Kecerdasan Moral pada Anak


Banyak sekali  patokan yang bisa digunakan untuk mendefinisikan tentang kecerdasan. Saat ini, kecerdasan seseorang tak lagi dilihat dari IQ (Intellegence Quotient) semata, tetapi telah merambah ke EQ (Emotional Quotient), SQ (Spiritual Quotient), hingga CQ (Creativity Quotient).  Seolah belum cukup, kini muncul aspek baru yang akan menambah kualifikasi untuk mengukur kecerdasan seseorang, yakni MQ (Moral Quotient) atau kecerdasan moral.

Michele Borba, Ed. D dalam bukunya Building Moral Intelligence, mendefinisikan kecerdasan moral sebagai kemampuan untuk memahami benar dan salah, serta  pendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan norma moral.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun kecerdasan moral. Pertama, empati, yakni inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain.  Kedua, hati nurani, yaitun suara hati yang membantu anak memilih jalan yang benar, serta tetap berada di jalur yang bermoral, membuat dirinya merasa bersalah ketika menyimpang dari jalur yang semestinya. Ketiga, kontrol diri,  yang membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berpikir sebelum bertindak, sehingga dapat melakukan hal yang benar dan kecil kemungkinan mengambil tindakan yang akan menimbulkan akibat buruk.

Keempat, menghormati orang lain. Kebaikan ini mengarahkan anak memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya, sehingga mencegah anak bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Kelima, kebaikan hati, membantu anak untuk mampu menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Keenam, toleransi , membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain.  Ketujuh, keadilan, menuntun anak agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak, adil, mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apapun.

Tiap anak memiliki tahap perkembangan moral yang berbeda-beda. Normalnya, perkembangan moral berbanding lurus dengan fase pertumbuhan dan usianya. Seorang bayi belum memiliki kapasitas untuk mengembangkan kecerdasan moralnya. Yang ia miliki hanyalah rasa benar dan salah terhadap sesuatu yang berlaku untuk dirinya sendiri. Contohnya: Bagi bayi, rasa lapar itu adalah salah, sehingga ia menangis saat lapar. Menginjak satu tahun, anak belum memiliki kemampuan untuk menilai sesuatu sebagai benar atau salah. Patokan baginya hanyalah apa yang orangtua katakan padanya. Pada usia 3-7 tahun, anak mulai memasukkan nilai-nilai keluarga ke dalam dirinya. Apa yang penting bagi orangtua juga akan menjadi penting baginya. Di sinilah orangtua mulai dapat mengarahkan perilaku anak sehingga sesuai dengan aturan dalam keluarga. Dalam tahap inilah seorang anak mulai memahami bahwa apa yang mereka lakukan akan memengaruhi orang lain.

Pada fase usia 7-10 tahun, anak mulai memilah mana saja perilaku yang akan mendatangkan ‘keuntungan’ buat mereka. Sedangkan pada fase praremaja dan remaja, tekanan teman sebaya dan nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya akan membuat mereka terus memilah mana nilai-nilai akan menjadi bagian dari diri mereka.

Mengajarkan kecerdasan  moral pada anak memang tidak mudah. Walaupun tidak mudah, kita harus tetap melakukannya. Mulailah dari konsep boleh dan tidak boleh. Hal ini akan lebih mudah diterima oleh cara berpikir anak.

Ketika ia ditegur karena melakukan hal yang tidak boleh, barulah ia tahu bahwa hal itu salah. Tapi jangan lupa untuk memberi penjelasan. Kalau ia bertanya lebih lanjut, "Kenapa?", berikan penjelasan yang kongkret, alih-alih menceramahinya tentang konsep pamali (tidak elok) atau mubazir.

Selanjutnya, semakin besar usia anak, orangtua boleh mulai memperkenalkannya pada punishment ketika ia melanggar hal yang tak boleh. Sebaliknya, bila patuh, berilah ia reward. Dari sini ia akan belajar tentang konsep benar dan salah.

Konsep benar dan salah ini, pada akhirnya bisa kita kaitkan dengan konsep kejujuran, keadilan, dan menghormati orang lain. Anda tinggal pilih, konsep mana yang ingin Anda utamakan. Kuncinya: Konsisten dan terus-menerus menanamkan nilai-nilai tersebut. Ingat, penanaman nilai-nilai moral akan lebih mudah terserap oleh anak bila dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Penulis : Guru SDIT Salsabila

Foto: google
Powered by Blogger.
close