Mesin itu Bernama Otak
Oleh: Adam El Ghifary
Secara garis besar, seorang bayi
yang baru lahir, terdiri dari miliaran sel otak (neuron), setiap sel,
terdiri dari ratusan bahkan ribuan tentakel, yang berbentuk mirip gurita
berukuran sangat kecil. Masing-masing
tentakel tersebut, terdiri dari spina dendrit, yang mengandung zat kimia.
Inilah yang membawa seluruh informasi dalam pikiran kita, baik hafalan, pemahaman, pengalaman, atau segala macam
hal yang pernah kita dengar.
Sebagai contoh, saat seseorang
sedang berpikir,
terjadilah sebuah kontraksi gelombang bernama elektromagnetik, yang bergerak
menuju cabang sel otak, sehingga memicu terjadinya zat kimia pada salah satu
spina dendrit. Secara cepat,
antara spina dendrit satu, dengan yang lain, terjadi sebuah kontraksi hebat,
sehingga hal tersebut memicu terjadinya sebuah respon elektromagnetik menuju
sel otak.
Ini hanya sekelumit dari proses
seseorang dalam berpikir,
menghafal, memahami, atau mendengar sesuatu dalam sekejap. Bukankan dalam satu
hari, otak kita dapat bekerja lebih dari 16 jam?.Jika kita mengilustrasikan hal
di atas dalam sebuah tulisan, akan terbentang sebuah tulisan tersebut sejauh
lebih dari 11 juta km, Subhanallah....
Para pakar neurologi dan neurosains
mengemukakan, bahwa kebanyakan manusia, hanya menggunakan berkisar 10% saja dari
kapasitas otaknya. Jadi, 90% dari sisanya, hanya sebatas kita bawa ke alam
dunia, lalu terkubur begitu saja ke alam baqa. Bisa kita bayangkan, bagaimana seorang ilmuwan Islam
sekelas Imam Syafi’i, yang mampu menghafal dalam satu kali membaca atau
mendengar, atau Imam Bukhori yang hafal ratusan ribu hadits beserta sanadnya,
pun berarti mereka hanya menggunakan maksimal 10% dari kemampuan berpikirnya.
Lalu bagimana dengan kita, yang hanya sebatas orang biasa, bisa jadi kita hanya
menggunakan tidak lebih dari 5% dari kemampuan berpikir kita.
Lalu pertanyaannya, bukankan
binatang juga memiliki otak? Ya, binatang juga memiliki otak. Namun tentunya
tidak sama seperti manusia. Karena di samping memiliki otak, manusia juga
memiliki perasaan, naluri, dan intuisi, yang bisa merasakan sedih, bahagia,
cemas, ragu-ragu, dan lain sebagainya. Otak manusia juga memiliki memori yang dapat
mengingat berbagai hal. Berbeda dengan binatang yang hanya memiliki naluri dan intuisi saja.
Naluri dan intuisi
yang dimiliki oleh manusia juga tidak sama dengan binatang. Intuisi manusia,
biasanya memiliki kecenderuang seseorang dalam membaca situasi, perasaan, atau pikiran orang
lain.
Pada hakikatnya, naluri berbeda
dengan intuisi. Namun secara garis
besar, antara keduanya memiliki keterkaitan satu sama lain. Sebagai contoh,
saat kita melihat seorang nenek memakai tongkat sedang berusaha menyeberang jalan raya dalam keadaan payah, apakah hati kita akan
berpaling begitu saja? Tentunya tidak bukan? Setidaknya kita menolong dia untuk
menyeberangi jalan. Sekalipun tidak, namun hati kita pasti akan merasa iba kepadanya. Itulah
yang dinamakan naluri manusia, terkadang ia datang secara tiba-tiba tanpa perlu
dilatih.
Kembali pada pembahasan otak. Jika
dibandingkan dengan manusia, binatang hanya memiliki kurang dari satu juta sel
otak. Bandingkan dengan manusia, yang memiliki lebih dari satu milyar sel otak.
Walau demikian, dengan memiliki kurang dari satu juta sel otak, binatang mampu
melakukan berbagai aktivitas yang telah
tersetting oleh Sang Khaliq,
melalui sebuah naluri dan intuisi.
Seperti seekor lebah, coba kita
bayangkan, dengan tubuh berukuran kecil, mereka mampu untuk mencium, mengecap,
meraba, mendengar, terbang, membangun rumah, melindungi diri, bernavigasi,
berlari, mengingat, mengasuh, bekerjasama, baik secara konstruktif, maupun kooperatif
dalam sebuah kelompok.
Yang lebih mengagumkan, sebagaimana kita ketahui,
manusia adalah seorang khalifah di muka bumi. Dia juga sebuah karya agung, yang tercipta dari Dzat
yang Maha Agung, tidak akan ada seorangpun yang mampu menyamai ciptaanNya,
sekalipun dengan menggunakan teknologi secanggih apapun. Bahkan bisa dikatakan,
bahwa manusia adalah refleksi dari macrocosmos
alam semesta, dan cocreator Allah di
muka bumi. Sehingga dengan itu semua, manusia dapat menciptakan sebuah realitas
apapun yang mereka inginkan, tanpa terbatasi oleh ruang dan waktu. Tentungan dengan
syarat, selalu mengasah potensi diri hari demi hari, karena pada dasarnya, kita
adalah pedang tertajam, yang tertutupi oleh karat.
Penulis: Adam El Ghifary, Pendidik
di SDIT Salsabila Banguntapan
Foto: google
Post a Comment