Pemimpin Nan Bijaksana




Oleh: Dra. Asnurul Hidayati
 
Umar radhiyallahu’anhu  menuju Syam hingga sampailah Beliau di kota Sargh. Umar ditemui komandan pasukannya, Abu Ubaidah bin Jarroh  dan beberapa sahabat. Mereka memberitahu bahwa di Syam sedang dilanda wabah kolera yang ganas.

Umar ra berkata, “Panggillah kaum Muhajirin .”
Maka diundanglah kaum Muhajirin awal, lalu Umar ra  bermusyawarah dengan mereka. Dibeberkanlah dalam forum tersebut bahwa di Syam sedang terjadi wabah kolera yang mengganas. Namun mereka berselisih pendapat ketika menyikapi masalah tersebut. Sebagian mereka berkata, “Engkau telah jauh-jauh menempuh perjalanan, tampaknya kami berpendapat tidak ada alasan bagi Anda untuk kembali.”

Sebagian yang lain berkata, “Bersama Anda ada orang dan beberapa sahabat Rasulullah. Kami tidak setuju jika anda menjerumuskan mereka dalam wabah penyakit ini." Kemudian Umar  berkata, “Sudah, bubarlah kalian dari hadapanku. Sekarang , panggillah untukku kaum Anshor!”

Maka dipanggillah orang-orang Anshor. Umar juga bermusyawarah dengan mereka. Namun apa yang terjadi pada kaum Muhajirin juga terjadi pada kaum Anshor.

Umar berkata kepada mereka, “Sudahlah kalian boleh bubar.”
Kemudian Umar berkata, “Panggilkan untukku siapa saja yang ada di sini dari orang-orang Quraisy yang turut hijrah dan juga turut serta dalam penaklukan kota Mekah. Maka dikumpulkanlah mereka untuk mengadakan sidang musyawarah. Pada kesempataan ini  di antara mereka tidak berselisih dalam masalah ini meskipun hanya dua lelaki saja .”

Mereka berkata, “Kami berpendapat sebaiknya Anda kembali saja bersama rombongan orang-orang itu dan janganlah Anda menjerumuskan mereka dalam wabah penyakit itu.”

Maka berkatalah Umar dengan keras di hadapan orang-orang, “Besok aku akan kembali ( ke Madinah ). Maka bersiap-siaplah kalian untuk kembali pada esok hari.”

Namun, terhadap keputusan Umar ini, Abu Ubaidah berkata, “Apa itu artinya Anda lari dari takdir Allah?”

Umar menjawab, “Andai yang berkata itu bukan engkau, wahai Abu Ubaidah, niscaya akan aku katakan, iya benar. Kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Bagaimana pendapatmu, jika engkau memiliki unta yang engkau gembalakan, sedangkan di sana ada dua lembah, yang satu subur dan yang satu gersang. Kemudian apabila engkau menggembalakan untamu di lembah yang gersang, bukankah engkau menggembalakannya dengan takdir Allah?  Ketika engkau menggembalakan untamu itu di lembah yang subur engkau juga menggembalakannya dengan takdir Allah juga?”

Maka  Abdurrahman bin Auf datang,  yang saat itu tidak muncul karena ada suatu kepentingan.  Dia berkata, “Sungguh pada diriku dalam masalah ini tidak ada pengetahuan. Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Jika kalian mendengar wabah penyakit sedang melanda di suatu negeri, maka janganlah kalian mencoba untuk pergi ke negeri tersebut. Namun jika kalian terlanjur berada di negeri (yang terjangkit wabah tersebut), maka janganlah kalian mencoba-coba keluar dari negeri tersebut.”

Maka Umar  pun memuji Allah kemudian pergi.
Begitulah seorang pemimpin yang adil dan tegas dalam memutuskan. Sangat berhati-hati dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Pemimpin yang baik itu juga bermusyawarah dan bersikap terbuka mendengar pendapat rakyatnya. Pembaca yang budiman, semoga kita dan anak-anak kita pun bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut.  Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah dalam mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi pemimpin yang baik dan sholih. Aamiin.

Sumber : Ensiklopedi Akhir Zaman. Dr.Muhammad Ahmad Mubayyadh.

Penulis: Dra. Asnurul Hidayati, Guru MI di Bantul
Foto ilustrasi: google
Powered by Blogger.
close