Cintai Anakmu untuk Selamanya
Oleh : Mohammad Fauzil Adhim
Pada saatnya anak-anak akan pergi,
meninggalkan kita, sepi… Mereka bertebaran di muka bumi untuk melaksanakan
tugas hidupnya; berpencar, berjauhan. Sebagian di antara mereka mungkin ada
yang memilih untuk berkarya dan tinggal di dekat kita agar berkhidmat kepada
kita. Mereka merelakan terlepasnya sebagian kesempatan untuk meraih dunia
karena ingin meraih kemuliaan akhirat dengan menemani dan melayani kita. Tetapi
pada saatnya, kita pun akan pergi meninggalkan mereka. Entah kapan. Pergi dan
tak pernah kembali lagi ke dunia ini.
Sebagian di antara
kematian adalah perpisahan yang sesungguhnya; berpisah dan tak pernah lagi
berkumpul dalam kemesraan penuh cinta. Orangtua dan anak hanya berjumpa di
hadapan Mahkamah Allah Ta’ala, saling menjadi musuh satu sama lain, saling
menjatuhkan. Anak-anak yang terjungkal ke dalam neraka itu tak mau menerima
dirinya tercampakkan sehingga menuntut tanggung-jawab orangtua yang telah mengabaikan
kewajibannya mengajarkan agama.
Adakah itu
termasuk kita? Alangkah besar kerugian di hari itu jika anak dan orangtua
saling menuntut di hadapan Mahkamah Allah Ta’ala.
Inilah hari ketika
kita tak dapat menyewa pengacara, dan para pengacara tak dapat membela diri
mereka sendiri. Lalu apakah yang sudah kita persiapkan untuk mengantarkan
anak-anak pulang ke kampung akhirat? Dan dunia ini adalah ladangnya.
Sebagian di antara
kematian itu adalah perpisahan sesaat; amat panjang masa itu kita rasakan di dunia,
tapi amat pendek bagi yang mati. Mereka berpisah untuk kemudian dikumpulkan
kembali oleh Allah Jalla wa ‘Ala. Tingkatan amal mereka boleh jadi tak
sebanding. Tapi Allah Ta’ala saling susulkan di antara mereka kepada yang
amalnya lebih tinggi.
Allah Ta’ala
berfirman:
“والذين آمنوا
واتبعتهم ذريتهم بإيمان ألØقنا بهم ذريتهم وما ألتناهم من عملهم من شيء كل امرئ
بما كسب رهين”
“Dan
orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada
mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat
dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thuur,
52: 21).
Diam-diam
bertanya, adakah kita termasuk yang demikian ini? Saling disusulkan kepada yang
amalnya lebih tinggi. Termasuk kitakah?
Adakah kita
benar-benar mencintai anak kita? Kita usap anak-anak kita saat mereka sakit.
Kita tangisi mereka saat terluka. Tapi adakah kita juga khawatiri nasib mereka
di akhirat? Kita bersibuk menyiapkan masa depan mereka. Bila perlu sampai letih
badan kita. Tapi adakah kita berlaku sama untuk “masa depan” mereka yang
sesungguhnya di kampung akhirat?
Tengoklah sejenak
anakmu. Tataplah wajahnya. Adakah engkau relakan wajahnya tersulut api nereka
hingga melepuh kulitnya? Ingatlah sejenak ketika engkau merasa risau melihat
mereka bertengkar dengan saudaranya. Adakah engkau bayangkan ia bertengkar
denganmu di hadapan Mahkamah Allah Ta’ala karena lalai menanamkan tauhid dalam
dirinya?
Ada hari yang
pasti ketika tak ada pilihan untuk kembali. Adakah ketika itu kita saling
disusulkan ke dalam surga atau saling bertikai?
Maka, cintai
anakmu untuk selamanya! Bukan hanya untuk hidupnya di dunia. Cintai mereka
sepenuh hati untuk suatu masa ketika tak ada sedikit pun pertolongan yang dapat
kita harap kecuali pertolongan Allah Ta’ala. Cintai mereka dengan pengharapan
agar tak sekedar bersama saat dunia, lebih dari itu dapat berkumpul bersama di
surga. Cintai mereka seraya berusaha mengantarkan mereka meraih kejayaan, bukan
hanya untuk kariernya di dunia yang sesaat. Lebih dari itu untuk kejayaannya di
masa yang jauh lebih panjang. Masa yang tak bertepi.
Penulis: Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku Segenggam
Iman Anak Kita
Foto: google
Post a Comment