu menunjukkan bahwa aku tidak mensyukuri nikmat Allah, padahal sesungguhnya aku telah ridho.”

Bilal:”Apakah Anda membutuhkan sesuatu, wahai Abu Abdillah ?”

Muhammad:”Aku tidak memiliki hajat sehingga tidak perlu meminta kepada orang lain.
Aku datang untuk hajat saudara muslim.”

Bilal, ”Akan saya penuhi dengan izin Allah.”

Sang gubernur pun mengenal kesholihan dan kebijakan Muhammad bin Waasi’. Berkali-kali Muhammad bin Wasi’ diminta untuk menjadi hakim atau qadhi. Namun beliau menolak dengan tegas. Walau keputusannya itu membuat dirinya menghadapi resiko, namun beliau tidak merasa takut dan merubah keputusannya.

Beliau pernah dipanggil polisi Basrah, yaitu Muhammad bin Mundzir. Dia berkata:”Gubernur Irak memerintahkan aku untuk menyerahkan jabatan qadhi kepada Anda.” Beliau menjawab: ”Jauhkan aku dari jabatan itu. Semoga Allah memberimu kesejahteraan. ” Permintaan tersebut diulang dua atau tiga kali. Namun beliau tetap menolaknya.

Karena ditolak, kepala polisi itu marah dan berkata sambil mengancam:”Anda terima jabatan itu atau aku akan mencambuk anda sebanyak 300 kali tanpa ampun.” Beliau menjawab :”Jika engkau melakukan itu, maka engkau bertindak semena-mena. Ketahuilah bahwa disiksa di dunia lebih baik daripada harus disiksa di akhirat.”

Mendengar jawaban Muhammad bin Waasi’, polisi itu pun menjadi malu. Kemudian mengizinkan Muhammad bin Wasi’ untuk pulang dengan penuh hormat. Masya Allah, sungguh teguh hati tokoh dalam kisah tersebut. Keyakinan yang kuat membawa dirinya untuk tidak mudah menerima jabatan sebagai hakim. Hal ini karena Muhammad bin Waasi’ memiliki pertimbangan betapa beratnya memikul tanggung jawab sebagai hakim yang harus menegakkan keadilan.

Orangtua dan pengasuh yang budiman, mari kita bimbing anak-anak kita untuk belajar dari Muhammad bin Waasi’. Semoga anak kita menjadi bagian dari generasi yang kuat menegakkan keadilan . Aamiin.

Sumber : Tabi’in, DR. Abdurrahman Ra’fat Basya

Penulis: Dra. Asnurul Hidayati, Guru MI di Bantul

Admin: @emthorif
Foto: https://cdn.tmpo.co/data/2015/09/18/id_438159/438159_620.jpg
Powered by Blogger.
close