Menyiapkan Masa Depan




Oleh : Herwin Nur

Akhirnya tetangga terbiasa melihat anak sulung kami yang saat itu masih balita, pergi ke warung sendiri. Pulang terengah-engah menenteng barang belanjaan. Tetangga pun sempat heran, kenapa semua anak saya sekolah TK dan SD sampai ke luar kota. Walau pulangnya pakai antar jemput sekolah. Kebanyakan orangtua memasukkan anaknya ke TK dan SD di komplek perumahan, dijangkau dengan jalan kaki dan banyak teman seperjalanan.

Memang dalam hati kecil miris juga, terutama melihat ketiga anak kami yang semua perempuan, pulang dari SD ambil kunci rumah di tetangga. Sesampainya di rumah, anak sudah tahu apa yang harus dikerjakan. Soal asupan gizi dan nutrisi kami siapkan dan utamakan. Mereka sudah akrab dengan kegiatan dapur.

Masih ada tetangga yang bertanya, rumah kami sepi dari anak. TK, SD dan SMP anak kami di pondok pesantren di bilangan Jakarta Selatan. SMP-nya menginap, karena mendapat pendidikan formal di pagi dan siang, sore mulai pendidikan agama dan kegiatan lainnya. Risiko jika anak kami dengan tetangga maupun lingkungan dianggap kurang gaul. Kurang berinteraksi dengan kegiatan lingkup RT. Namun dikenal sebagai murid TPA masjid kompleks., serta ikut les bahasa Inggris.

Tiap orangtua mempunyai resep dalam mendidik anaknya. Kita bisa mengacu kepada tetangga yang lebih tua. Kembali ke fitrah anak, secara ringkas posisi dan kedudukan anak di dalam Al-Qur’an bisa berkonotasi negatif maupun berkonotasi positif.

Posisi dan kedudukan anak bisa cenderung berkonotasi negatif alias menjadi ancaman bagi kedua orangtua, karena ada pemahaman yang dapat kita simak melalui dua ayat berikut ini. Pertama, mengacu terjemahan QS At Taubah 55 :Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.”

Kedua, mengacu terjemahan QS Al Anfaal 28, Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Konotasi negatif yang lebih ekstrim, Allah berfirman dalam QS At Taghaabun 14: Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Sedangkan posisi anak yang bermakna konotasi positif sesuai dengan yang tersurat maupun tersirat melalui dua ayat berikut ini: Pertama, QS Al Kahfi 46:Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Kedua, QS Al Furqaan 74:Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”.

Periode perjuangan hidup dan perjalanan waktu kita sebagai orangua, sangat  berbeda dengan masa kehidupan putra-putri kita nantinya, kela. Sehingga dalam konteks mengajar, mendidik, melatih anak tentunya mengikuti kondisi dan perubahan dinamika kehidupan. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah, yang artinya :  “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.”

Menyiapkan ilmu anak dengan gaya orangtuanya atau sesuai zaman sekarang, pada hakikatnya adalah menyiapkan anak agar bisa eksis, bermanfaat, bermartabat di zamannya nanti. Kita menyiapkan masa depan anak, dengan harga sekarang. Lebih mulia anak berkeringat, mandi keringat, memeras otak saat menuntut ilmu, menimba ilmu, mengasah keahlian dan keterampilan daripada nanti berkeringat, modal dengkul dan nafas, peras tenaga karena tidak punya ilmu, keahlian, keterampilan. Warisan terbaik orangtua ke anaknya adalah nama baik dan ilmu.

Penulis: Herwin Nur, Penulis lepas
Foto: google
Powered by Blogger.
close