Agar Anak Tetap Berhasil Menahan Diri
Oleh : Drs.
Slamet Waltoyo
Pelajaran
besar dari ibadah puasa adalah menahan diri. Keberhasilan besar bagi orangtua
dalam mengajarkan anak-anak berpuasa selama bulan Ramadhan adalah kemampuan
anak dalam menahan diri. Indikasi dari kemampuan menahan diri antara lain
adalah menghindari hal-hal yang mubazir.
Dunia kesukaan
anak adalah main dan makan kita sebut M2K (makan-main kesukaannya). Maka aneka
mainan dan makanan kesukaan anak selalu diciptakan dan ditawarkan untuk
memenuhi selera anak. Ini yang dimanfaatkan oleh dunia bisnis. Dengan
menciptakan keasyikan-keasyikan baru. Dunia
bisnis tidak selalu sejalan dengan dunia pendidikan, atau ekstrimnya ;
dunia bisnis selalu tidak sejalan dengan dunia pendidikan. Pada tingkat mana M2K
yang dihadapi putra-putri Anda, kita harus pandai mengelolanya.
Kita sebagai
orangtua tidak bisa menghilangkannya, karena itu bagian dari dunianya. Orangtua
justru harus mampu memanfaatkan M2K dalam
dunia pendidikan. Dalam arti untuk mendukung pembelajaran. Baik sebagai
media maupun motivasi belajar. Jangan sekali-kali menghalangi M2K. karena
justru akan berdampak negative pada belajarnya.
Berilah mereka
kesempatan menikmati keinginan M2K maka mereka akan dengan senang hati
menikmati keinginan kita (untuk belajar). Praktisnya, jika kita melarang anak
bermain maka anak akan dendam dengan menolak ketika diminta belajar.
Tentu saja
kita setuju, kita pasti akan memberi kesempatan anak bermain, memiliki mainan
dan menikmati makanan yang disukai. Tetapi yang kita harus tidak setuju, kita
tolak adalah kepentingan hingga persaingan bisnis semata yang menunggangi M2K. Itulah
tantangan orangtua.
Maka di awal
tulisan ini kita katakan, keberhasilan besar bagi orangtua dalam mengajarkan
anak-anak berpuasa selama bulan Ramadhan adalah kemampuan anak dalam menahan
diri. Dan saatnya kini orangtua memelihara buah manis Ramadhan itu. Terutama di
saat lebaran Idul Fitri. Ini menjadi ujian pertama keberhasilan puasa Ramadhan.
Budaya kita
saat Idul Fitri sering disalahgunakan atau kebablasan. Disalahgunakan sebagai balas dendam. Selama
Ramadhan menahan makan apa saja, dibayar dengan saatnya apa saja dimakan.
Selama Ramadhan mengurung hati di masjid, dibayar dengan mengurung masjid dari
hati hingga shalatnya berantakan.
Sebenarnya
budaya kita adalah silaturahmi. Menyiapkan hidangan untuk menghormati tamu yang
datang, menyiapkan waktu untuk mengunjungi tetangga, famili dan teman. Di situ
ada saling mendoakan dan mengingatkan. Sehingga buah manis Ramadhan akan
tersimpan dalam amalan.
Itu yang perlu
ditanamkan dan diingatkan bagi anak-anak. Bahwa puasa Ramadhan bukan semata menahan
dan mengekang diri untuk sementara, melainkan mengharap ridho Allah dengan
menjalankan perintahnya sehingga tidak dibatasi bulan Ramadhan.
Di saat Idul
Fitri biasanya anak pegang uang dan banyak kesempatan, karena sekolah libur.
Demikian juga para pedagang banyak memanfaatkan momen ini. Maka ditawarkan
aneka mainan, aneka jajanan, dan aneka tontonan. Makanan yang di rumah tidak
lagi menarik.
Upaya yang
kita lakukan antara lain: Pertama,
membuat rencana keluarga selama lebaran. Anak diberi kesempatan mengemukakan
pendapatnya. Kedua, memberi pengertian tentang kemubaziran dalam memenuhi kebutuhan
dan keinginan. Anak boleh menjajakan apa yang dibutuhkan, bukan menjajakan apa
yang diinginkan. Itulah arti menahan diri. Tidak terjerumus untuk melakukan atau
membeli sesuatu yang mubazir karena yang mubazir itu temannya para syaitan.
Termasuk mubazir dalam memanfaatkan waktu.
Penulis : Drs.
Slamet Waltoyo, Kepala Madrasah Diniyah Sahabat Al-Qur’an (SAQURA) Sleman
Foto: google
Post a Comment