Ruang Kecil (bagian 2)
Oleh : Abdul Muttaqin,
Kita lanjutkan kisah yang telah
kita baca edisi bulan lalu. Pada edisi yang lalu, kita sudah menyimak sebagian
kisah Pak Munif Chatib tentang adanya ruang kecil di sekolah-sekolah di
Finlandia yang tersedia untuk mengamankan guru yang mabuk akibat minum alkohol.
Disediakan khusus untuk sementara waktu agar mereka tidak masuk kelas dan
mengajar dalam kondisi mabuk. Di ruangan itu pula, guru yang sedang teler
melakukan apa saja layaknya orang mabuk, seperti memukul apa saja di ruang itu.
Baca rrtikel yang telah lalu : Ruang Kecil (bagian 1)
Fenomena lain adalah saat memasuki
musim dingin tiba. Saat musim dingin, siang lebih pendek, dan malam lebih
panjang. Bahkan gelap bisa belangsung terus menerus selama 24 jam. Banyak yang
depresi. Tidak sedikit yang merasa ketakutan dan terkurung tanpa bisa melarikan
diri. Nah, memasuki musim dingin, mereka saling berpelukan dan meminta maaf.
Nanti mereka akan berpelukan lagi saat mereka bertemu dengan teman, kolega atau
tetangga setelah menghabiskan musim dingin yang panjang itu. Saat pertama kali
mereka bertemu di musim panas, mereka berpelukan saling menyukuri masih bisa
melihat matahari terbit. Mereka gembira karena masih bisa berjumpa lagi dalam
keadaan masih sehat dan hidup. Sebab di Finlandia, banyak orang putus asa dan
bunuh diri saat musim dingin itu dengan cara yang bermacam-macam. Satu di
antaranya dengan cara menabrakkan diri mereka dengan kereta cepat di
stasiun-stasiun kereta. Mereka gembira karena tadinya menyangka tidak akan
pernah bertemu kembali karena bisa jadi salah satu di antara mereka menjadi
korban pelaku bunuh diri.
Pak Munif speechless. Saya speechless lagi
mendengar ceritanya.
Para guru itu bangga pendidikan
mereka hebat dan gaji mereka besar, tetapi pada dua kasus cerita guru di atas,
secara tidak langsung mereka mengakui ada problem dalam sekolah dan kehidupan
mereka. Pada poin ini, saya kurang jeli menangkap, apakah guru-guru yang
diundang dan curhat itu adalah guru-guru Dream School, sekolah terbaik di Finlandia
yang dikunjungi Pak Munif atau bukan.
Dilihat dari kasat mata, terutama
pada tingkat kemakmuran warga Finlandia, pendidikan mereka memang hebat, tetapi
dalam sisi pendidikan ruhani, pendidikan mereka rapuh. Begitulah kira-kira
simpulan Pak Munif. Namun secara fisik, kita memang harus mengakui hebatnya
pendidikan di Finlandia. Kalo tidak percaya, hayo ongkosi saya kita ke sana
liat dari dekat.
Cerita Finlandia Pak Munif saya
selesai sampai di sini.
Sekarang terserah, percaya cerita
Pak Munif ini yang saya ceritakan kembali, kagum dan terus muji-muji hebatnya
pendidikan di Finlandia, mau ngelanjutin mendukung atau mengritik keras atau
lembek Full Day School, atau setuju bahwa kita punya sistem nilai untuk
pendidikan dalam bingkai worldview Islam bahwa pendidikan harus berbasis iman,
Islam dan ihsan tanpa harus inferior dengan sistem pendidikan mana pun.
Islamic Worldview
Pendidikan Islam punya cara pandang
yang sama sekali berbeda dengan Barat yang sekuler. Bagi seorang muslim, ilmu
untuk mengenal Allah dan mengantarkan pada ketundukkan kepada-Nya, sementara
bagi orang sekluer, ilmu tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Ilmu bagi seorang
muslim akan menuntunnya pada perilaku dekat kepada Allah. Tetapi tidak bagi
Barat sekuler.
Saya kutip Dr. Hamid Fahmy Zarkasy
tentang hipotesa penelitian tiga Profesor, Richard Lynn, Ulster University,
Irlandia Utara, Helmuth Nyborg, Universitas Aarhus, Denmark dan John Harvey
Sussex, Inggris. Mereka bertiga meneliti adanya korelasi negatif antara IQ dan
Iman atau antara kecerdasan dan keimanan. Mereka berangkat dari hipotesa :
“Semakin cerdas seseorang orang itu ia semakin sekuler dan bahkan ateis. Semain
bodoh seseorang itu ia semakin religius.” Lebih lengkapnya bagaimana hasil dan
problem metodologis riset tersebut bisa dibaca dalam Hamid Fahmi Zarkasy,
Misykat, Refleksi Tentang Islam, Westernisasi & Liberalisme, hal 52 -60.
Lalu apa kaitannya dengan guru
mabuk dan bunuh diri di atas? Kaitannya adalah cara pandang (worldview). Mabuk
bagi guru di Finlandia bisa jadi tidak ada hubungannya dengan profesinya
sebagai guru, tapi di Indonesia, atau di lingkup lembaga pendidikan Islam, ini
problem serius.
Lawrence Kohlberg, tentu banyak
orang tahu, dikenal sebagai Profesor dalam bidang psikologi sosial di
Universitas Chicago. Selain itu Kohlberg juga terkenal sebagai pakar pendidikan
di zamannya. Bahkan dialah yang menggagas pendidikan karakter. Namun kita
terkejut karena penggas pendidikan karakter yang ahli psikologi ini, dililit
depresi berkepangangan dan tidak banyak berjuang untuk bertahan. Ironisnya,
Kohlberg justru terfikir untuk mengakhiri hidupnya. Tentu ini adalah sebuah aib
bagi dunia psikologi yang mengajarkan perlawanan untuk keluar dari sebuah
masalah. Kohlberg kabur dari rumah sakit di Cape Pod, Massachusetts tempatnya dirawat
karena tidak kunjung sembuh.
Di Boston Harbor, sebuah daerah
tepi pantai dekat Samudera Atlantik, pencetus pendidikan Karakter ini mati
secara tragis. Kohlberg menenggelamkan tubuhnya ke dalam samudera bersama virus
yang telah menggerogotinya dalam waktu sekian lama.Hingga akhirnya, jasad
Kohlberg diketemukan pada April 1987 mengapung sekitar 1.000 meter ke arah
selatan pantai. Dari hasil pemeriksaan medis, disimpulkan bahwa tenggelam
adalah penyebab kematian seorang Kohlberg.
Lalu, maunya pendidikan kita
bagaimana?
Penulis : Abdul Muttaqin, Penulis
lepas, Tinggal di Depok, Jawa Barat
Foto: google
Post a Comment