Jangan Berhenti Berbuat Baik
Oleh : Dwi Lestari
Terus
saja berputar, berputar, dan berputar sebagaimana baling-baling, kipas angin,
kincir angin, roda sepeda, dan semacamnya. Bergeraklah untuk menghasilkan
sesuatu. Jangan berhenti! Berhenti bisa jadi mati. Berhenti bisa jadi berakhir,
selesai dan rampung. Berhenti bisa jadi sudah tidak dapat bergerak lagi.
Karenanya, jangan berhenti! Ya, jangan berhenti berbuat baik!
Menghentikan
roda kebaikan sama halnya memadamkan kehidupan kita dari berbagai pahala yang
akan diterima. Bergeraklah karena bergerak itu hidup, dan hidup itu bergerak.
Bukankah jin dan manusia memang diciptakan untuk bergerak, untuk mengibadahi
Allah ÃAzza wa Jalla?
Nah,
apa yang terjadi jika kebaikan dihentikan dan perintah-Nya diabaikan? Mungkin
tidak hanya gunung yang meletus, lautan yang meluap, dan matahari yang terbit
dari barat; melainkan juga para setan, dedemit, iblis, dan lelembut akan
bersedih sebab masa tangguhnya sudah habisódan neraka yang menyala-nyala telah
menanti mereka. Adapun manusia akan dihadapkan dengan pertanggungjawaban
amal-amalnya. Sudah siapkah kita?
Salah
satu bagian yang menarik dari buku yang ditulis oleh Mahroji Khudhori ini
adalah pada tulisan berjudul Memahami Kenakalan Anak. Yang namanya anak pasti
akan lebih tertarik pada dirinya sendiri. Anak belum tahu mana baik, mana
buruk, sopan atau tidak sopan, serta hal-hal lain yang berlaku bagi orang
dewasa. Anak TK misalnya, belum tahu bagaimana bersikap yang baik. Karena itu,
mereka kerap mencari perhatian saat ada tamu yang datang ke rumah. JIka tidak
segera diperhatikan, mereks akan berbuat ulah. Tanpa disadari, sejurus
kemudian, sang orangtua akan berujar, “Maaf ya, anak saya memang nakal.”
Dan
stigma nakal ini selalu ditimpakan pada anak ketika dia berulah, meski
sebenarnya ini adalah akibat dari orangtuanya yang tidak mampu memahami kemauan
anak. Apapun yang dirasa tidak baik menurut orangtua, anak akan disebut nakal.
Sekian tahun kemudian, bukan tak mungkin anak akan benar-benar menjadi anak
yang nakal, sesuai dengan doa orangtuanya.
Contoh
lain, seorang anak, entah sengaja atau tidak, memecahkan gelas berisi minuman.
Spontan orangtuanya berkata, “Tuh kan, dasar nakal kamu!” Tak cukup sampai di
sini, anak kadang masih dimaki dengan perkataan yang tak layak keluar dari
mulut orangtua.
Memang
berapa harga gelas hingga anak dimaki tidak karuan? Jika si anak memang salah,
nasehati dengan baik. Mungkin anak belum tahu kalau gelas itu akan pecah jika
mengenai benda yang keras. Bukankah kita dulu juga ketika kecil pernah
memecahkan gelas? Sungguh, makian orangtua bisa menjelma menjadi doa yang
sangat mengerikan. Bukankah doa orangtua adalah salah satu doa yang paling
mudah dikabulkan Allah? Salah assuh dan ketidaktahuan orangtua dalam mendidik
anak kerap menjadi penyebab rusaknya perkembangan jiwa anak.
Ada
lagi sebuah kisah yang dicontohkan di dalam buku ini. Suatu ketika, sang
penulis buku ini melihat anak TK berjalan ke warung untuk membeli sesuatu.
Ternyata yang dibelinya adalah rokok. Ternyata, ia diperintah bapaknya, Sambil
berjalan, anak tersebut menjilati ujung rokok yang ia bawa. Mungkin ia
berpikir, kalau dijilati saja manis, apalagi kalau disulut dengan api seperti
yang dilakukan bapaknya. Tunggu saja, tak butuh waktu lama anak tersebut juga
akan menjadi perokok seperti bapaknya. Terkadang, orangtualah yang sebetulnya
bersikap nakal. Sebab tanpa disadari, ia telah mengenalkan rokok.
Dalam
buku ini, kita akan menjumpai peristiwa sehat yang menyehatkan. Juga ada yang
mengajak kita untuk merenung dan termenung. Jangan keburu tersinggung. Bukankah
kebaikan bisa kita dapatkan dari mana pun jua, termasuk dari goresan tinta yang
amat sederhana ini?
Judul buku : Jangan Berhenti Berbuat BaikPenulis : Mahroji KhudhoriPenerbit : Pro U MediaTebal : 304 halaman
Penulis : Dwi Lestari, Staf BPH LPIT Insan Mulia, Bambanglipuro, Bantul
Foto: google
Post a Comment