Kisah Cerdas : Kambing dan Ilmu
Oleh : Asnurul Hidayati
Rasulullah
Shallallahu’alaihi wassallam datang
ke Madinah sementara Uqbah bin Amir al-Juhani sedang menggembalakan kambing-kambingnya.
Begitu Uqbah mengetahui kedatangan Rasul, ia langsung meninggalkan
kambing-kambingnya dan berangkat menemui beliau tanpa menunggu apa pun. Ketika
Uqbah bertemu dengan Rasul, ia berkata, “Engkau membaiatku ya Rasulullah?”
Beliau bertanya, “Siapa kamu?” Ia menjawab, “Uqbah bin Amir al Juhani.”
Rasulullah bertanya, “Mana yang kamu sukai, baiat orang pedalaman atau baiat
hijrah?” Uqbah menjawab, “Baiat hijrah.” Lalu Rasulullah membaiatnya
sebagaimana membaiat orang-orang muhajirin. Uqbah tinggal bersama Rasul satu
malam lalu ia kembali mencari kambing-kambingnya.
Uqbah
bersama orang yang telah masuk Islam berjumlah 12 orang, tinggal jauh dari Madinah
untuk menggembala kambing di daerah pedalaman. Sebagian mereka berkata kepada
sebagian yang lain, “Kita tidak akan mendapatkan kebaikan jika kita tidak
datang kepada Rasulullah satu hari demi satu hari. Kalau kita datang maka kita
bisa belajar agama kepada beliau dan mendengarkan wahyu langit yang turun
kepada beliau. Hendaknya salah seorang dari kita pergi ke Yatsrib setiap
harinya. Dia bisa meninggalkan kambing-kambingnya kepada kami untuk kami
gembalakan.”
Uqbah
berkata, “Pergilah kalian kepada Rasulullah satu persatu, siapa yang pergi
silakan meninggalkan kambing-kambingnya kepadaku.” Uqbah berkata demikian
karena Uqbah sangat menyayangi kambing-kambingnya. Sehingga ia tidak
berkeinginan untuk meninggalkannya kepada siapapun.
Kawan-kawan
Uqbah mulai hilir mudik, datang dan pergi menemui Rasulullah satu persatu dan
meninggalkan kambing-kambingnya kepada Uqbah untuk digembalakan. Jika mereka
datang maka Uqbah mengambil apa yang dia dengar dari Rasulullah. Uqbah
mengambil apa yang mereka pahami. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Uqbah mulai berkata kepada dirinya sendiri, ’’Celaka
kamu, hanya karena beberapa ekor kambing yang harganya tidak seberapa, kamu
rela kehilangan kesempatan menyertai Rasulullah dan mengambil ilmu dari beliau
tanpa perantara?” Kemudian Uqbah meninggalkan kambing-kambingnya dan pergi ke Madinah
untuk tinggal di masjid di samping Rasulullah.
Uqbah
bin Umair tidak pernah menduga sebelumnya. Manakah dia mengambil keputusan yang
menentukan itu, bahwa setelah beberapa waktu dia akan menjadi seorang ulama di
deretan para ulama besar sahabat. Dia akan menjadi seorang qari di antara para
syaikh para qurra’. Dia akan menjadi
panglima di antara para panglima penakluk yang gagah berani. Dia akan menjabat sebagai seorang gubernur di antara
para gubernur Islam yang diperhitungkan.
Dia
tidak pernah membayangkan, meski hanya sekadar membayangkan. Bahwa saat dia
melepaskan diri dari kambing-kambingnya dan pergi untuk menemui Rasulullah. Dia
akan berada di deretan depan kaum muslimin yang membuka pintu induk dunia
Damaskus dan di sana dia membangun sebuah rumah di antara kebun-kebunnya yang
hijau di Bab Tuma.
Dia
tidak pernah mengkhayalkan, meski hanya sekedar mengkhayal. Bahwa dia akan
menjadi salah seorang panglima yang membuka zamrud dunia yang hijau, Mesir. Dia akan menjadi salah seorang gubernurnya
dan membangun sebuah rumah di puncak gunungnya, al-Muqattham.
Semua
perkara itu tersimpan di laci ghaib yang hanya diketahui oleh Allah.
Masya Allah. Uqbah bin Amir
al Juhani yang sibuk dengan kambing-kambingnya, begitu mendapat hidayah mulai
berubah pikiran dan semangatnya untuk menjadi lebih baik. Dia menyadari bahwa
ilmu merupakan penentu perubahan setelah kehendak Allah pada seorang manusia.
Maka Uqbah pun memutuskan untuk memilih antara ilmu dan kambing. Ilmu yang lebih utama. Maka kambing yang ditinggalkan. Dan akhirnya Uqbah yang awalnya sebagai
penggembala kambing dan begitu menyayangi kambingnya, melihat dengan hatinya
akan keutamaan ilmu dengan mendekat kepada Rasulullah. Tidak merasa cukup
dengan masuk Islam dan mencari ilmu lewat teman-temannya. Uqbah pun bertekad
mendekat Rasulullah. Dan ia mendapatkan kemuliaan hidup dan kebahagiaan yang
hakiki.
Sumber
: Mereka adalah Para Sahabat. DR. Abdurrahman Ra’fat Basya.
Penulis : Asnurul Hidayati, Guru
MI di Bantul
Foto: merdeka.com
Post a Comment