Tidak Mau Berdoa Kepada Allah Ta’ala itu Menyombongkan Diri
Oleh: Irwan Nuryana Kurniawan, M.Psi.
Berdoa kepada Allah Ta’ala merupakan ibadah (HR At
Tirmidzi, HR Abu Dawud, HR Ahmad, HR An Nasa’i, HR Ibnu Majah, HR Ath Thabari,
HR Ibnu Jarir) dan Allah Ta’ala memerintahkan/menganjurkan hamba-hamba-Nya
untuk berdo’a kepada-Nya (QS Ghafir [40]:60). Sebagaimana orang yang
mengerjakan shalat, bersedekah, berpuasa, dan berhaji dengan ikhlas karena
Allah Ta’ala dan mengikuti kaidah syar’iyyah semuanya itu mendapatkan pahala atas
amalannya, maka demikian juga dengan orang yang berdoa kepada Allah Ta’ala berhak
mendapatkan pahala atas doa yang dipanjatkan, baik doa tersebut dikabulkan maupun
ditunda pengabulannya (Syaikh Musthafa bin Al-Adawy, 2015).
Berdoa kepada Allah Ta’ala merupakan bentuk sikap berserah
diri, tunduk, dan butuh seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Ketika seseorang
berdoa kepada Rabbnya, berarti ia telah mengakui bahwa Allah Ta’ala-lah yang
Maha Sempurna, yang akan mengabulkan doanya, dan hanya Allah Ta’ala yang
berkuasa atas segala sesuatu. Ketika ia berdoa, “Wahai Rabb, ampunilah aku,
wahai Rabb, rahmati aku, wahai Rabb, berilah aku rezeki, wahai Rabb, berilah aku
petunjuk,” maka semua doa tersebut termasuk ibadah karena berisi harapan kepada
Allah Ta’ala, pengakuan akan keutamaan-Nya, dan dapat mendekatkan dirinya kepada
Allah Ta’ala (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, 2015).
Allah Ta’ala telah menciptakan seluruh manusia
dalam keadaan miskin dan sangat membutuhkan Allah Ta’ala (QS Fathir[34]:15).
Seluruh makhluk miskin dan mereka semua membutuhkan Allah Ta’ala dalam segala hal.
Pertama, dari sisi penciptaan, kalaulah Allah Ta’ala tidak menciptakan mereka,
niscaya mereka tidak akan pernah ada. Kedua, dari sisi kekuatan dan anggota badan.
Ketiga, dari sisi rezeki dan macam-macam kenikmatan, baik yang lahir maupun batin.
Keempat, dari sisi memperoleh manfaat dan menghindari bencana. Kelima, dari sisi
kebutuhan ilmu dan pengetahuan. Keenam, dari sisi kebutuhan ibadah kepada Allah
Ta’ala. Seandainya Allah tidak memberi taufik kepada mereka, niscaya mereka binasa
dan tanpa taufik dari Allah Ta’ala mereka tidak akan baik. Allah AzzawaJalla-lah
Mahakaya yang sempurna, tidak membutuhkan apa pun yang dibutuhkan oleh makhluk-Nya
karena kesempurnaan asma dan sifat-Nya.
Berdoa kepada Allah Ta’ala merupakan sarana
yang paling tepat untuk mendapatkan manfaat, menggapai harapan yang diinginkan,
menolak/berlindung dari yang dibenci, atau menyingkirkan/menolak bahaya. Berdoa
sebagai senjata orang beriman akan bermanfaat sesuai dengan kondisi naik-turun keimanannya,
sesuai kadar kuatnya keyakinan kepada Allah Ta’ala, keistiqamahan dalam menjalankan
perintah-perintahAllah Ta’ala dan kesungguhan
menjunjung kalimat-kalimat-Nya. Bahkan saat doa seseorang ditunda pengabulannya
oleh Allah Ta’ala, hal tersebut bisa jadi karena Allah Ta’ala menghendaki yang
bersangkutan untuk lebih memperbanyak tangisan dan merendahkandiri di
hadapan-Nya (Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri,
2015).
Artinya, barangsiapa tidak mau berdoa kepada Allah
Ta’ala atau dia berdoa kepada selain Allah Ta’ala untuk meminta sesuatu yang
tidak seorang pun sanggup melakukannya kecuali Allah Ta’ala, maka dia adalah seorang
yang sombong dalam peribadatan kepada-Nya. Orang yang tidak mau berdoa tidak akan
merasakan manisnya bermunajat kepada Allah Ta’ala, merendahkan diri di
hadapan-Nya, dan kelezatan kepasrahan memohon kepada Rabb-nya (Fuad bin Abdil
Aziz AsySyalhub, 2016). Doa menunjukkan kebutuhan dan hajat hamba yang butuh dan
lemah, yang tidak bisa memberi manfaat dan mudharat pada dirinya sendiri. Allah
Ta’ala mencela orang-orang yang tidak mau berdoa dengan seburuk-buruk celaan,
menganggapnya sebagai orang yang sombong kepada-Nya, dan memberinya banyak peringatan
yang paling keras (Ahmad Farid, 2016).
Kesimpulan orang yang tidak mau berdoa sebagai orang
yang sombong didukung oleh penjelasan dalam Shahih Tafsir Ibnu Katsir (Syaikh Shafiyyurrahman
Al Mubarakfuri, 2015) bahwa yang dimaksud firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku” (QS Ghafir[40]:60)
yakni orang-orang yang tidak mau berdoa dan mengesakan-Ku. Sufyan Ats Tsauri dan
Ibnu Abi Hatim (Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, 2015) menjelaskan bahwa
Allah Ta’ala lebih mencintai hamba-hamba-Nya yang meminta dan memperbanyak permintaan
kepada-Nya. Sebaliknya Allah Ta’ala lebih membenci hamba-hamba-Nya yang tidak meminta/meninggalkan
permohonan kepada-Nya. Doa merupakan perwujudan tauhid seseorang kepada Allah
Ta’ala—sebab keselamatan dan keberuntungan seoranghamba.
Padahal Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan
para hamba-Nya untuk meminta segala sesuatu, baik kebaikan dunia maupun akhirat,
karena Allah Ta’ala Mahakaya, tempat penyimpanannya penuh dengan segala sesuatu
dan tidak berkurang sedikit pun apa-apa yang telah Dia berikan dari tempat penyimpanan-Nya
tersebut (Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri, 2014). Allah
Ta’alaberfirman, ‘Mahasuci Dia, Dialah Yang Mahakaya; milik-Nya apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi.” (QS Yunus [10]:68).
Jadi, mari senantiasa bersungguh-sungguh berdoa
kepada Allah Ta’ala dan berlindung kepada Allah Azza wa Jalla dari semua akhlak,
perbuatan, dan keinginan yang tercela.
Penulis : Irwan Nuryana Kurniawan,
M.Psi. Pemimpin Redaksi Majalah Fahma, Dosen Psikologi Universitas Islam
Indonesia
Foto: google
Post a Comment