Perilaku dan Karakteristik Anak Berdasarkan Pola Asuh
Oleh: Meifi
Andriyani, S.Pd.
Memiliki anak adalah tujuan utama sebuah
pernikahan. Sejak usia balita anak-anak dibimbing dan diarahkan pada hal-hal
positif, terutama mengenai kesantunan dan budi pekerti. Ini dimaksudkan supaya
anak terbiasa dan mampu menerapkan hal-hal positif tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
Secara psikis, perilaku yang tampak pada
anak adalah cerminan kebiasaan yang ia lihat berdasarkan yang dicontohkan dan
diajarkan oleh orangtuanya. Anak akan merekam dan menyimpan apa yang pernah
orangtua ucapkan dan lakukan. Kemudian anak akan menirunya. Proses ini
berlangsung lama sejalan dengan perkembangan fisik dan psikis anak.
Saat usia remaja sering terjadi
perubahan tingkah laku pada anak. Hal ini bisa disebabkan karena pergaulan
anak. Perubahan yang kami maksud di sini adalah perubahan ke arah yang negatif.
Misal, anak sudah mengenal rokok. Walaupun orangtua sering mengingatkan, anak bisa
saja merokok di tempat-tempat yang ia yakin orangtuanya tidak akan mengetahui
keberadaannya. Orangtua mungkin merasa sudah cukup keras dalam mendidik anak.
Tapi mengapa pelanggaran itu masih terjadi? Apa lagi kalau anak sudah
terjerumus pada permasalahan yang bakal memalukan keluarga. Contohnya mencuri,
menggunakan narkoba, atau bahkan mengenal seks bebas. Semua itu terjadi akibat
anak salah dalam memilih teman. Sesungguhnya pengaruh teman sangat besar.
Perbuatan, perkataan, dan tingkah laku anak sebagian besar dipengaruhi oleh
teman-temannya. Orang tua hendaknya harus lebih cerdas lagi dalam menyeleksi
teman yang baik untuk anak-anaknya dan mengarahkan untuk tidak bergaul dengan
anak-anak yang kurang layak dijadikan teman.
Membimbing dan mengarahkan anak sangat
berkaitan dengan pola asuh yang diterapkan oleh
orangtua di rumah. Sebagai orangtua, tentunya kita harus memahami pola
asuh yang bagaimana telah kita terapkan pada anak. Dalam mengasuh anak, orangtua
cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Ada tiga macam pola asuh, yaitu: demokratis,
otoriter, dan permisif.
Pola asuh demokratis adalah pola asuh
yang memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak ragu dalam mengendalikan
mereka. Orangtua dengan perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari
tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini bersikap
realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan melampaui
kemampuan anak dan memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan
suatu tindakan.
Ada pula pola asuh otoriter. Pada pola
asuh ini, anak adalah objek yang harus dibentuk, orang tua merasa lebih tahu
yang terbaik untuk anaknya. Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang
mutlak harus dituruti, memaksa, memerintah, dan menghukum. Orangtua tipe ini
juga tidak megenal kompromi dan dalam berkomunikasi bersifat satu arah.
Selain itu, dikenal juga pola asuh
permisif. Orangtua yang menerapkan pola asuh ini hanya tidak ingin konflik
dengan anaknya. Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Mereka cenderung tidak
menegur/memperingatkan anak. Bimbingan yang diberikan sangat sedikit, karena
itu sering kali disukai oleh anak.
Dari ketiga pola asuh di atas, para
orangtua dapat memahami pola asuh yang bagaimana telah diterapkan selama ini.
Pola asuh juga berkaitan erat dengan karakteristik anak. Dengan kata lain,
karakteristik anak merupakan hasil dari penerapan pola asuh. Karakteristik anak
dalam kaitannya dengan pola asuh adalah sebagai berikut:
Pertama, pola asuh demokratis akan
menghasikan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri,
mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat
terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain. Kedua, pola asuh
otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak
berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah,
cemas, dan menarik diri. Ketiga, pola asuh permisif akan menghasilkan
karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang
mandiri, mau menang sendiri, dan kurang percaya diri.
Semoga kita sebagai orangtua mampu
mengarahkan, membimbing, dan menemani anak-anak kita ke arah yang lebih baik.
Penulis: Meifi
Andriyani, S.Pd., Guru
SMPN 6 Kota Bengkulu
Foto: google
Post a Comment