Sejauh-jauh Perjalanan, Rumah Juga yang Dirindukan


Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Sejauh-jauh perjalanan, rumah juga yang dirindukan. Inilah tempat untuk melabuhkan rindu, meneduhkan hati dan menyejukkan pikiran. Bukan sekedar tempat untuk mengistirahatkan badan yang letih.

Sejuknya rumah bagi hati bukan karena meja kursi yang tersusun rapi. Bukan pula karena aroma mewangi ruangan yang lembut mengesankan. Aroma mewangi bahkan tak penting adanya. Rumah terasa menyejukkan dan senantiasa membangkitkan kerinduan untuk segera pulang justru oleh keriuhan anak-anak yang sedang tumbuh. Pertanyaan mereka yang polos, sapa mereka yang hangat, dan terlebih ketika anak-anak itu menunjukkan perhatian dan kepedulian.

"Bapak capek? Mau kuinjak-injak?" sapa anak saya yang ketujuh: Sakinah. Masih TK dia. Karena belum bisa memijat, ia biasa menawarkan menginjak-injak punggung saya dengan kaki mungilnya bila ia melihat saya sedang capek. Sebuah hadiah istimewa yang lahir dari empati.

Anak saya nomor 6, Nida, yang sekarang kelas 3 SD biasanya paling ringan hati mengambilkan air putih, apalagi kalau saya sedang sakit. Hal sederhana, tetapi ini menunjukkan perhatian dan empati. Sementara anak nomor 5 yang bersemangat dalam pelajaran Al-Qur'an di sekolahnya, Navies, biasanya antusias menanyakan koran atau majalah. Saat ini, tinggal mereka bertiga yang masih di rumah. Sementara kakak-kakaknya belajar di pesantren.

Umur semakin tua dan anak-anak tumbuh semakin besar. Di perjalanan aku tersentak, betapa cepatnya waktu berlalu. Alangkah sedikit yang sudah kulakukan untuk mereka.

Terdiam di sini. Menempuh perjalanan pulang. Sejauh-jauh kaki melangkah, rumah juga tempat yang paling dirindui. Begitulah seharusnya, kecuali mereka yang tidak menemukan kesejukan hati di rumahnya sendiri. Na'udzubillahi minta dzaalik.

Semoga Allah Ta'ala jadikan anak-anak kita sebagai penyejuk mata di dunia dan akhirat. Qurrata a'yun.

Penulis: Mohammad Fauzil Adhim
Admin: Mahmud Thorif


Powered by Blogger.
close