Tak Ada Kata Menyerah
Oleh : Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A.
“Allah tidak akan membiarkan umatnya yang
telah berusaha dengan sungguh-sungguh, pantang menyerah, untuk mencari solusi atas
persoalan yang mereka hadapi”. Begitulah kira-kira ungkapan yang pantas disampaikan
kepada seseorang yang belum saya kenal sebelumnya, meninggalkan ruangan tempat
saya memberi kuliah.
Suatu
pagi sekitar jam 6.30, saya sudah sampai di kampus, karena memberikan kuliah
jam tujuh. Saat masuk ke gedung yang suasananya masih sepi, saya berpapasan
dengan seseorang yang berpenampilan sahaja, menurut perkiraan saya dia bukan
mahasiswa. Dari jalannya yang pelan dan wajah penuh keraguan, saya menebak
pasti dia belum pernah masuk ke gedung ini. Agar dia tidak merasa asing, saya
mengajaknya senyum, siapa tahu dia memerlukan informasi dari saya. Dia membalasnya
juga, meskipun rasa keraguan di wajahnya tidak berkurang. Ternyata dia lewat
begitu saja, tidak menanyakan sesuatu. Lalu saya masuk ke ruang dosen menunggu waktu
kuliah.
Menjelang
jam tujuh, saya pergi ke ruang tata usaha untuk mengisi daftar hadir, mengambil
lembar absensi mahasiswa dan juga tas yang berisi perlengkapan sarana kuliah. Saya
naik ke lantai dua, masuk ke ruang dan mulailah kegiatan perkuliahan. Setelah berlangsung dua setengah jam, saya mengakhiri
kuliah, mematikan viewer, komputer
dan microphone. Lalu saya mempersilahkan
mahasiswa untuk keluar terlebih dahulu, karena kalau tidak, biasanya mereka
akan menunggu sampai dosennya keluar. Hal ini juga menjadi salah satu perilaku
yang saya hargai, mereka masih membiasakan diri, anak muda mendahulukan yang
lebih tua.
Pada
saat semua mahasiswa sudah keluar, dan selagi saya sibuk membenahi sarana perkuliahan,
tiba-tiba di samping saya sudah berdiri seseorang yang ternyata orang yang tadi
pagi ketemu di lantai bawah. Tanpa memperkenalkan diri, dia langsung mengatakan
“ Pak, saya ingin mengajukan proposal”.
“Oh...dugaan
saya keliru, ternyata dia juga mahasiswa,” kata
saya dalam hati, karena biasanya yang menghadap saya untuk mengajukan proposal
adalah mahasiswa. “Proposal penelitian mas?”. “Bukan Pak, proposal peminjaman
dana”, jawabnya pelan, hampir tidak terdengar; saya jadi heran.
Dokumen
yang dia sebut sebagai proposal saya terima, saya baca. Ternyata bukan
proposal, hanya surat selembar yang isinya singkat, identitas dan permohonan
peminjanan sejumlah dana yang akan dipakai untuk usaha.
“Lho,
kalau seperti ini ya namanya bukan proposal mas Imam (bukan nama sebenarnya). Mestinya,
mas Imam juga membuat rencana usaha yang akan dilakukan dengan dana itu,”
Karena saya tertarik akan keberaniannya untuk meminjan dana pada
orang yang belum dikenalnya, lalu saya ajak diskusi untuk mengetahui siapa sebenarnya
mas Imam.
Memang
benar dia baru pertama kali masuk ke gedung perkuliahan kami, dan dia juga bukan
mahasiswa. Mas Imam menceritakan perjalanannya mengapa
sampai dia memberanikan diri pagi-pagi sekali masuk ke gedung ini. Mas Imam
saat itu sebetulnya sedang menjalankan kewajibannya sebagai suami untuk berupaya
menghidupi keluarganya. Sebelumnya dia pernah bekerja sebagai tenaga pemasar
sebuah produk rumah tangga di ibukota. Namun karena produk tersebut tersaingi dengan produk impor
yang lebih murah, maka produk tersebut kurang laku dan perusahaan mengurangi
jumlah pegawainya, termasuk dia.
Atas
kesepakatan dengan istrinya, mereka kembali ke kota asal dan membuka usaha
dengan sedikit modal yang dibawa dari ibukota. Namun, keberuntungan belum
memihak mereka, usahanya gagal. Untuk sementara, sambil menunggu suaminya
mendapatkan pekerjaan, istrinya bekerja sebagai tenaga kontrak di sebuah
pabrik, yang gajinya jauh di bawah UMR.
Berbagai
upaya telah dilakukan untuk mendapatkan pekerjaan, baik di perkantoran, pabrik,
toko, namun selalu nihil. Akhirnya dia memutuskan kembali untuk berwira usaha,
namun dia sudah tidak mempunyai modal lagi, meskipun dana yang dibutuhkan tidak
terlalu besar. Untuk pinjam ke lembaga keuangan dia juga tidak mempunyai apapun
sebagai tanggungannya, yang akhirnya Allah Ta’ala
telah memunculkan niat dan keberaniannya untuk masuk ke gedung yang sebenarnya
sangat asing baginya. Wallahu A’lam
Bishawab.
Penulis : Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A. Guru
Besar Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Pimpinan Umum Majalah Fahma
Foto : google
Post a Comment