Keluarga Yang Ideal
Oleh : Mohammad Fauzil Adhim
Yang paling indah adalah keluarga
ideal yang berlimpah barakah; saling setia, tidak ada maksiat di dalamnya.
Berpegang pada syari'at dan tidak ada kemungkaran di dalamnya. Dan agama ini
memberikan tuntunan kepada kita agar kesejukan itu terjaga. Kekurangan istri
maupun suami bukanlah derita dan musibah manakala keduanya saling ridha, saling
mengingatkan.
Tak semua mendapati keluarga yang
ideal. Adakalanya dalam rumah-tangga terjadi badai besar yang hampir-hampir
merobohkan rumah-tangga, meskipun ada di antara pasangan suami-istri yang
memilih untuk tetap bertahan di atas puing-puing perkawinan. Di antara musibah
besar itu adalah perselingkuhan. Ada juga yang sebenarnya tidak berselingkuh
sama sekali, tetapi muncul pengakuan dari seseorang atau beberapa orang bahwa
ada perselingkuhan dengan istri atau suami.
Seandainya setiap klaim itu boleh
diterima, maka setiap orang dapat mengajukan apa saja sehingga kacaulah tatanan
hidup ini. Maka setiap klaim tuduhan harus menghadirkan bayyinah (bukti).
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا ؛ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ
قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ ، وَلَكِنِ الْبَيِّنَةُ عَلَـى الْـمُدَّعِيْ ،
وَالْيَمِيْنُ عَلَـى مَنْ أَنْكَر
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
'anhuma bahwa Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya
(setiap) orang bebas mengklaim (menjatuhkan tuduhan), maka pasti akan ada orang
yang mengklaim harta dan darah suatu kaum (jiwa orang lain). Karena itu wajib
bagi pendakwa (penuduh) untuk mendatangkan bukti (bayyinah) dan sumpah wajib
bagi orang yang tidak mengakui/mengingkari (tuduhan).” (HR. Bukhari, Muslim dan
lain-lain).
Hari ini, di era media sosial yang
begitu merambah kemana-mana, betapa sering tuduhan bertebaran seolah tanpa
perlu bukti yang meyakinkan, dengan mudahnya menyebar (atau kita ikut
menyebarkannya?). Betapa mudah orang menyebarkan rumor tentang seseorang tanpa
merasa bersalah. Padahal ini semua menuntut tanggung-jawab di Yaumil Qiyamah.
Sekiranya itu tampak bermanfaat, ingatlah bahwa yang batil pasti tidak barakah.
Ada tuduhan, ada pengakuan. Ini
terkait dengan status hukum seorang anak yang diklaim hasil perzinaannya dengan
seorang perempuan.
قَامَ
رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ فُلاَنًا ابْنِيْ عَاهَرْتُ بِأُمِّهِ
فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ
دِعْوَةَ فِي اْلإِسْلاَمِ ذَهَبَ أَمْرُ الْجَاهِلِيَّةِ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ
وَلِلْعَاهِرِ
Seorang berdiri seraya berkata,
"Ya Rasulallah, sungguh si Fulan ini adalah anak saya, saya dulu di zaman
Jahiliyah menzinai ibunya." Maka Rasulullah shallaLlahu ’alaihi wa sallam
menjawab, "Tidak ada pengakuan anak dalam islam, telah hilang urusan
jahiliyah. Anak adalah milik suami wanita (al-firaasy) dan pezina
dihukum." (HR. Abu Dawud).
Bagaimana jika seorang istri memang
melakukan perselingkuhan dengan seorang laki-laki? Na'udzubillahi min dzaalik
tsumma na'udzubillahi min dzaalik. Andaikan terjadi yang demikian, agama ini
pun telah mengaturnya secara lengkap. Jika seorang istri berselingkuh dan
kemudian ia mengandung, maka kedudukan anak itu sangat terkait dengan ada
pengingkaran atau tidak dari suaminya. Jika istrinya berselingkuh, sementara ia
tetap mempergauli istrinya sebagaimana biasa dan tidak mengingkari anaknya pada
saat itu, maka anak tersebut dinasabkan kepada suami.
Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
الْوَلَدُ
لِصَاحِبِ الْفِرَاشِ
“Anak yang lahir adalah milik sang
pemilik kasur (suami).” (HR Bukhari).
Ini hanyalah sebagian di antara
pengaturan Islam. Betapa luas dan lengkapnya aturan itu lengkap dengan berbagai
keadaan yang menyertai, sekiranya kita mau mempelajarinya.
Penulis: Mohammad Fauzil Adhim, Praktisi
Parenting, Penulis buku Segenggam Iman
Anak Kita
Foto: google
Post a Comment