“Aku Sudah Tidak Kuat!”
Oleh: Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A.
“Aku
sudah tidak kuat lagi.... aku ingin mati!”. Kalimat tersebut ditulis dalam WhatsApp (WA) oleh seorang anak, pelajar
SMP yang tinggal sendiri di sebuah kota bersama dua pembantu, terpisah dengan
orangtuanya yang hidup di kota lain.
Di
suatu pagi, tiba-tiba putri dari seorang teman menangis, lari tergopoh-gopoh
turun dari lantai dua sambil memegang hp. “Ma ini teman adik, si Nuri (bukan nama
sebenarnya) bagaimana? Katanya dia ingin mati, dia sudah minum
obat banyak.” Tanpa berpikir
panjang, teman tadi langsung meninggalkan dapur walau kebetulan
saat itu dia sedang menyiapkan sarapan buat suami dan anaknya. Mengapa dia tadi
langsung bergegas pergi bersama anaknya ke rumah Nuri, karena mereka tahu bahwa
beberapa hari sebelumnya Nuri memang sering mengeluh pada putrinya, bahwa orangtuanya
jarang sekali menelepon, apalagi menengoknya. Dia merasakan tidak ada perhatian
dari orangtuanya, tidak seperti teman-temannya yang lain.
Benar,
sampai di tempat tinggal Nuri, dia sudah dalam kondisi yang sangat lemah. Kedua
pembantu tidak tahu apa yang dilakukan oleh putri majikannya, karena memang
mereka tinggal di belakang, terpisah dengan rumah induk yang cukup besar. Nuri
langsung dibawa ke rumah sakit, dan untung obat-obatan yang telah ditelan bukan
termasuk obat keras, hanya jumlahnya banyak, jauh melebihi dosis normal. Kata
dokter yang menangani, seandainya tadi tidak segera dibawa ke rumah sakit,
akibatnya akan menjadi serius juga.
Mengetahui
berita tersebut, saya dan istri betul-betul heran, tidak bisa memahami jalan
pikiran orangtuanya. Bagaimana mereka sampai hati menitipkan anaknya pada orang
lain, yang sebetulnya masih sangat perlu kasih sayang dan perhatian dari
orangtua. Apakah mereka tidak ingin menyaksikan anaknya berangkat sekolah dengan
wajah berseri. Apakah ibu itu juga tidak punya keinginan untuk menyambut
putrinya saat pulang sekolah dengan wajah cemberut, karena diganggu oleh
temannya di sekolah, dan cemberut akan sirna ketika dia mendengar bisikan
ibunya. “Enggak apa-apa nak, sebenarnya temanmu tadi hanya ingin menggoda
karena kamu cantik.”
Ternyata,
si anak itu telah putus asa, karena tidak ada orang lain yang dapat memberikan
nasehat atau saran-saran atas masalah-masalah yang dia alami di sekolah. Memang
dalam beberapa waktu sebelumnya Nuri telah melakukan beberapa pelanggaran
terhadap peraturan sekolah. Pernah suatu saat, anak
tadi tanpa sengaja, hp-nya terbawa ke dalam kelas, dia lupa menaruhnya dalam
mobil. Dia mendapat teguran agak keras dari gurunya karena pelanggaran aturan ini
bukan yang pertama kali.
Kemudian
setelah itu, si anak mendapatkan peringatan lagi, karena saat akan ujian, ditemukan
catatan pelajaran yang akan diujikan terletak di atas mejanya. Dia dituduh
merencanakan untuk berbuat curang, padahal menurut pengakuannya, dia samasekali
tidak ingin melakukan hal itu. Sebenarnya dia hanya memanfaatkan waktu untuk membaca
catatan sebelum ujian dimulai, karena dia merasa belum siap berhubung beberapa
hari sebelumnya dia sakit.
Dengan
bertubi-tubinya persoalan yang dihadapi dan tidak ada seorangpun yang bisa
diajak berbagi, rasa frustasi menghinggapi Nuri. Sebagai anak kecil, jelas
sekali dia tidak mampu menyampaikan semua persoalan kepada orangtuanya yang hanya
lewat telpon, dia ingin lebih dari itu. Dia ingin menangis di pangkuan ibunya
sambil meceritakan semua persoalan yang dihadapi. Akhirnya anak kecil itu tidak
mampu berpikir lebih jauh lagi, jalan pintas telah
menjadi pilihannya.
Seharusnya
pelanggaran tersebut bisa dihindari seandainya sang ibu setiap pagi sebelum buah
hatinya berangkat sekolah, mengingatkan agar menaruh hp-nya di mobil. Daya
tahan putrinya juga akan semakin baik, manakala si ibu dapat menyiapkan makan
pagi dengan baik. Si putripun juga tidak harus memanfaaatkan waktu sempit untuk
membaca sebelum ujian, seandainya sang bapak selalu mengingatkan untuk belajar sehabis
sholat maghrib dan mengaji.
Pelajaran
yang sangat berharga buat kita semua, semoga kita selalu mempunyai waktu untuk
anak-anak kita, demi masa depan mereka. Wallahu
a’lam bish showab.
Penulis: Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A. Guru
Besar Fakultas Teknik Mesin UGM, Pimpinan Umum Majalah Fahma
Foto: google
Post a Comment