Jangan Biasakan Manja
Oleh: Prof. Dr. Ir. Indorto, D.E.A.
Suatu sore pulang dari kantor, saya lihat ada seorang ibu,
tetangga yang sedang mengobrol dengan istri di rumah. Sepintas saya mendengar
ibu itu berkonsultasi tentang putrinya yang sedang hamil pertama, dia tidak mau
makan apa-apa, lemas hanya tiduran saja.
Malam harinya saat makan bersama, saya menanyakan pada
istri sebetulnya ada apa, kok diskusinya terlihat serius. Lalu dia cerita, bahwa
putri tetangga tadi, saat ini sedang hamil muda, kondisi badannya sangat lemah.
Semula dia tinggal di kota lain bersama suaminya, namun karena tidak ada yang
mengawasi kondisi kehamilannya, lalu oleh ibu tadi dibawa pulang agar ada yang
mengarahkannya.
Memang dalam kesehariannya putri ibu tadi tidak mempunyai
nafsu makan sama sekali, badan terasa lemas, hanya tiduran, malas, tidak ada
niat untuk melakukan aktivitas.
Ketika minta dimasakkan jenis sayur yang dia pesan,
setelah dibuatkan, ternyata dia hanya makan sedikit sekali, hanya satu-dua
sendok saja. Tetangga itu tanya ke istri, sebaiknya diberi obat apa. Dijawab istri,
bahwa tidak ada obatnya. Kalau timbul rasa sakit atau malas itu sesuatu yang
wajar karena memang ada perubahan hormon, tetapi itu semua harus dilawan,
jangan dijadikan kebiasaan.
Kata istri, dalam kajian akademik tentang kehamilan, ada
istilah “Psiko-ekonomi”. Untuk menjelaskan hal ini, dia memberikan contoh para
wanita yang menjadi pekerja sebagai buruh bangunan. Mereka melayani para tukang
secara serabutan, mengambilkan apa-apa saja yang diperlukan oleh tukang, seperti
mengambilkan air, membawakan batu bata, batu kali atau peralatan pertukangan.
Mereka bekerja mengandalkan otot, mengandalkan fisiknya. Nah, ketika mereka
hamil, apakah lalu mereka tidak bekerja? Tidak ...!!! Mereka tetap bekerja,
karena kalau tidak, maka api tungku di dapur tidak akan menyala.
Atau para wanita yang menjadi buruh gendong di pasar tradisional. Mereka membantu para ibu-ibu
yang belanja di pasar, membawakan barang-barang yang sudah dibeli dengan cara
digendong, karena di pasar tidak ada trolley
atau kereta dorong yang biasa dipakai untuk menaruh barang belanjaan. Buruh
gendong yang bawaannya cukup banyak itu berjalan mengikuti ke mana arah ibu belanja,
dan lama kelamaan barang gendongannya semakin banyak, semakin berat. Pada saat
buruh gendong itu hamil, apakah lantas mereka lalu tidak bekerja? Tidak...!!!. Mereka harus
tetap bekerja agar keluarganya tetap bisa makan.
Apakah tidak ada perubahan hormon pada mereka ?. Pasti
ada, karena mereka juga sama-sama makhluknya Allah. Tetapi mengapa mereka tidak
merasakan badan lemas, mual-mual, dan nafsu makannya tetap ada. Itulah
kebesaran dan keadilan Allah Ta’ala.
Allah tidak akan memberikan ujian di luar kemampuannya....
Sebenarnya perubahan hormon, rasa lemas, mual atau ketidaknyamanan
yang lain itu tetap ada, hanya saja berbagai perubahan tersebut tidak dirasakan,
dapat tertutup oleh besarnya rasa tanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup
keluarganya. Sedangkan putri tetangga tadi tidak mempunyai tanggung jawab selain
terhadap dirinya sendiri, dia telah terbiasakan manja oleh keadaan. Nafkah
suaminya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Untungnya
sang suami memahami kondisi istrinya, sehingga dia rela hidup sendiri dan pasangannya
tinggal bersama kedua orangtuanya.
Istri juga memberitahu, bahwa orang hamil itu harus tetap
makan, bahkan kebutuhan gizinya juga harus tercukupi. Kondisi apapun harus
dipaksa, sang ibu harus memikirkan masa depan janinnya, jangan egois. Karena
asupan makan itu tidak hanya untuk ibu yang sedang hamil, namun juga untuk
janin yang sedang dikandungnya. Kalau tidak ada makanan yang masuk, lalu dari
mana si janin akan mendapatkan asupan gizi. Kalau asupan gizi tidak baik, maka
pertumbuhan janinnya juga akan terhambat.
Sebelum pulang, tetangga tadi bergumam, mengapa dia terlalu memanjakan
anak perempuan satu-satunya itu. Untuk menebus kesalahannya dia berjanji untuk berusaha
semaksimal mungkin membangkitkan semangat putrinya, sebelum terlambat, agar janinnya
bisa tumbuh sehat. Dia menyadari bahwa kehamilan adalah salah satu nikmat Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, sehingga kita
harus mensyukurinya. Wallahu A’lam
Bishawab.
Penulis : Prof. Dr. Ir.
Indorto, D.E.A., Pimpinan Umum Majlaah Fahma, Guru Besar Fakultas Teknik UGM
Yogyakarta
Foto : google
Post a Comment