Sebaik-baik Calon Suami
Oleh : Mohammad Fauzl Adhim
Termangu aku
merenungi hadis Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam. Seolah-olah baru pagi ini
aku menjumpainya, seraya bertanya-tanya tentang diriku sendiri, adakah
kelembutan melekat padaku meski sangat sedikit, ataukah ia terjauhkan dariku
sejauh-jauhnya? Alangkah rugi, alangkah rugi orang yang terjauhkan darinya
sifat lemah-lembut.
Rasulullah
shallaLlahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ
يُحْرَمِ الْخَيْرَ
“Barangsiapa yang diharamkan baginya sifat lemah lembut
(terjauhkan dari sifat lemah lembut), maka ia terhalangi dari kebaikan
semuanya.“ (HR. Muslim).
Sesungguhnya
lemah-lembut merupakan salah satu takaran baiknya akhlak seseorang.
Lemah-lembut bukanlah hilangnya ketegasan. Bukan. Lemah-lembut lebih kepada
terjauhkannya seseorang dari sifat kasar dan empati. Tidak adanya kelembutan
pada diri seseorang, menjauhkan dia dari akhlak yang baik, jauh pula dari
segala kebaikan. Maka ketika Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam
mengingatkan agar tidak menampik pinangan orang yang baik agama dan akhlaknya,
kelembutan inilah salah satu takarannya. Meski demikian, sangat perlu kita
bedakan antara gaya ungkap pikiran maupun perasaan yang ada pada satu suku
dengan sifat lembut maupun kasar. Seseorang dapat memiliki sifat yang sangat
kasar, meskipun tutur katanya halus mendayu. Sebaliknya, kelembutan pun dapat
melekat pada orang-orang yang tumbuh dalam budaya terbuka, blak-blakan, apa
adanya.
Rasulullah
shallaLlahu 'alaihi wa sallam bahkan memperingatkan tentang betapa besar bahaya
kerusakan yang akan terjadi dari menolak pinangan orang yang baik agama dan
akhlaknya. Ini bukan berarti pembenaran bagi sebagian orang untuk memaksakan
kehendak dengan alasan ia bagus agama dan akhlaknya, tetapi hendaknya tidak
terjadi seseorang menolak orang yang baik agama dan akhlaknya disebabkan lebih
memilih orang lain karena dunia yang ada padanya. Wallahu a'lam bish-shawab.
Sabda Nabi
shallaLlahu 'alaihi wa sallam:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ
فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
“Apabila ada orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, yang
meminang putri kalian, nikahkan dia. Jika tidak, akan terjadi fitnah di muka
bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Jika bagusnya agama
berada pada diri seseorang, menyatu dengan bagusnya akhlak, maka lebih
terbentang jalan baginya untuk menjadi sebaik-baik suami, sebaik-baik kepala
keluarga. Bukankah orang yang paling baik adalah yang terbaik terhadap
keluarganya? Ia lembut pada istrinya, ringan hati mengulurkan bantuan, baik
pula kepada anak-anaknya. Ia tidak menjadi raja yang siap membelalakkan mata
kepada anak istrinya.
Rasulullah
shallaLlahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku
adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku.” (HR. Tirmidzi dan
Ibnu Majah).
Diam-diam aku termangu. Adakah itu semua pada diriku.
Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku
Admin @emthorif
Post a Comment