Agar Televisi Tidak Merebut Kebersamaan Keluarga


Oleh : Ali Rahmanto

Ada beberapa efek buruk yang dapat diperoleh bila anak terlalu lama menonton televisi. Efek ini berlaku untuk anak dari segala umur.  Anak menjadi pasif dan tidak kreatif. Hal tersebut terjadi karena anak hanya duduk di depan televisi sepanjang waktu. Kemampuan berpikir dan berimajinasi anak kurang berkembang, karena anak disodori sesuatu yang sudah jadi. Kebersamaan dengan keluarga pun kadang terasa hampa karena asyik dengan tayanganj televisi.

Tidak bisa disangkal, dampak lain yang muncul akibat tayangan televisi yang kini terus menonjolkan kekerasan, seksualitas, horor, maupun mistik. Parahnya tayangan untuk konsumsi anak berupa film kartun seringkali tidak lepas dari kekerasan, mistik dan seksualitas. Beragam acara kartun anak jelas-jelas menonjolkan kekerasan seperti perkelahian yang dibuat secara detil dan dalam waktu yang lama. Padahal orangtua biasanya selalu mengizinkan dan membebaskan anaknya melihat film kartun. Hasil survey Nielsen Media Riset 2004 menempatkan anak-anak di Indonesia sebagai penonton televisi terbanyak melebihi yang lain.

Anak-anak yang kurang mendapat didikan orangtua karena kesibukan kerja mencari uang. Mereka justru banyak menghabiskan waktunya di depan televisi. Sebuah survey di Amerika menunjukan anak-anak menghabiskan watunya rata-rata 4 jam sehari. Mereka sangat menikmati acara televisi. Akibatnya televisi memberikan pengaruh yang sangat besar bagi anak-anak, bahkan lebih besar dari di sekolah dan didikan orangtuanya.

Karena itu, diperlukan lembaga formal maupun non formal memberi masukan sisi kualitas sebuah program televisi agar bukan hanya kuantitas yang menjadi alat ukur. Kualitas garapan sebuah program seperti, keakuratan, nilai-nilai kemanusiaan, penyutradaraan, editing, dll sampai dampak yang timbul, pengaruh-pengaruh lain yang bisa merugikan penonton televisi dengan tetap berpijak pada Undang-Undang maupun kode etik nilai moral yang mulia harus diakomodasi. Sedangkan dari lembaga formal seperti KPI atau Komisi Penyiaran Indonesia diharapkan mampu membuat aturan main yang jelas.

Sisi lain yang bisa diharapkan sebenarnya adalah munculnya kesadaran para pengelola TV untuk membentuk suatu gerakan kebersamaan untuk memikirkan kode etik dan aturan-aturan sendiri lainya dan dengan semangat kebersamaan mencegah tayangan tayangan tidak bermutu muncul di layar televisi kita. Persoalan akan semakin rumit setelah beroperasinya puluhan TV lokal di daerah-daerah. Tanpa regulasi yang jelas TV-TV lokal akan bersaing secara tidak sehat. Akibatnya bisa saja penonton semakin dimanjakan, atau sebaliknya tayangan yang murahan dan tidak bermutu bisa menjamur dimana-mana. Jika itu terjadi maka televisi yang seharusnya kawan bisa menjadi musuh utama kita di ruang keluarga Indonesia.

Selain itu, perlu kiranya menanamkan nilai moral di dalam keluarga agar kebersamaan kita di dalam keluarga tidak terenggut oleh televisi. Inilah yang paling penting. Jangan sampai televisi justru mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang dekat, Secara fisik kita bersama dengan anak, namun secara batin, saling berjauhan akrena asyik dengan televisi.

Tips agar televisi tidak merebut kebersamaan dengan keluarga:
Cari kegiatan alternatif.
Orangtua dan orang dewasa lain harus disiplin untuk tidak kecanduan televisi. Cari kegiatan dan media alternatif agar tidak selalu menonton televisi. Misal dengan membaca, bermain dan sebagainya.

Pura-pura suka
Jika Anda termasuk yang kurang suka membaca, maka ada baiknya Anda untuk pura-pura suka membaca. Sibukkan Anda dengan buku bacaan. Kesankan dengan mimic ajah yang asyik dan serius, tunjukkan bahwa membaca adalah aktivitas yang lebih menyenangkan. Pancing agar anak tertarik, misalnya ketika mereka nonton, alihkan perhatian mereka dengan menunjukkan gambar/informasi menarik dari yang kita baca,

Sesekali, dampingi saat menonton sebuah acara sambil sharing mengenai nilai-nilai yang ditawarkan sebuah tayangan. Ketika anak menyukai acara yang tidak baik, beberapa saat sebelum acara tersebut dimulai, buatlah anak sibuk dengan kegiatan yang menyenangkan (memancing, memasak bersama, mendatangkan teman-temannya untuk bermain/bersepeda).

Penulis: Ali Rahmanto, Pemerhati dunia anak
Foto: google
Powered by Blogger.
close