Cerita, Media Efektif untuk Menanamkan Nilai pada Anak




Oleh: Warsito, S.Pd.Si.

Sekelompok anak kelas 1 sekolah dasar terbengong-bengong dengan mulut ternganga. Mata mereka membulat menatap seorang pria yang sedang bercerita dengan serius. Sesekali wajah mereka menegang. Kerut alis mereka hampir menyatu ketika  itu seorang pencerita mengeluarkan suara tinggi menggambarkan sang tokoh cerita dalam bahaya.

Anak-anak itu tampak melayang dalam dunia mereka sendiri, asyik. Tapi tiba-tiba sang pencerita mengakhiri kisahnya. “Yaaa…!” seru anak-anak itu kecewa. Mereka seakan tak ingin cepat-cepat tercabut dari imajinasinya.

Anak-anak dengan cerita, sebetulnya seperti sebuah tali simpul yang tak terpisahkan. Oleh karena itu, cerita atau kisah merupakan media yang sangat efektif untuk menanamkan nilai pada anak. Pengaruh positif bercerita memang diakui berbagai pihak. Jika dilakukan secara rutin, dongeng bisa menjadi media untuk menanamkan nilai-nilai moral pada anak.

Karena itu, kegiatan bercerita tak selayaknya dilimpahkan begitu saja kepada orang yang berprofesi pencerita atau guru di sekolah. Selain keterbatasan waktu, kegiatan bercerita juga jauh lebih menyenangkan hati anak jika dilakukan oleh ibunya sendiri. Sayangnya tidak semua ibu sanggup meluangkan waktunya untuk bercerita. Selain itu, banyak orangtua yang mengatakan “Saya tidak pandai bercerita dan tidak sempat!”.

Bercerita adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Firman Allah “Kami menceritakan kepadamu cerita yang paling baik dengan mewahyukan Al Qur’an kepadamu…” (QS. Yusuf : 3) dan “Maka ceritakanlah kisah-kisah (cerita) itu, agar mereka berpikir (merenungkannya).” (QS. Al A’raf: 176).

Dengan jelas, Allah hendak mengajarkan kepada Rasulullah, dan tentu pada para pengikutnya yang setia, bahwa cerita adalah metode tarbiyah yang bagus serta tepat untuk mendidik jiwa manusia. Karena itulah Allah seringkali menggunakan tamsil-tamsil, perumpamaan-perumpamaan, pelukisan-pelukisan, antara lain diambil dari dunia tumbuhan dan binatang, yang erat sekali kaitannya dengan dunia cerita. Secara khusus bahkan kita menemukan pernyataan Allah yang unik, yaitu bahwa Dia tidak malu menggunakan tamsil-tamsil yang diambil dari dunia binatang yang cenderung diremehkan manusia.

Ada alasan kenapa metode bercerita sangat efektif sekali. Pertama, cerita pada umumnya lebih terkesan daripada nasehat murni, sehingga pada umumnya cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori manusia. Cerita masa kecil masih bisa kita ingat secara utuh selama berpuluh-puluh tahun kemudian. Kedua, melalui cerita manusia diajar untuk mengambil hikmah tanpa merasa diguruhi. 

Agar kita dapat bercerita dengan tepat, kita terlebih dahulu harus menentukan jenis ceritanya. Adapun pemilihan jenis cerita ditentukan oleh tingkat usia pendengar, jumlah pendengar, tingkat heterogenitas (keragaman) pendengar, tujuan penyampaian materi, suasana acara, dan suasana (situasi dan kondisi) pendengar. Berceritalah secara sungguh-sungguh (total), antusias, jangan malu-malu. Tentukan tujuan, tema, dan alur cerita. Pilih setting awalnya (suasana/tempat kejadian). Tentukan tokoh-tokoh utama dan tokoh-tokoh antagonisnya, termasuk ciri utama dan sifat-sifatnya. Munculkan konflik (tema/persoalan pokok) antara tokoh utama dengan tokoh antagonisnya.

Tampillah percaya diri. Jaga dinamika gerak. Tangan jangan ke bawah tapi di atas, untuk kaki 2 atau 3 langkah berhenti. Lebih banyak gerak dari pada sekedar omongan dinamis. Hindari gerak yang tak perlu, jangan over acting. Pusatkan perhatian anak. Tatap matanya, kuasai jiwanya, jaga jangan sampai mereka ramai/kacau. Atur jarak ideal.

Sampaikan cerita dengan detail atau terperinci, jangan cuman to the point saja. Detail personifikasi tokoh-tokohnya (memberikan gambaran sehingga anak-anak mudah untuk membayangkan), namun tidak semua tokoh harus digambarkan. Detail dengan adegan-adegannya (disertai dengan gerakan-gerakan). Detail dialog antar tokoh-tokohnya (hal ini merupakan bagian dari menariknya cerita, antara lain dengan menonjolkan perbedaan/warna suara tokoh-tokohnya (tua, muda, wanita, dan laki-laki) karakter suara (marah, takut, sedih, galak, dll). Jaga dinamisasi vokal. Perhatikan perubahan suara (kecil, besar, kakek, hewan, kendaraan, dll).

Bercerita yang baik memang tidak mudah, tetapi semua bisa dipelajari. Insya Allah pendidik yang memiliki hasrat yang kuat untuk maju, hal ini tidak akan menjadi halangan. Selamat berlatih, selamat mencoba, dan selamat bercerita!!!

Penulis: Warsito, S.Pd.Si., Guru SDIT Salsabila 3 Banguntapan
Powered by Blogger.
close