Skenario Allah Lebih Indah




Oleh: Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A.
               
“Ya Allah, ya Rahman-ya Rahim, kami memohon kepada Engkau ya Allah,... tempatkanlah anak kami yang akan menjalani magang di lokasi yang tidak jauh dari kota ini ....” kira-kira itulah doa yang dipanjatkan oleh sepasang suami istri, sahabat kami, di mushola samping rumah, setiap selesai sholat.

Namun apa yang terjadi, anak laki-laki nomor tiga yang calon dokter itu, oleh yang berwenang ditempatkan di suatu lokasi yang terpencil di Pulau Sulawesi bagian utara, selama setahun. Betapa kecewanya kedua suami-istri itu. Mereka berpikir, mengapa dengan doa yang selalu dipanjatkan setiap selesai sholat, tidak menjadikan Allah Ta’ala mengabulkan permohonannya.  

Mereka mengharap, kalau lokasi magangnya itu dekat, berarti kesempatan untuk pulang ke rumah, atau keinginan mereka untuk menengok anaknya akan mudah dilakukan. Bahkan mungkin setiap akhir pekan mereka bisa bertemu. Namun keputusan Allah Ta’ala berbeda, sehingga kalau mereka ingin menengok harus menempuh jarak yang begitu jauh, dan biayanya juga mahal.

 Mereka sempat bertanya-tanya dalam hati, mengapa Allah Ta’ala tidak mengabulkan permohonan yang telah dipanjatkan dengan sungguh-sungguh, tetap saja anaknya mendapat lokasi magang yang jauh dan terpencil. Namun mereka sadar, apa yang Allah berikan pasti ada hikmahnya, seperti yang sering dikatakan para ustadz.  Pasti Allah telah mempunyai skenario yang lain, yang jauh lebih baik dari apa yang sekedar diinginkannya. Harapan dan keinginan yang telah mereka panjatkan pada Allah Ta’ala tentang lokasi magang tersebut, sebenarnya hanyalah berdasar emosi saja,yaitu agar selalu bisa dekat dengan putranya.

Seiring dengan berlalunya waktu, anaknya yang sudah beberapa bulan di lokasi terpencil ternyata justru merasa senang, dan dia merasa bisa lebih mandiri. Banyak hal baru yang belum pernah dialaminya. Meskipun rata-rata pendidikan masyarakat di sana relatif belum tinggi, namun kesadaran akan kesehatan cukup baik. Sehingga dia merasakan bahwa kehadirannya sangat diperlukan oleh masyarakat di sana.

Skenario Allah yang lain dan yang lebih baik, telah terjawab ketika beberapa bulan menjelang berakhirnya masa magang, anaknya menyampaikan berita di luar dugaan ke dua orangtuanya, yaitu putusnya hubungan anaknya dengan seorang wanita yang mereka berdua telah sepakat untuk meneruskan sampai ke jenjang pernikahan.

Subhanallah, Allah Ta’ala mempunyai rencana lain. Meskipun rencana tersebut  sebenarnya juga merupakan keinginan dari kedua orangtua itu. Keinginan yang dulu pernah mereka panjatkan pada-Nya, hanya mungkin kemudian mereka telah melupakannya. Sebelum berangkat magang, anaknya mempunyai teman wanita sekampus yang mereka berdua telah sepakat untuk hidup bersama. Karena dari pandangan kedua orangtuanya bahwa wanita tersebut terlihat bukan sebagai wanita yang sholihah, maka kedua orangtuanya tidak setuju. Namun karena keinginan anaknya sudah tidak bisa dicegah lagi, akhirnya dengan berat hati kedua orangtuanya mengizinkannya.  

Ketika kedua orangtua itu mendengar bahwa rencana sang anak untuk hidup berkeluarga dengan wanita tersebut batal, terbesit rasa syukur yang tidak terhingga, karena memang sejak awal mereka tidak setuju kalau anaknya menikah dengannya. Si anak juga bersyukur bahwa wanita pilihannya tersebut bukan jodohnya, karena selama ditinggal magang, dia menjalin hubungan dengan pria yang lain.

Kedua orangtua tersebut sadar, inilah kiranya rencana lain dari Allah Ta’ala, mengapa anaknya mendapatkan tempat magang di lokasi yang terpencil. Hikmah ini jauh lebih berarti dalam kehidupan mereka, sehingga kedua orangtuanya masih bisa berharap, kelak anaknya akan mendapatkan pendamping yang memang mereka restui, tidak sekedar mengizinkannya. Allah selalu memberikan yang terbaik bagi umatnya, seperti yang telah tertulis dalam salah satu firman-Nya “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al Baqarah, 216).

Penulis: Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A., Guru Besar Fakultas Teknik Mesin UGM, Pimpinan Umum Majalah Fahma
Foto: google
Powered by Blogger.
close