Rindu Pulang Kampung

Foto-foto: Kumpul dengan orang tua itu menyenangkan.
Berkunjung ke rumah saudara menyambung tali silaturrahim. Mengajak cucu.

Oleh: Jamil Azzaini
Setiap ada hari libur saya selalu rindu pulang kampung. Banyak alasan untuk selalu pulang kampung. Alasan yang utama adalah karena di kampung masih ada orang tua dan suadara-saudara saya. Selain itu, masakan ibu dan adik saya memang ngangenin. Saat pulang kampung, saya bisa makan hingga lima kali dalam sehari.
Bagi saya, pulang ke kampung itu membahagiakan. Dan saya selalu berharap itupun yang saya rasakan saat nanti saya pulang ke kampung nenek moyang saya, Adam dan Hawa. Kampung kita yang sesungguhnya adalah surga.
Namun, kita tak bisa pulang ke kampung halaman yang abadi tanpa bekal yang memadai. Kampung itu sangat jauh, sangat indah, sangat nikmat dan orang berebut memasukinya. Siapa yang tidak cukup bekalnya tidak akan bisa bersaing masuk ke dalamnya.
Pulang ke kampung halaman bisa direncanakan, namun pulang ke kampung yang abadi tidak bisa diprediksi. Ia bisa datang sewaktu-waktu. Ia bisa datang saat kita sedang bahagia. Ia bisa datang saat kita sedang bernyanyi. Ia bisa datang saat kita berlibur. Ia pun bisa datang saat kita susah. Ia bisa datang saat kita sedang berbuat keburukan. Untuk itu, persiapkanlah bekal selalu agar kapanpun kita dipanggil, selalu ada bekal yang tersedia.
Hidup ini sangat singkat, persiapkanlah bekal yang melimpah agar kita kelak bisa sampai ke kampung kita yang sesungguhnya, surga. Banyak cara yang bisa kita lakukan, tiga diantaranya akan saya sampaikan dalam tulisan ini.
Pertama, milikilah skala prioritas. Guru saya pernah berkata, “Salah satu musibah besar tetapi tidak disadari banyak orang adalah ketika seseorang tidak tahu skala prioritas. Ia terlihat sibuk, tapi sibuknya tidak terlalu bermanfaat bagi kehidupannya di dunia maupun setelah dunia.”
Kedua, bekerjalah dengan cinta dan makna. Apa artinya? Cintailah apa yang Anda kerjakan atau kerjakanlah apa yang Anda cintai. Jangan kerja asal kerja. Jangan kerja asal menggugurkan kewajiban. Jangan fisik dan pikiran terlihat bekerja tetapi hati menderita. Temukanlah makna di setiap pekerjaan yang Anda cintai. Dengan cara ini, pekerjaan Anda tidak hanya menghasilkan rupiah tetapi juga bernilai ibadah. Enak, to?
Ketiga, bekerjalah untuk menghasilkan prestasi bukan puja-puji. Saya pernah bekerja karena ingin mendapat pujian dan ternyata itu melelahkan. Setelah saya bekerja fokus ingin menghasilkan karya dan prestasi saya merasa lebih bahagia dan menentramkan hati. Saat orang memuji, saya berusaha untuk tidak tinggi hati, saat orang mencela saya tak kecewa. Celaan menjadi cermin untuk memperbaiki diri.
Apakah Anda rindu pulang kampung? Apakah bekal Anda cukup untuk sampai ke kampung yang dirindukan semua orang baik yang sehat akalnya? Semoga kita bisa berjumpa dan bercengkerama di kampung nenek moyang kita semua. Mau?
Salam SuksesMulia!
Powered by Blogger.
close