Mulia dengan Mengendalikan Marah
Oleh : R. Bagus Priyosembodo
"Amat menakjubkan keadaan orang mukmin itu,
sesungguhnya semua keadaannya adalah kebaikan baginya. Kebaikan yang sedemikian itu tidak ada pada seorangpun
melainkan hanya untuk orang mukmin itu. Apabila ia mendapatkan kelapangan
hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Sedang apabila
ia ditimpa oleh kesukaran bencana- ia pun
bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya." Kebaikan itu senantiasa mengiringi sabar dan
syukur.
Ada seorang lelaki berkata kepada Nabi, "Berilah wasiat padaku." Beliau
memberi wejangan padanya "Jangan marah." Orang itu menyampaikan
berkali-kali tetapi beliau tetap bersabda, "Janganlah marah." Wasiat
jangan marah itu amat penting dan ia butuhkan. Untuk itu beliau
mengulang-ulanginya.
Kemampuan mengendalikan diri merupakan kekuatan
sebenarnya. Melampiaskan adalah lebih mudah daripada mengendalikan diri. Untuk
itu, Rasulullah menjelaskan, "Bukanlah orang yang kuat itu sekedar dengan kemampuan
membanting lawan hingga tak berkutik. Orang kuat sebenarnya ialah orang yang
dapat menguasai dirinya di kala sedang marah."
Mengendalikan diri di kala marah dan tidak sembarangan
melampiaskannya membutuhkan energi yang besar. Penghargaan pasti akan diberikan
kepada yang terampil menahan marahnya. Karena ini adalah prestasi. Amal baik
yang sering tidak mudah dilakukan. Nabi bersabda, "Barangsiapa yang
menahan marahnya padahal ia kuasa untuk melampiaskannya, maka Allah Ta'ala mengundangnya di hadapan dan disaksikan
sekalian makhluk pada hari kiamat, sehingga dipersilakan orang itu memilih
bidadari-bidadari bermata indah sesuka hatinya.”
Dalam kisah lain, disebutkan ada seorang Arab dari daerah pedalaman kencing dalam masjid, lalu berdirilah orang
banyak hendak memberikan tindakan padanya. Kemudian Nabi bersabda, "Biarkanlah
orang itu. Sesudah itu siramkan saja
setimba penuh air atau segayung air di atas kencingnya. Karena sesungguhnya
engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan kemudahan dan bukannya itu
dibangkitkan untuk memberikan kesukaran."
Banyak orang bodoh yang menimbulkan masalah. Apabila
kita tidak bijaksana maka mudah marah dan panik karena berbagai hal yang
diperbuat oleh si bodoh malah akan menimbulkan kesulitan yang lebih besar.
'Uyainah bin Hishn datang -ke Madinah dan singgah
sebagai tamu sepupunya, yaitu Alhur bin Qais. Alhur adalah salah seorang dari
sekian banyak orang-orang dekat Umar. Ia menjadi salah satu orang kepercayaan
dan sering diajak bermusyawarah. Para ahli al-Quran menjadi sahabat-sahabat
yang menetap di majelis Umar serta diajak bermusyawarah olehnya, baik
orang-orang tua maupun yang masih muda-muda usianya. 'Uyainah berkata kepada
sepupunya, "Hai anak saudaraku, engkau mempunyai kedudukan di sisi Amirul Mu'minin ini. Cobalah meminta
izin padanya supaya aku dapat menemuinya. Saudaranya itu memintakan izin untuk
'Uyainah lalu Umar pun mengizinkannya. Setelah 'Uyainah masuk, lalu ia berkata:
"Hati-hatilah, hai putera Al Khaththab,
demi Allah, tuan tidak memberikan banyak pemberian -kelapangan hidup-
pada kita dan tidak pula tuan memerintah di kalangan kita dengan
keadilan." Umar marah sehingga hampir-hampir saja akan menjatuhkan hukuman
padanya. Alhur kemudian berkata: "Ya Amirul
Mu'minin, sesungguhnya Allah Ta'ala
berfirman kepada NabiNya "Berilah maaf, perintahlah kebaikan dan
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." Dan 'Uyainah ini adalah termasuk
golongan orang-orang yang bodoh. Demi Allah, seolah Umar tidak pernah melalui
ayat itu di waktu Alhur membacakan. Padahal Umar adalah seorang yang banyak
berhenti untuk menyeksamai isi Kitabullah
Ta'ala.
Marah memang harus direda. Sulaiman bin Shurad duduk
bersama Nabi dan di situ ada dua orang
yang saling memaki dengan kawannya. Salah seorang dari keduanya itu telah merah
padam mukanya dan membesarlah urat lehernya. Kemudian Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya
saya mengetahui suatu kalimat yang apabila diucapkannya, tentulah hilang apa
yang dirasakannya. Andaikata ia mengucapkan: "A'udzu billahi minasy syaithanir rajim," tentulah lenyap apa
yang ditemuinya itu. Orang-orang lalu menyampaikan padanya, Sesungguhnya Nabi
bersabda, "Mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk."
Penulis: R. Bagus Priyosembodo, Penulis Kajian
Utama Majalah Fahma
Post a Comment