Tuntunan Berdoa di Sekolah




Oleh: Drs. Slamet Waltoyo

Hal yang paling berbeda dalam berdoa di sekolah, dibanding di tempat lain adalah tujuannya. Tujuan berdoa di sekolah adalah untuk pendidikan. Praktek berdoa untuk membiasakan. Namun karena pentingnya doa, karena keutamaan doa sebagai salah satu ibadah, hendaklah di sekolah pun kita tetap berdoa sebagaimana seharusnya. Tetapi kerena dilaksanakan di dalam lingkungan pendidikan, maka tetap ada pemakluman .

Beberapa hal yang terkait dengan tata cara berdoa adalah; (1) Dilakukan dengan niat semata-mata untuk mencari ridho Allah. (2)  Berdoa dengan sikap; - tadlarru’, yaitu merasa rendah hati dihadapan Allah ta’ala dan khiifah, yaitu perasaan takut kepada Allah Ta’ala. (3) Tidak mengeraskan suara, sebagaimana firman Allah pada surat Al A’raf ayat 205. (4) Menggunakan lafaz doa  sebagaimana dicontohkan dalam Al Quran dan Al Hadits. (5) Berusaha konsentrasi dengan  menghilangkan segala macam gangguan.

Berdoa untuk membiasakan atau pendidikan tetap menjadi salah satu tujun berdoa di sekolah. Sedangkan lima hal diatas tetap harus dilakukan. Tentu ada hal-hal yang harus dimaklumi dalam pelaksanaannya di sekolah.

Pertama, niat berdoa. Ini harus menjadi kompetensi dasar dalam pembelajaran. Anak harus tahu bahwa doa bertujuan untuk mendapatkan ridla Allah. Di tingkat TK/RA dan SD/MI kelas bawah masih sulit pelaksanaannya namun harus tetap disampaikan. Dan harus ditekankan lagi di SD/MI kelas atas (kelas 4, 5, dan 6).

Kedua, berdoa dengan sikap tadharru’ dan khiifah (rendah hati dan takut di hadapan Allah Ta’ala). Ini hal yang paling sulit pelaksanaannya di sekolah. Satu sisi guru tidak mungkin menilai sikap hati anak, dan di sisi lain anak usia TK/SD adalah dalam masa bermain. Jika anak berkumpul maka apapun akan menjadi mainan. Guru tidak akan menyerah dengan keadaan. Sikap hati cukup dilihat indikatornya, yaitu sikap yang tenang dan khusu’.

Termasuk guru yang menyerah. Jika ia menjadikan waktu berdoa sebagai teknik untuk menenangkan murid. Misalnya guru sudah mau menyapa tetapi murid belum tenang maka guru menyeru untuk membaca doa sebelum belajar. Otomatis murid akan terkondisi dengan mengucapkan doa secara serentak.

Sebelum berdoa kondisikan dulu. Agar anak tenang, duduk dengan baik. Tidak ada apapun di tangannya. Tercipta kondisi dan sikap yang menggambarkan tadharru’ dan khiifah . Barulah dengan tenang guru menyampaikan maksud doa yang akan dibaca dan mulai berdoa.

Ketiga, tidak mengeraskan suara. Agaknya inilah yang perlu pemakluman. Karena bertujuan untuk pendidikan maka dalam beberapa hal perlu dikeraskan sampai batas tertentu. Batas kemanfaatannya. Terutama untuk tingkat TK dan SD kelas bawah. Mengapa perlu dikeraskan? Pertama, guru akan lebih mudah mengontrol bacaannya. Kedua, lebih efektif untuk menghafal selalu mendengarnya. Ketiga, mudah berimbas. Anak yang belum hafal akan langsung mengikuti temannya yang sudah hafal. Tidak perlu diajari secara khusus, dan keempat sebagai pendorong anak terus bersemangat meskipun diulang-ulang.

Tetapi untuk SD kelas atas, di mana anak sudah teruji hafal dan benar ucapan doanya maka sudah tidak perlu dikeraskan lagi. Karena akan mengurangi sikap tenang dan khusuk jika harus membaca beramai-ramai.

Keempat, Menggunakan lafaz-lafaz doa  sebagaimana dicontohkan dalam Al Quran dan Al Hadits. Allah Ta’ala Maha Mendengar yang mengetahui semua doa dengan segala bahasa. Tetapi karena doa adalah ibadah khusus yang dicontohkan maka sebaiknya juga menggunakan kata dan kalimat yang dicontohkan dalam Al Quran dan Hadits. Apalagi di sekolah yang berciri khusus agama Islam. Allah dan Rasul-Nya telah banyak memberi contoh doa-doa dalam berbagai hal. Cukuplah dengan itu.

Kelima. Berusaha konsentrasi dengan  menghilangkan segala macam gangguan. Di luar sekolah kita dapat mencari waktu khusus dan tempat yang khusus untuk berdoa. Sehingga bisa konsentrasi. Tidak demikian halnya dengan sekolah. Sekolah adalah tempat berbagai kegiatan belajar. Karena berdoa adalah salah satu kegiatan belajar yang penting maka harus diupayakan anak bisa konsentrasi ketika berdoa. Terutama untuk tingkat SD kelas atas.

Terakhir, jangan sampai kegiatan“berdoa” jatuh menjadi kegiatan formalitas yang rutin, sambil, dan dilakukan seadanya. Misalnya doa membuka dan mengakhiri pelajaran, doa saat upacara, doa sebelum dan sesudah makan dan sebagainya, ketika menjadi formalitas dilakukan sambil lalu saja. Sangat disayangkan.

Penulis : Drs. Slamet Waltoyo, Guru MI Al Kautsar Sleman
Foto: google
Powered by Blogger.
close