Tayangan Televisi Masih Belum Ramah Anak


Oleh: Adi Sulistama

Sebagai media audio visual, televisi dengan sangat mudah memikat masyarakat. Perkembangan teknologi telah menjadikan televisi sebagai salah satu sarana menggali informasi yang lebih hidup dan dapat menjangkau ruang lingkup secara luas. Itulah salah satu nilai positif yang dimiliki media massa televisi.

Namun tak ayal, televisi juga bisa memberikan dampak yang negatif terhadap masyarakat (penonton). Jika pesan-pesan yang disampaikannya tidak sesuai dengan aturan-atuaran penyiaran yang telah ditetapkan. Banyak data mengenai tayangan televisi yang melanggar undang-undang perlindungan anak dan remaja. Bahkan sebuah lembaga survei mengumumkan hanya sekitar 8% saja acara TV di Indonesia yang mendidik anak-anak. Bentuk pelanggarannya pun bermacam-macam, di antaranya pelanggaran terhadap norma kesopanan, memuat unsur tindak kekerasan, bahkan melanggar norma susila dan tak terkecuali mengandung tema supranatural/horor. Banyak sekali tayangan yang disiarkan pada jam anak menonton, tapi isinya tidak mengedukasi mereka. Padahal hampir 84 juta dari 243 juta penduduk Indonesia adalah anak-anak.

Jika kita cermati, saat ini program tayangan televisi yang ditampilkan lembaga penyiaran tidak merujuk pada edukasi dan tumbuh kembang anak. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bahkan telah acap kali menegur lembaga penyiaran yang menayangkan program anak yang tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran Standar Program Siaran (P3 SPS).
Seharusnya lembaga penyiaran bisa bersikap lebih dewasa dan bijaksana, karena menyangkut kualitas manusia.

Anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun sangat rentan terhadap pengaruh media. Apalagi perkembangan era teknologi sekarang telah membuat anak-anak kita memiliki kemampuan tinggi dalam mengakses dan mengakomodasi informasi, dan televisi merupakan media yang aksesnya mudah dijangkau. Selayaknya program acara untuk orang dewasa hanya boleh tayang saat jam anak tidur, dan di luar jam itu seharusnya merupakan program-program yang aman untuk dikonsumsi anak-anak.

Kondisi inilah yang semestinya membuat orangtua, lembaga penyiaran dan otoritas terkait harus menjadi lebih waspada. Sudah seharusnya setiap orang tua mengawasi acara televisi yang menjadi tontonan anaknya dan sehingga dapat melakukan proteksi tehadap dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh acara televisi tesebut.

Bottom of Form
Perlu langkah cerdas. Jangan sampai kita mengikuti arus zaman yang sebenarnya tidak kita butuhkan, termasuk televisi. Cukuplah dengan televisi yang bisa dinikmati bersama, tidak harus yang terbaru. Pastikan pula bahwa di kamar anak tidak ada televisi karena akan sulit untuk mengontrolnya. Banyaknya tayangan yang seronok dan tidak memperhatikan adab sangat mudah ditemui di televisi. Hal ini akan mudah diimitasi anak jika tidak dikontrol.

Mendampingi anak saat menonton merupakan salah satu cara orangtua untuk meminimalisasi dampak negatif televisi. Ikutlah bersama anak menonton, walaupun hanya sebentar. Pastikan bahwa anak juga merasa kita awasi agar ia tidak berpikiran untuk menonton tayangan yang buruk.

Bagaimana jika orangtua justru yang menyetel tontonan yang tidak mendidik? Ini yang bahaya. Artinya orangtua pun harus mau dan berupaya untuk mau menonton tayangan yang memang layak tonton bagi anak. Tidak mungkin kita melarang anak menonton sinetron sementara kita sendiri justru sering asyik menonton sinetron.

Pengaruh yang dihasilkan televisi sangatlah besar karena tiap hari mereka selalu dekat dengan televisi. Untuk itulah, sebagai orangtua, kita harus mengontrol dengan baik agar pengaruh negatif dari televisi tidak berdampak buruk pada pembentukan karakter anak. Tayangan-tayangan kekerasan, pembunuhan, pakaian artis yang tidak pantas dilihat, menjadi makanan sehari-hari yang ditawarkan televisi kepada anak-anak kita. Jika kita tidak mencegahnya, maka siapkah Anda melihat anak mengikuti tayangan buruk itu?

Penulis: Adi Sulistama, Pemerhati dunia anak
Admin: @emthorif
Powered by Blogger.
close