Sederhana itu Baik
Oleh: DR Ali Mahmudi
“Kalau
bisa dipersulit, mengapa dipermudah?” Mungkin
ungkapan demikian atau ungkapan lain yang senada menjadi prinsip atau kebiasaan
sebagian orang, terutama yang mengemban amanah publik. Meski dianggap biasa, sesungguhnya
prinsip dan perilaku demikian sangat tidak terpuji.
Dalam
segala urusan, semestinya kita mengedepankan prinsip kemudahan dan prinsip
kesederhanaan. Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda, “Mudahkanlah
dan janganlah engkau persulit orang lain dan berilah kabar gembira pada mereka,
jangan membuat mereka menjadi lari.” (HR. Bukhari). Rasulullah memberi kabar gembira bagi siapa yang memberikan
jalan kemudahan bagi orang lain. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang mempermudah
urusan orang yang mengalami kesulitan, niscaya Allah akan
memudahkan urusannya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim).
Kemudahan
dan kesederhanaan merupakan salah satu prinsip Islam. Misalnya, kita diberi keringanan bertayamum apabila tidak mendapati air. Kita
juga diperbolehkan shalat dalam keadaan duduk, berbaring, atau bahkan dengan
berisyarat apabila tidak memungkinkan. Kemudahan dan keserhanaan ini merupakan
salah satu karunia Allah yang luar
bisa. Karunia ini untuk menjamin setiap orang, dalam kondisi apapun, dapat
tetap menjalankan ketaatan kepada Allah.
Prinsip
menyederhanakan dan tidak menyulitkan, adalah prinsip utama dalam kehidupan. Para
profesional dan pelaku bisnis memiliki dan senantiasa mengembangkan prinsip,
cara pandang, dan sekaligus ketangkasan untuk menyederhanakan masalah-masalah
rumit agar menjadi jelas sehingga mudah untuk diselesaikan. Penyederhanaan ini
juga menjadi prinsip dan fokus para ilmuwan. Mereka menginvestasikan banyak
waktu, perhatian, dan tenaga terbaik untuk menerjemahkan berbagai fenomena atau
gejala alam yang kompleks menjadi sederhana dalam bentuk formula yang mudah
dimengerti.
Prinsip
kemudahan dan penyederhanaan ini perlu dimiliki dan sekaligus dikembangkan
tidak hanya oleh para profesional atau ilmuwan, melainkan juga oleh siapapun
agar dapat menjalani dan menikmati hidup dengan lebih baik. Prinsip
penyederhanaan ini sangat penting dimiliki oleh pendidik. Kesederhanaan itu dapat bermula dari cara berpikir. Misalnya, bagi pendidik,
setelah meluruskan niat, melakukan persiapan terbaik, menjalani proses terbaik,
seraya berdoa untuk hasil terbaik, kemudian mengiringinya dengan tawakal dan bersiap menerima segala
hasil. Sederhana bukan? Cara berpikir demikian, akan menghindarkan diri dari
sikap takabur apabila mendapati kesuksesan.
Selanjutnya, kesederhanaan harus mewujud pada cara
berbicara, cara bersikap, dan cara berperilaku atau bertindak. Dalam berbicara,
pendidik perlu memilih kata-kata dan kalimat sederhana, tidak berbelit. Ia pun
berbicara dengan cara sederhana, dengan intonasi sewajarnya, tidak dibuat-dibuat.
Ia pun bertindak dengan sederhana, tidak mengada-ada. Cara bertindak demikian
akan menciptakan hubungan yang lebih cair dan hangat dengan anak didik.
Prinsip
kesederhanaan tentu saja perlu dipraktikkan dalam
pembelajaran. Pendidik perlu memilih atau merancang cara, strategi, atau metode
terbaik yang dapat menyederhanakan pengetahuan yang kompleks menjadi lebih
sederhana sehingga mudah dipahami. Pendidik mungkin perlu menggunakan peraga
sederhana, tidak perlu rumit, untuk memvisualisasikan dan sekaligus menyederhanakan
konsep yang abstrak sehingga dapat “dilihat” dengan jelas. Penyederhanaan itu mungkin
dapat dilakukan dengan membuat skema, bagan, atau peta konsep sehingga jalinan konsep
yang rumit menjadi lebih sederhana dan “tampak” keterkaitannya.
Prinsip
penyederhanaan itu perlu diteladankan kepada anak. Prinsip ini merupakan salah
satu bekal penting bagi mereka sehingga menjalani hidup secara lebih adil dan
lebih baik. Demikianlah, sederhana itu banyak manfaatnya.
Penulis:
DR Ali Mahmudi, Dosen Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta
Foto: google
Post a Comment