Menjaga Penegak Kemaslahatan
Oleh: Ust. R.
Bagus Priyosembodo
“Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya (as-sufaha), harta (mereka yang ada dalam
kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai penegak (qiyaman) kehidupan.
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang baik. Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup
umur untuk menikah. Kemudian, jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas
(pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya” (QS An
Nisaa: 5-6)
Allah
melarang para wali yang diserahi pengaturan harta untuk memberikan harta kepada
orang yang belum berkemampuan mengelola harta dengan baik ataupun belum cukup
dewasa. Meskipun mereka adalah pemilik harta tersebut, tapi tanpa kemampuan
mengelola dengan baik dan benar, mereka akan merusakkan hartanya. Atau mereka
akan berbuat kerusakan dengan menggunakan hartanya itu.
Allah
menyebut as-sufahah (orang yang
bodoh) kepada orang yang tidak mampu mengatur harta. Karena mereka tidak
mempunyai kecerdasan berkaitan harta. Tidaklah boleh berikan harta kepadanya
meskipun ia telah baligh. Ini merupakan perkara yang penting. Jika muslimin
melalaikannya maka akan menimbulkan madharat yang besar.
Demikian
juga kita dapatkan pelajaran penting, bahwa amat diperlukan pendidikan
pengelolaan harta kepada anak-anak. Agar mereka nantinya mampu mencari,
menjaga, dan mengeluarkan harta dengan baik dan benar.
Islam
memperkenalkan konsep mengenai salah satu sifat generasi muda yang layak
menjadi pemimpin di masyarakat. Mereka ialah ar rusyd (orang yang cerdas). Mereka yang telah baik mengendalikan,
menyimpan, memperbaiki, membelanjakan dan mengembangkan harta. Dengan kemampuan
semacam ini mereka akan mampu menjaga daya kekuatan umat dan tidak menimbulkan
kerusakan dengan rejeki yang telah Allah limpahkan.
Ada
beberapa kesalahan yang dilakukan orangtua atau wali dalam pendidikan berkenaan
dengan harta. Semisal memberi uang kepada anak tanpa sebab. Ketika anak meminta
uang, orangtua langsung memberi, sehingga anak terbiasa tidak
mempertanggungjawabkan harta yang ia dapatkan (untuk apa, apakah dengannya
Allah ridho). Mestinya anak menerima pendidikan bahwa uang ialah amanah Allah. Uang harus tetap disertai
pertanggungjawaban. Anak selayaknya
menerima nasihat untuk apa uang dibelanjakan.
Juga
hal yang tidak baik manakala orangtua mengajarkan belanja barang-barang yang
tidak jelas manfaatnya. Kerap menyenangkan anak dengan uang. Tanpa disertai
pelajaran tentang pembelanjaan di jalan kebaikan.
Alangkah
baik anak-anak muslimin ini menerima gemblengan, “Sesungguhnya jikalau
seseorang dari kalian itu mengambil tali-talinya -untuk mengikat- lalu ia
datang di gunung, kemudian ia datang kembali -di negerinya- dengan membawa
sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya, kemudian dengan
cara sedemikian itu Allah menjaga harga diri dari meminta-minta-, maka hal yang
semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu pada
orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya
Sesungguhnya
dunia ini untuk empat macam golongan orang yaitu: Seorang hamba yang dikarunia
rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia bertakwa
kepada Tuhannya dan mempererat hubungan kekeluargaan serta mengetahui pula
haknya Allah dalam apa yang dimilikinya itu, maka ini adalah tingkat yang
seutama-utamanya, juga seorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi
tidak dikaruniai harta, kemudian orang itu benar keniatannya, lalu ia berkata:
"Andaikata saya mempunyai harta, niscaya saya akan melakukan sebagaimana
yang dilakukan si Fulan itu -dalam hal kebaikan-, maka orang tadi karena
keniatannya tadi, pahalanya sama antara ia dengan orang yang akan dicontohnya.
Ada pula seorang hamba yang dikarunia harta tetapi tidak dikarunia ilmu
pengetahuan, kemudian ia mempergunakan hartanya dalam hal-hal yang tidak
diilmuinya. Serta ia tidak pula bertaqwa
kepada Tuhannya dan tidak suka mempereratkan tali kekeluargaannya, bahkan tidak
pula mengetahui hak-hak Allah dalam hartanya itu, maka orang semacam ini adalah
dalam tingkat yang seburuk-buruknya, juga seorang hamba yang tidak dikarunia
harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia berkata: "Andaikata saya
mempunyai harta sesungguhnya saya akan melakukan sebagaimana yang dilakukan
oleh si Fulan -yang memboroskan hartanya tersebut dalam hal keburukan-, maka
orang itu karena keniatannya adalah sama dosanya antara ia sendiri dengan orang
yang akan dicontohnya itu.
Anak-anak
perlu diantar menjadi mulia dengan harta yang di tangannya.||
Penulis: Ust. R.
Bagus Priyosembodo, Guru Ngaji, Penulis Kajian Utama
Admin: Mahmud Thorif
Foto: http://www.solusisehatku.com/wp-content/uploads/2015/04/Mengajarkan-Anak-Mengelola-Keuangan.jpg
Post a Comment