Kisah yang Menghidupkan Akal


Oleh: Galih Setiawan

Sejak dulu hingga sekarang, anak-anak banyak mengenal sosok fiktif yang dipresentasikan secara intens melalui film-film. Para orangtua mungkin tidak menyadari bahwa apa yang masuk dalam otak anak-anak sejak kecil akan tersimpan kuat dalam akal mereka.

Karena itu, alangkah lebih baik jika yang anak-anak kita kenal adalah sosok para nabi, rasul atau pahlawan-pahlawan Islam yang telah mengubah zaman. Terlebih kisah yang nyata kebenarannya, kisah yang mengisnpirasi, kisah jauh lebih menghidupkan akal dan mampu membentuk karakter anak dibanding sosok fiktif yang kadang tidak masuk akal.

Betapa lengkap teladan kebaikan yang ada dalam kisah rasul dan para sahabatnya. Berbagai karakter ada di situ. Ada kisah tentang jiwa ksatria Umar bin Khotthob, jiwa pengusaha Abdurrahman bin Auf. Banyak contohnya dan itu nyata, bukan dongeng! Bahkan sebagian isi Al-Quran pun berupa kisah. Sayangnya, kisah para rasul dan para sahabat ini saat ini sudah jarang disampaikan para orangtua pada anak. Anak lebih mengenal tokoh-tokoh di sinetron dan film yang mereka saksikan ketimbang mengenal rasul dan para sahabat.

Salah satu yang mungkin menjadi penyebab banyak orangtua yang kurang meminati penyampaian kisah dalam metode mendidik anak adalah karena efeknya yan bersifat jangka panjang pada pembentukan karakter anak. Pembentukan karakter anak tidak bisa dicapai dengan instan. Kisah yang terus disampaikan kepada anak akan mengendap ke dalam pikiran mereka. Nah, kalau ceritanya yang baik-baik, maka yang masuk ke pikiran mereka tentu yang baik-baik pula. Kalau yang diceritakan orangtua kisah-kisah kepahlawanan, kebaikan, persahabatan, maka akan seperti itulah sifat anak nantinya. Bayangkan saja kalau yang dikonsumsi anak justru tayangan atau materi yang penuh kekerasan, maka akhlak atau karakter anak seperti apa yang akan tercipta kemudian? 

Maka tak salah rasanya jika Dr. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam bukunya “Cara Nabi Mendidik Anak” mengatakan bahwa kisah menempati peringkat pertama sebagai landasan asasi (membentuk) metode pemikiran yang memberikan dampak positif pada akal anak.

Lalu, bagaimana cara mengarahkan putra-putrinya dalam memiliki karakter positif yang Allah dan Rasul-Nya tekankan? Hal pertama yang harus diperhatikan orangtua, pahami dan sadarilah bahwa semua kisah yang ada di dalam Al-Qur’an adalah diceritakan sendiri oleh Allah dan itu adalah kenyataan. Bukan fiktif atau dongeng.

Allah menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada rasul yang mulia. Tetapi, kebanyakan manusia sedikit sekali yang mengimaninya dan sedikit sekali yang mengambil pelajaran.

Dengan kata lain, mendidik anak-anak dengan kisah para nabi dan rasul tidak semata akan menjadikan anak-anak kita terbentuk dan terbangun karakter positifnya, tetapi di sisi lain juga akan meneguhkan keyakinan kita terhadap kebenaran Al-Qur’an, sekaligus kita menjadi orang yang paling mungkin mengambil manfaat besar dari Al-Qur’an, karena selalu berpikir bagaimana mengambil pelajaran dari kitabullah.

Dengan demikian, insya Allah anak-anak kita akan tumbuh menjadi generasi tangguh, sabar, ulet dan istiqamah dalam memegang kebenaran Islam, yang semua itu tidak mungkin didapat dari kisah-kisah fiktif, baik dalam bentuk cerita ataupun film-film

Kalau anak kita sekarang hanya menonton Doraemon dengan pintu ke mana sajanya, kenapa kita tidak memaparkan bagaimana kisah para sahabat dan ulama zaman dulu yang menempuh ribuan kilo untuk memastikan satu hadits yang tidak ia ketahui? Seperti Imam Ahmad yang menempuh ribuan kilo dari Baghdad ke Spanyol untuk mengejar Hadits. Kalau saat ini anak-anak kita hanya menonton Princess Shofia, kenapa tidak kita sampaikan saja kisah Khotijah yang teguh dan setia membersamai perjuangan dakwah Rasulullah?

Belum lagi kalau kita mendengar kesungguhan Ali bin Abi Thalib berwakaf dengan hasil kebunnya di Yarmuk yang jika kita nilai dengan kurs rupiah bisa bernilai 8 milyar. Padahal waktu itu kondisi Ali dalam keadaan lapar dengan perut diganjal batu.

Penting rasanya kita belajar kembali sejarah, agar dapat menemukan sosok teladan nyata yang mampu menjadi inspirasi dalam setiap persoalan. Bukan hanya tokoh film yang fiktif dan penuh rekaan.

Penulis: Galih Setiawan, Redaktur Majalah Fahma

Foto: Kak Bimo memotivasi melalui cerita
Powered by Blogger.
close